Belasan Tahun Pria Jepang Menyelam Cari Jasad Istrinya Korban Tsunami 2011, Teringat SMS Terakhir
Pria Jepang, Yasuo Takamatsu (65), sudah menyelam selama belasan tahun untuk mencari jasad istrinya, Yuko, korban tsunami 2011.
Penulis: Pravitri Retno Widyastuti
Editor: Garudea Prabawati
TRIBUNNEWS.com - Yasuo Takamatsu (65), pria asal Onagawa di prefektur Miyagi, masih terus mencari jasad istrinya, Yuko, yang tewas akibat tsunami Jepang pada 2011 silam.
Kabar terbaru pada Oktober 2022, menyebutkan Takamatsu masih terus mencari Yuko dengan cara menyelam.
Diketahui, pada 11 Maret 2011 silam, Jepang dilanda tsunami setelah gempa bumi bawah laut berkekuatan magnitudo 9 mengguncang.
Akibat bencana tersebut, Takamatsu kehilangan istrinya.
Dikutip dari Daily Mail, saat tsunami terjadi, Yuko masih berada di bank tempatnya bekerja.
Beberapa bulan setelah tsunami, Takamatsu menemukan ponsel Yuko di tempat parkir bank tersebut.
Baca juga: Profil Akira Nishino, Mantan Pelatih Jepang dan Thailand yang Disebut Jadi Dirtek PSSI
Pesan terakhir yang dikirim Yuko menanyakan soal kondisi Takamatsu setelah gempa.
"Apakah kamu baik-baik saja? Aku ingin pulang ke rumah," tulis Yuko.
Beberapa lama setelah ponsel Yuko ditemukan, ternyata ada pesan yang belum sempat terkirim.
"Tsunami ini benar-benar bencana," bunyi pesan Yuko.
Sejak saat itu juga, Takamatsu bertekad untuk mencari keberadaan jasad istrinya.
Selama 2,5 tahun ia mencari di daratan demi bisa membawa pulang kembali sang istri.
Lantas, pada September 2013, Takamatsu mulai belajar menyelam di usia 56 tahun supaya ia bisa mencari jasad Yuko di lautan.
Keputusan itu diambil Takamatsu karena ia termotivasi pesan terakhir istrinya yang mengatakan ingin pulang ke rumah.
"Aku ingin menemukannya, tapi aku juga merasa bahwa dia tidak akan mungkin ditemukan karena lautan terlalu luas," katanya pada 9 Oktober 2022.
"Tapi, aku harus terus mencari," imbuh pria yang berprofesi sebagai sopir bus ini.
Setiap kali menyelam, Takamatsu selalu didampingi oleh instruktur selam, Masayoshi Takahashi.
Takahashi, yang memimpin penyelaman secara sukarela untuk mencari korban tsunami yang hilang, menilai sangat penting untuk membantu Takamatsu menemukan istrinya.
Baca juga: Pemerintah Jepang Disebut Butuh Dukungan soal Rencana Pembuangan Radioaktif di Samudra Pasifik
Bertekad akan Terus Mencari
Pesan terakhir Yuko yang mengatakan ingin pulang ke rumah, menjadi motivasi bagi Takamatsu untuk terus mencari istrinya.
Takamatsu berkeyakinan sang istri masih ingin pulang ke rumah meski telah hilang dan diyakini sudah meninggal sejak 2011.
"Aku yakin dia masih ingin pulang ke rumah," ujarnya, dilansir The Sun.
"Aku rasa penting bagiku untuk terus mencarinya," imbuhnya.
Lebih lanjut, Takamatsu bertekad akan terus mencari istrinya selama "tubuhnya masih bisa bergerak".
Selama menyelam sejak 2013, Takamatsu telah menemukan album foto, baju hingga artefak lainnya.
Namun, tidak ada satupun yang merupakan milik istrinya.
"Kami mencari, tapi aku belum menemukan apapun benda milik istriku," katanya, dikutip dari SCMP.
Takamatsu telah menyelam sekali selama seminggu sejak ia belajar menyelam pada 2013 silam.
Selain itu, ia juga mengikuti pencarian di lautan oleh pemerintah sekali dalam sebulan.
Kronologi Takamatsu Kehilangan Istrinya
Saat tsunami terjadi pada 11 Maret 2011, Takamatsu sedang bersama ibu mertuanya di sebuah rumah sakit di kota sebelah.
Ia tidak diizinkan kembali ke Onagawa karena terkait status bencana yang ditetapkan pemerintah.
Baca juga: Media Asing Sebut Eks-Pelatih Thailand dari Jepang Bakal Isi Posisi Direktur Teknik PSSI
Namun, saat kebijakan itu dicabut keesokan harinya, ia segera pergi ke rumah sakit Onagawa.
Rumah sakit yang terletak di atas bukit itu menjadi tempat evakuasi bagi ratusan orang buntut bencana gempa bumi dan tsunami.
Di sanalah ia mengetahui pegawai bank, termasuk istrinya, telah hanyut terbawa arus.
"Aku merasa lututku lemas dan tidak bisa merasakan tubuhku," kisah Takamatsu mengingat kesedihannya.
Diketahui, gempa bumi dan tsunami pada 2011 silam menjadi bencana terburuk yang pernah melanda Jepang dan keempat di dunia yang paling menghancurkan dalam sejarah manusia.
Bencana itu menyebabkan lebih dari 19.000 orang tewas, 6.000 luka-luka, dan 2.500 hilang.
(Tribunnews.com/Pravitri Retno W)