Lebih Parah dari Jakarta, New Delhi Kota Polusi Tertinggi di Dunia: Usia Hidup Berkurang 12 Tahun
tingkat usia hidup warga New Delhi potensial berkurang 12 tahun karena kualitas udara yang buruk. Bagaimana dengan Jakarta?
Penulis: Hasiolan Eko P Gultom
Lebih Parah dari Jakarta, New Delhi Kota Polusi Paling Tinggi di Dunia: Usia Hidup Berkurang 12 Tahun
TRIBUNNEWS.COM - Sebuah studi terbaru yang dilakukan Universitas Chicago menjelang KTT G20 di New Delhi menunjukkan bahwa ibu kota India itu adalah kota besar dengan tingkat polusi paling tinggi di dunia.
Tingkat polusi New Delhi dilaporkan 25 kali lebih tinggi dari pedoman WHO.
Penelitian tersebut memperingatkan kalau tingkat usia hidup warga New Delhi potensial berkurang 12 tahun karena kualitas udara yang buruk.
Baca juga: Presiden Ukraina Dendam, Dianggap Pelawak Dagelan: Cerita di Balik Pertemuan Pertama Biden-Zelensky
Laporan bertajuk ‘AQLI 2023’ ini mengidentifikasi India sebagai negara yang menghadapi “beban kesehatan terbesar” akibat polusi udara karena banyaknya orang yang terkena dampak konsentrasi polusi partikulat yang tinggi di udara.
Studi tersebut juga memaparkan kalau di Dataran Utara India, rata-rata penduduk berada dalam pola kehilangan sekitar delapan tahun harapan hidup jika tingkat polusi terus berlanjut.
Wilayah Dataran Utara India, yang merupakan rumah bagi sekitar setengah miliar orang, mencakup negara bagian Bihar, Chandigarh, Haryana, Punjab, Uttar Pradesh, dan Benggala Barat, serta beberapa wilayah persatuan, termasuk Delhi.
Ancaman utama terhadap kesehatan masyarakat, jelas laporan tersebut, berasal dari konsentrasi polusi partikulat di India, yang menyumbang 59,1 persen dari lonjakan polusi di seluruh dunia sejak tahun 2013.
Menurut data satelit tahun 2021 yang baru dan direvisi, polusi di India meningkat secara signifikan antara tahun 2020 dan 2021.
Situasinya sangat buruk di New Delhi, yang memiliki rata-rata polusi partikulat tahunan 25 kali lebih tinggi dibandingkan pedoman yang ditetapkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Rata-rata, studi tersebut menemukan bahwa penduduk negara-negara Asia Selatan yang sangat tercemar seperti Bangladesh, Nepal, India dan Pakistan akan kehilangan sekitar lima tahun hidup mereka karena polusi.
Sebaliknya, masyarakat Amerika hanya akan kehilangan 3,6 bulan usia hidup mereka akibat kualitas udara yang buruk, tambahnya.
"Peningkatan polusi udara di Asia Selatan dikaitkan dengan “industrialisasi, pembangunan ekonomi, dan pertumbuhan penduduk” selama dua dekade terakhir," tulis studi tersebut.
Laporan tersebut juga menyebutkan peningkatan kendaraan dan lalu lintas sebagai faktor penyebab yang signifikan, karena jumlah kendaraan di jalan raya di India meningkat empat kali lipat sejak awal tahun 2000-an.
Di Delhi, pembakaran tunggul pertanian di negara-negara tetangga selama festival Diwali (Oktober-November) dan emisi industri juga dipandang sebagai penyebab utama.
Laporan tersebut juga menyatakan bahwa sangat sedikit negara di Asia dan Afrika yang memiliki “standar kualitas udara” meskipun faktanya dua benua terbesar di dunia “menyumbang 92,7% tahun kehidupan yang hilang akibat polusi.”
Laporan tersebut lebih lanjut memperingatkan bahwa “tanpa tindakan kebijakan yang terpadu, ancaman polusi udara juga akan meningkat.”
New Delhi sering kali masuk dalam daftar ibu kota paling tercemar di dunia dalam beberapa tahun terakhir.
Pemerintah India telah menanggapi masalah ini dengan memperkenalkan serangkaian program yang bertujuan mengurangi tingkat polusi.
Pada tahun 2019, pemerintahan Modi memprakarsai Program Udara Bersih Nasional (NCAP), yang berupaya mengurangi tingkat polusi partikulat pada tahun 2017 antara 20% dan 30% pada tahun 2024.
Program ini diubah pada tahun 2022, dengan tujuan mengurangi tingkat polusi partikulat sebesar 40 % pada tahun 2026 di 131 kota, setidaknya 38 di antaranya berada di wilayah Dataran Utara yang sangat tercemar.
Data yang dirilis oleh Kementerian Lingkungan Hidup, Kehutanan, dan Perubahan Iklim India pada tanggal 23 Mei menunjukkan bahwa konsentrasi partikel di Delhi meningkat selama tahun 2021-22.
Namun, pemerintah mampu mencapai keberhasilan penurunan polusi di kota-kota besar lainnya seperti Mumbai, yang pada periode yang sama mengalami peningkatan sebesar 34% dibandingkan tahun 2017-18.
Dalam upaya untuk mengekang polusi, pemerintah India telah memperketat norma emisi kendaraan, memperkenalkan kereta metro, mengembangkan lebih banyak jalan tol, dan meningkatkan penggunaan kendaraan elektronik.
Jakarta Tidak Kalah Mengancam
Kualitas udara di DKI Jakarta juga tidak kalah menjadi ancaman kesehatan bagi penduduknya.
Pada Rabu (23/8/2023) pagi pekan ini, Jakarta masih masuk kategori tak sehat dengan posisi terburuk keempat di dunia.
Dikutip dari laman IQAir pukul 06.00 WIB, US air quality index (AQI US) atau indeks kualitas udara di Jakarta tercatat di angka 157.
Berdasarkan tingkat polusi, udara DKI Jakarta tergolong tidak sehat pada Rabu pagi ini.
Adapun konsentrasi polutan tertinggi dalam udara DKI Jakarta hari ini PM 2.5.
Konsentrasi tersebut 13,2 kali nilai panduan kualitas udara tahunan World Health Organization (WHO).
Sementara itu, cuaca di Jakarta pada Rabu pagi ini berkabut dengan suhu 25 derajat celsius, kelembapan 78 persen, gerak angin 11,1 km/h, dan tekanan 1011 milibar.
Situs IQAir juga merekomendasikan masyarakat untuk mengenakan masker, menghidupkan penyaring udara, menutup jendela, dan hindari aktivitas outdoor agar terhindar dari udara luar yang kotor.
Adapun negara dengan kualitas udara terburuk pada pagi ini ditempati oleh Dubai, Uni Emirat Arab, dengan indeks 172.
Posisi kedua ditempati Kuwait City, Kuwait, dengan indeks 168, sedangka Baghdad, Irak, di posisi ketiga dengan indeks 159.
(oln/*/RT/Kompas.com)