Respon Kemlu RI Saat Thailand Gelar Pertemuan Informal ASEAN di Tengah Keketuaan Indonesia
Undangan yang mulanya dijadwalkan pada Minggu (18/6/2023) itu disebut telah dikirimkan kepada para menlu ASEAN.
Penulis: Larasati Dyah Utami
Editor: Hasanudin Aco
Wartawan Tribunnews.com, Larasati Dyah Utami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah lewat Kementerian Luar Negeri Indonesia (Kemlu RI) merespon pertemuan informal yang dilakukan Thailand dengan junta militer Myanmar di tengah keketuaan Indonesia di ASEAN.
Sebagaimana diketahui, pemerintah sementara Thailand menggelar pertemuan yang mengundang para menteri luar negeri ASEAN, termasuk junta Myanmar, hari ini Senin (19/6/2023).
Undangan yang mulanya dijadwalkan pada Minggu (18/6/2023) itu disebut telah dikirimkan kepada para menlu ASEAN.
Staf Khusus Menlu untuk Diplomasi Kawasan, Ngurah Swajaya mengatakan bahwa Menlu Retno Marsudi diundang pada pertemuan tersebut.
Baca juga: Rohingya Beri Kesaksian atas Kejahatan Myanmar di Pengadilan Argentina
Namun menyampaikan tidak bisa hadir dalam pertemuan tersebut.
"Bu Menlu diberikan undangan dan Bu Menlu telah menjawab undangan tersebut tidak bisa hadir dan itu disampaikan secara in person," kata Ngurah pada konferensi pers di Jakarta, Senin (19/6/2023).
Merespon pertemuan itu, Ngurah mengatakan bahwa Indonesia sebagai ketua ASEAN telah melakukan setidaknya lebih dari 75 engagement atau pendekatan dengan semua pihak di Myanmar, termasuk dengan junta.
Sehingga jika engagement dilakukan hanya dengan salah satu pihak saja, memiliki arti yang tidak sejalan dengan 5 point consensus yang telah menjadi kesepakatan para pemimpin ASEAN.
"Kita tidak memberikan kualifikasi apakah pertemuan ini bertentangan apa tidak. Jadi saya ingin menjelaskan bahwa itu kesepakatan 5 point consensus, karena itu kesepakatan kita semua, kepala negara bersama," ujarnya.
Kemlu RI menegaskan menginisiasi pertemuan informal merupakan hak dari suatu negara.
Akan tetapi, dalam konteks ASEAN, ASEAN memiliki aturan main yang seharusnya dipatuhi oleh semua anggotanya.
"Kalau satu negara melakukan inisiatif, ya silahkan saja, itu hak negara itu. tapi kalau kita bicara dalam konteks Asean, kan kita ada aturan mainnya. Ada 5 point consensus, ada keputusan KTT, itulah yang harus kita perhatikan. Jadi saya kira itu yang ingin saya sampaikan," ujarnya.