Bayi Berusia 2 Tahun di Korea Utara Dipenjara Seumur Hidup karena Orang Tua Bawa Alkitab
Dokumen AS menyebut Korea Utara menjatuhi hukuman penjara seumur hidup kepada bayi berusia 2 tahun serta kedua orangtuanya karena membawa Alkitab.
Penulis: Yunita Rahmayanti
Editor: Nuryanti
TRIBUNNEWS.COM - Departemen Luar Negeri AS dalam Laporan Kebebasan Beragama Internasional mengungkapkan, Korea Utara menangkap orang-orang yang membawa Alkitab dan terlibat kegiatan religius.
Seorang bayi berusia dua tahun juga dijatuhi hukuman penjara seumur hidup setelah petugas menemukan sebuah Alkitab milik orang tuanya.
Keluarga bayi itu ditangkap karena praktik keagamaan mereka dan kepemilikan Alkitab.
Seluruh keluarga, termasuk seorang anak berusia dua tahun, dijatuhi hukuman seumur hidup di kamp penjara politik pada 2009.
Umat Kristiani lainnya juga dipenjarakan di kamp-kamp itu.
Laporan itu menyatakan, Kementerian Keamanan Negara bertanggung jawab atas 9 pelanggaran HAM yang terdokumentasi terhadap penganut perdukunan dan orang Kristen, dikutip dari The New York Post.
Baca juga: Korea Utara Siap Luncurkan Satelit Pengintai Militer Pertama Juni Ini
Lebih dari 70.000 orang Kristen dipenjara di Korea Utara, dalam laporan itu.
Temuan itu menggarisbawahi tindakan hukuman brutal yang secara rutin dilakukan oleh Pemimpin Tertinggi Kim Jong Un.
Orang yang tertangkap membawa salinan Alkitab di Korea Utara menghadapi hukuman mati, sementara keluarga mereka, termasuk anak-anak, dijatuhi hukuman penjara seumur hidup.
“Hak atas kebebasan berpikir, berkeyakinan, dan beragama [di DPRK] juga terus ditolak, tanpa ada sistem kepercayaan alternatif yang ditoleransi oleh pihak berwenang,” kata Sekretaris Jenderal PBB, António Guterres, dikutip dari NDTV.
Guerres menulis bagaimana situasi di Korea Utara tidak berubah sejak laporan HAM tahun 2014.
Laporan itu menemukan pihak berwenang hampir sepenuhnya menyangkal hak atas kebebasan berpikir, hati nurani, dan agama dan pemerintah sering melanggar HAM.
Korea Future, organisasi pendukung keadilan dan akuntabilitas Korea Utara, mengatakan pemerintah melakukan penganiayaan terhadap masyarakat yang terlibat dalam praktik keagamaan.
Baca juga: PM Jepang dan Presiden Korea Selatan Bertemu, Janji Perkuat Hubungan dan Lawan Ancaman Korea Utara
Pada Oktober 2021, LSM Korea Future merilis laporan yang merinci pelanggaran kebebasan beragama setelah mewawancarai 244 korban.
Dari para korban yang diwawancarai, 150 orang menganut Shamanisme, 91 orang menganut agama Kristen, satu orang Cheondoisme, dan satu orang lainnya.
Usia para korban berkisar dari hanya dua tahun hingga lebih dari 80 tahun.
Wanita dan anak perempuan mencakup lebih dari 70 persen dari korban yang didokumentasikan.
Laporan itu menemukan, pemerintah Korea Utara menuduh individu terlibat dalam praktik keagamaan, melakukan kegiatan keagamaan di China, memiliki barang-barang keagamaan, melakukan kontak dengan orang beragama, dan berbagi keyakinan agama.
Akibatnya, orang-orang ditangkap, ditahan, kerja paksa dan disiksa.
Baca juga: Korea Utara Mengutuk Kesepakatan KTT Amerika Serikat-Korea Selatan
Banyak juga yang ditolak pengadilan yang adil dan menjadi sasaran kekerasan seksual dan eksekusi publik.
Seorang pembelot memberi tahu Masa Depan Korea bahwa pihak berwenang memukuli penganut Kristen dan Shamanic dalam tahanan, memberi mereka makanan yang terkontaminasi, dan mengeksekusi mereka secara sewenang-wenang.
Saksi lain mengatakan, pada tahun 2002, pejabat menolak memberikan makanan kepada seorang pria Kristen, menyebabkan dia meninggal dalam waktu tiga hari.
Seorang tahanan yang dibebaskan pada tahun 2020 mengatakan kepada Radio Free Asia (RFA), pihak berwenang memperlakukan orang Kristen dengan perlakuan paling keras.
Ia mengatakan, pihak berwenang pernah memaksa mereka berdiri selama 40 hari berturut-turut, menyebabkan narapidana kehilangan kemampuan untuk duduk.
(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)
Berita lain terkait Korea Utara