Jokowi akan Suarakan Kepentingan Negara-negara Berkembang di KTT G7
Sejumlah isu akan dibahas dalam forum tersebut oleh para pemimpin negara-negara maju. Diantaranya perubahan iklim, pangan, dan energi.
Penulis: Taufik Ismail
Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan Wartawan Tribunnews, Taufik Ismail
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan bahwa Indonesia akan membawa suara-suara negara berkembang dalam forum KTT Tujuh Negara Maju (G7) di Jepang.
Hal itu disampaikan Presiden Jokowi sebelum bertolak ke Jepang, di Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Jumat, (19/5/2023).
“Kita akan membawa suara dari global south (negara berkembang) yang intinya negara-negara berkembang harus didengarkan, bukan hanya negara-negara maju dan negara-negara besar saja tapi negara-negara berkembang harus didengarkan di dalam forum itu. Keinginan kita kira-kira itu,” kata Jokowi.
Baca juga: Bertolak ke Jepang Hadiri KTT G7, Jokowi: Suara Negara Berkembang Harus Didengarkan Dunia
Sejumlah isu akan dibahas dalam forum tersebut oleh para pemimpin negara-negara maju. Diantaranya perubahan iklim, pangan, dan energi.
Indonesia kata Presiden akan berkontribusi dalam pembahasan masalah tersebut.
“Indonesia akan konsisten membawa suara kepentingan global south (negara berkembang) dan kolaborasi serta kemitraan yang setara secara konsisten akan diusung oleh Indonesia. Sudah saatnya suara dan kepentingan negara negara berkembang benar benar didengarkan dunia,” katanya.
Baca juga: Selain Hadiri KTT G7, Jokowi akan Bertemu Sejumlah Pemimpin Negara dan Pengusaha Besar di Jepang
Dalam pertemuan G7 nantinya, kata Jokowi, juga akan dibahas mengenai masalah perdamaian dunia. Apalagi lokasi KTT G7 yakni di Hiroshima yang menjadi simbol perdamaian.
“Akan dibahas (isu perdamaian) karena tempatnya adalah Hiroshima karena itu adalah simbol perdamaian,” tuturnya.
Selain itu kata Jokowi sejumlah kesepakatan dalam KTT ke-42 ASEAN yang berlangsung di Labuan Bajo juga akan dibawa ke dalam forum tersebut. Misalnya masalah konflik di Myanmar yang tak kunjung usai.
“Berkaitan dengan Myanmar misalnya," pungkasnya.