Kisah Pelajar Indonesia di Sudan Dievakuasi: Tempuh Perjalanan Darat 16 Jam dan Jalur Laut 20 jam
Nila mengarungi jalur darat 16 jam ke Kota Port Sudan dilanjutkan perjalanan jalur laut 20 jam.
Editor: Erik S
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) di Sudan Nila Angelina tidak menyangka perang saudara militer pecah di tengah bulan suci Ramadan.
Nila mengungkapkan tidak ada peringatan terlebih dahulu kepada warga sipil bahwa akan adanya gencatan senjata khususnya di Kota Khartoum (ibu kota Sudan).
Baca juga: Mahasiswa Indonesia di Sudan Trauma Dengar Ledakan Rudal
"Di Sudan sudah biasa terjadi demonstrasi dan ada peringatan, secara dadakan terjadi perang hari Sabtu (15/4/2023) jam 08.30 pagi waktu Sudan saat puasa," kata Nila ketika dievakuasi di Asrama Haji Pondok Gede, Jumat (28/4/2023).
Pelajar Indonesia di Sudan, kata Nila, mulanya hanya mengira kejadian ini hanya berlangsung sebentar.
Namun dugaannya keliru karena perang justru semakin mencekam bahkan listrik padam hingga toko-toko untuk kebutuhan hidup tutup.
"Dari hari pertama saja sudah mati listrik dan mati air, jadi otomatis kita mencari area yang bisa mencukupi kebutuhan itu hingga akhirnya KBRI Khartoum memberikan kabar evakuasi," tutur Nila.
Dirinya bercerita harus menempuh perjalanan yang melelahkan saat dievakuasi oleh tim KBRI Khartoum.
Nila mengarungi jalur darat 16 jam ke Kota Port Sudan dilanjutkan perjalanan jalur laut 20 jam.
Baca juga: Evakuasi Warganya, Pesawat Turki Diserang di Sudan
"Jalur darat itu normalnya 12 jam tetapi karena kita cari jalan yang aman bahkan ada yang sampai 20 jam," ungkapnya.
Dia mengatakan perang militer tersebut membuat infrastruktur hancur karena dihantam rudal termasuk sebagian kampus International University of Africa (IUA).
Kata Nila, beruntung pelajar Indonesia yang tinggal di asrama selamat karena ditempatkan seluruhnya di aula universitas.
"Posisi para militer berada persis di belakang kampus jadi memang sangat rawan," kata wanita asal Pagar Alam Palembang itu.
Nila berharap dapat kembali ke Sudan untuk menyelesaikan pendidikannya.
Sebagai mahasiswi semester akhir, dirinya ingin ada kepastian agar studinya dapat dilanjutkan melalui jalur online.
Baca juga: BP2MI Tegaskan Pekerja Migran Indonesia di Sudan Berstatus Ilegal