Perang Saudara di Sudan: Jumlah Warga Sipil yang Tewas Hampir 100 Orang
Tiga karyawan Program Pangan Dunia Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) termasuk di antara mereka yang tewas.
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Seno Tri Sulistiyono
Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, KHARTOUM - Pengeboman dan hujan tembakan melanda ibu kota Sudan, Khartoum pada hari ketiga perang saudara.
Atas peristiwa tersebut, menurut data yang diterbitkan oleh Komite Pusat Dokter Sudan pada Senin (17/4/2023), jumlah korban sipil meningkat setidaknya 97 orang dan korban terluka mencapai 365 orang.
Bentrokan meletus pada Sabtu lalu dalam perebutan kekuasaan yang berkelanjutan antara Angkatan Bersenjata Sudan (SAF) Abdel Fattah al-Burhan dan kelompok paramiliter yang berpengaruh, Pasukan Dukungan Cepat (RSF) yang dipimpin oleh wakilnya, Mohamed Hamdan Daglo.
Dikutip dari laman Russia Today, Selasa (18/4/2023), tiga karyawan Program Pangan Dunia Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) termasuk di antara mereka yang tewas dalam aksi kekerasan tersebut.
Situasi ini pun memaksa organisasi itu menghentikan operasinya untuk sementara waktu di Sudan.
Kedutaan Besar India di sana juga mengumumkan pada hari Minggu bahwa salah satu warga negaranya 'bekerja di Perusahaan Dal Group di Sudan yang terkena peluru nyasar' pada Sabtu lalu dan ia 'tewas karena luka-luka yang dideritanya'.
Sementara itu, maskapai asing termasuk Qatar Airways dan Kenya Airways telah menangguhkan penerbangan ke dan dari negara yang dilanda konflik itu di tengah pertempuran dan penutupan Bandara Internasional Khartoum.
"Ada keprihatinan mendalam bersama tentang pertempuran dan kekerasan yang terjadi di Sudan, ancaman yang ditimbulkan terhadap warga sipil, yang ditimbulkannya terhadap bangsa Sudan dan berpotensi menimbulkan bahkan ke wilayah tersebut," kata Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Antony Blinken, selama pertemuan di Jepang bersama rekannya dari Inggris James Cleverly.
Di sisi lain, Rusia sebelumnya telah menyuarakan keprihatinan tentang situasi di Sudan dan telah mendorong 'pihak-pihak yang berkonflik untuk menunjukkan kemauan politik dan menahan diri serta mengambil tindakan segera untuk menghentikan tembakan'.
Pada hari Minggu lalu, negara tetangga dan badan regional meningkatkan upaya mereka untuk mengakhiri kekerasan di Sudan.
Para pemimpin dari Afrika Timur dilaporkan mengadakan sesi pertemuan virtual darurat dan mendesak penghentian segera permusuhan antara pihak-pihak yang berkonflik.
Selain itu, Presiden Mesir Abdel Fattah el-Sisi dan Presiden Sudan Selatan Salva Kiir menyatakan kesediaan mereka untuk menengahi resolusi konflik, selama panggilan telepon.
Sementara itu, Panglima militer Sudan dikatakan telah menyatakan RSF sebagai organisasi pemberontak pada Senin kemarin dan telah memberikan arahan untuk pembubaran segera.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.