Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Ilmuwan Ciptakan Embrio Sintetik Tanpa Sperma dan Sel Telur, Dilema Masalah Hukum dan Etika

Ilmuwan ciptakan embrio sintetik manusia tanpa sperma dan sel telur. Namun, penelitian ini menyebabkan dilema masalah hukum dan etika.

Penulis: Yunita Rahmayanti
Editor: Whiesa Daniswara
zoom-in Ilmuwan Ciptakan Embrio Sintetik Tanpa Sperma dan Sel Telur, Dilema Masalah Hukum dan Etika
freepik
ilustrasi embrio manusia - Tim ilmuwan di University of Cambridge dan California Institute of Technology menciptakan embrio sintetik untuk manusia. Namun ini dapat menyebabkan masalah hukum dan etika. 

TRIBUNNEWS.COM - Profesor Magdalena Żernicka-Goetz, dari University of Cambridge dan California Institute of Technology, mengatakan tim penelitinya dapat membuat embrio sintetik manusia.

Namun, hal ini dapat menyebabkan masalah hukum dan etika.

“Kita dapat membuat model mirip embrio manusia dengan memprogram ulang sel (induk embrionik),” katanya dalam pertemuan tahunan International Society for Stem Cell Research di Boston, Rabu (14/6/2023), dikutip dari The Guardian.

Mereka menciptakan embrio sintetik ini menggunakan sel punca, bukan sperma atau sel telur.

Para ilmuwan mengatakan embrio model ini, dapat memberikan jendela penting pada dampak kelainan genetik dan penyebab biologis dari keguguran berulang.

Namun, pekerjaan tersebut juga menimbulkan masalah etika dan hukum yang serius karena entitas yang tumbuh di laboratorium berada di luar undang-undang di sebagian besar negara.

Artinya, embrio sintetik ini memiliki masalah etika dan hukum yang serius terkait penggunaan embrio manusia di laboratorium, dikutip dari Sky News.

Baca juga: 3 Periode Perkembangan Embrio: Trimester Pertama hingga Ketiga

Berita Rekomendasi

Struktur embrio sintetik ini tidak memiliki jantung yang berdetak atau permulaan otak.

Namun, embrio sintetik ini mencakup sel-sel yang biasanya akan membentuk plasenta, kantung kuning telur, dan embrio itu sendiri.

Hingga terobosan ini, para ilmuwan harus mematuhi aturan 14 hari, yang artinya mereka hanya boleh membiarkan embrio berkembang di laboratorium selama maksimal dua minggu, dikutip dari Daily Mail.

Setelah 14 hari, para peneliti harus menunggu sampai perkembangannya lebih jauh untuk mengambil studi mereka, dengan mengandalkan pemindaian kehamilan dan embrio yang disumbangkan untuk penelitian.

ilustrasi sperma dan sel telur
ilustrasi sperma dan sel telur (freepik)

Baca juga: Catatkan Rekor, Bayi Lahir dari Embrio Beku yang Telah Berusia 27 Tahun

Keinginan untuk memahami periode perkembangan embrio ini (dimulai pada hari ke-14 dan berakhir di hari ke-28) menjadi motivasi utama di balik pekerjaan menciptakan embrio manusia sintetik.

Masih belum diketahui apakah model sintetik dapat berkembang menjadi embrio yang layak jika ditanamkan.

Selain itu, menanamkannya ke dalam rahim pasien akan ilegal dan tidak ada prospek jangka pendek untuk digunakan untuk tujuan medis.

Halaman
12
Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas