Ekonom Prediksi Lesunya Perekonomian Tiongkok Berlanjut di Era Trump
ekonom Tiongkok di Capital Economics Zichun Huang menilai, pemulihan ekonomi Tiongkok diprediksi terganjal karena terpilihnya Donald Trump.
Editor: Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemulihan ekonomi Tiongkok diprediksi terganjal karena terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat (AS).
Sebab, Tiongkok yang mengandalkan peningkatan ekonomi lewat ekspor, diadang rencana kebijakan yang dibuat Trump, yakni tarif 60 persen lebih untuk barang asal Tiongkok.
"Kini kemenangan Trump telah mengurangi prospek ekspor Tiongkok di masa depan," kata ekonom Tiongkok di Capital Economics Zichun Huang dikutip dari Europeantimes, Rabu (13/11/2024).
Sinyal awal dari keterpurukan ekonomi Tiongkok, ditandai mata yang Yuan yang anjlok tajam seiring kemenangan Trump.
Ekspor Tiongkok menunjukkan sedikit perbaikan pada bulan Oktober setelah periode lesu. Namun kini, Tiongkok menghadapi risiko penurunan ekspor yang besar karena melambatnya permintaan eksternal dan meningkatnya pembatasan perdagangan dari negara lain.
Pertumbuhan Tiongkok akan terpangkas sebesar dua poin persentase jika tarif 60 persen diberlakukan, menurut bank investasi Macquarie.
Angka ini akan mencapai hampir setengah dari tingkat ekspansi ekonomi Tiongkok yang diperkirakan sebesar 5 persen.
“Perang dagang 2.0 dapat mengakhiri model pertumbuhan Tiongkok yang sedang berlangsung, di mana ekspor dan manufaktur telah menjadi pendorong pertumbuhan utama,” kata Kepala Ekonom Tiongkok di Macquarie Larry Hu.
Profesor ekonomi politik internasional di Fakultas Studi Internasional Universitas Johns Hopkins, David Steinberg, mengemukakan pandangan serupa. Sebab, Kampanye Trump berfokus pada proteksionisme yang akan merugikan Tiongkok.
“Ada risiko politik yang serius dalam memulai perjanjian perdagangan baru atau menurunkan tarif impor Tiongkok,” katanya. “…berarti tidak akan ada perubahan besar dalam tarif impor dari Tiongkok atau negara lain.” tegas David.
Perang Tarif AS-Tiongkok
Sifat Trump yang otoriter dan tidak dapat diprediksi serta kebijakan ‘America First’-nya kali ini bisa lebih merugikan Tiongkok, demikian peringatan para ahli.
“Trump memulai masa jabatan pertamanya sebagai pengagum Xi Jinping, sebelum mengenakan tarif dan kemudian menjelek-jelekkan Beijing selama pandemi,” kata Daniel Russel, wakil presiden keamanan internasional dan diplomasi di Asia Society Policy Institute yang berbasis di Washington DC.
Selama masa jabatan pertama Trump, perekonomian Tiongkok kuat dan berkembang. Namun, saat ini, negara tersebut tampak rentan dan sepenuhnya bergantung pada ekspor untuk pulih.
Perekonomian Tiongkok menghadapi ancaman yang lebih besar kali ini jika Trump mengenakan tarif yang sangat tinggi karena negara tersebut terguncang akibat tingginya angka pengangguran, krisis properti, dan meningkatnya utang.