Etnis Armenia dan Azerbaijan Sepakati Gencatan Senjata di Nagorno-Karabakh yang Ditengahi Rusia
Rusia menengahi konflik etnis Armenia dan Azerbaijan di Nagorno-Karabakh. Keduanya menyepakati gencatan senjata di Nagorno-Karabakh.
Penulis: Yunita Rahmayanti
Editor: Nanda Lusiana Saputri
TRIBUNNEWS.COM - Pasukan etnis-Armenia di Nagorno-Karabakh menerima proposal gencatan senjata yang dibuat oleh pasukan penjaga perdamaian Rusia pada Rabu (19/9/2023) pukul 13.00 waktu setempat.
Gencatan senjata yang ditengahi Rusia itu terjadi hanya sehari setelah Azerbaijan melancarkan operasi militer di Nagorno-Karabakh, wilayah yang disengketakan Armenia dan Azerbaijan.
“Sebuah kesepakatan dicapai mengenai penarikan unit-unit dan prajurit angkatan bersenjata Armenia yang tersisa dari zona penempatan pasukan penjaga perdamaian Rusia, pembubaran dan perlucutan senjata sepenuhnya dari formasi bersenjata tersebut,” katanya dalam sebuah pernyataan.
Kementerian Pertahanan Azerbaijan mengatakan pihaknya setuju untuk menghentikan operasinya, seperti diberitakan RIA Novosti.
Azerbaijan mengatakan para pejabat akan bertemu dengan perwakilan komunitas Armenia di Nagorno-Karabakh pada Kamis (21/9/2023) di kota Yevlakh, Azerbaijan.
Mereka akan membahas masalah reintegrasi berdasarkan konstitusi dan hukum Azerbaijan.
Baca juga: Bentrok Azerbaijan Vs Armenia di Nagorno-Karabakh, Peran Rusia Dipertanyakan
Pemerintah Armenia Tak Terlibat Perjanjian Gencatan Senjata
Kesepakatan gencatan senjata yang ditengahi Rusia itu terjadi antara etnis Armenia yang dianggap sebagai separatis oleh Azerbaijan di Nagorno-Karabakh dan Kementerian Pertahanan Azerbaijan.
Perdana Menteri Armenia, Nikol Pashinyan, mengatakan pemerintahnya tidak berperan dalam menengahi perjanjian tersebut.
Dalam pidatonya di televisi, Pashinyan mengatakan teks perjanjian tersebut secara keliru menyebutkan Angkatan Bersenjata Armenia.
Padahal, menurutnya, Armenia tidak mempertahankan kehadiran militer apa pun di Nagorno-Karabakh.
Ia juga menegaskan, pasukan penjaga perdamaian Rusia memiliki tanggung jawab penuh atas keselamatan penduduk setempat.
“Armenia belum memiliki tentara di Nagorno-Karabakh sejak Agustus 2021. Namun bagaimanapun, kami mencatat pernyataan ini dan otoritas Nagorno-Karabakh telah menerimanya,” kata Nikol Pashinyan, dikutip dari CNN Internasional.
Kementerian luar negeri Armenia menolak klaim Azerbaijan yang mengatakan pasukannya mendapat “penembakan sistematis” dari angkatan bersenjata Armenia.
Ia mengatakan Armenia hanya memberikan bantuan “kemanusiaan” ke Nagorno-Karabakh, bukan bantuan militer.
Operasi Militer Azerbaijan di Nagorno-Karabakh
Baca juga: Armenia Minta AS Campur Tangan Hadapi Peperangan dengan Azerbaijan
Sebelumnya pada Selasa (18/9/2023), Azerbaijan memulai kampanye “anti-teroris” melawan pasukan separatis Armenia di Nagorno-Karabakh.
Para pejabat Karabakh mengatakan sedikitnya 32 orang tewas dan 200 lainnya luka-luka, dikutip dari BBC Internasional.
Kepresidenan Nagorno-Karabakh mengatakan pasukannya kalah jumlah beberapa kali lipat ketika berusaha mempertahankan wilayahnya dari pasukan Azerbaijan pada Selasa (18/9/2023).
“Sayangnya, Tentara Pertahanan juga mengalami korban jiwa, sementara di beberapa bagian musuh berhasil menembus pos terdepan Tentara Pertahanan, merebut beberapa ketinggian dan persimpangan jalan yang strategis,” katanya.
“Dalam situasi saat ini, tindakan komunitas internasional untuk mengakhiri perang dan menyelesaikan situasi tidaklah cukup. Dengan mempertimbangkan hal ini, pihak berwenang Republik Artsakh menerima usulan komando kontingen penjaga perdamaian Rusia mengenai gencatan senjata,” kata Kantor Kepresidenan Nagorno-Karabakh, menurut Armenpress.
Konflik Armenia Vs Azerbaijan di Nagorno-Karabakh
Baca juga: Cari Sekutu Baru, Armenia Cueki Peringatan Rusia: Latihan Tempur Bareng Militer AS Dimulai
Nagorno-Karabakh adalah wilayah perbatasan Armenia dan Azerbaijan.
Wilayah Nagorno-Karabakh termasuk dalam wilayah Azerbaijan namun mayoritas penduduknya adalah etnis Armenia.
Konflik etnis dan perebutan tanah Nagorno-Karabakh berlangsung sebelum kedua negara tersebut bergabung dengan Uni Soviet pada tahun 1920-an.
Di tengah pembubaran Uni Soviet pada tahun 1991, ketika Armenia dan Azerbaijan memperoleh status kenegaraan, Nagorno-Karabakh secara resmi mendeklarasikan kemerdekaan.
Perebutan wilayah Nagorno-Karabakh terus berlanjut.
Pada 1994 Rusia menjadi penengah melalui Protokol Bishkek, yang menjadikan Nagorno-Karabakh independen secara de facto.
Protokol itu tetap berlaku hingga tahun 2020 ketika perang terjadi selama 44 hari antara Armenia dan Azerbaijan.
Rusia kembali menengahi konflik melalui pasukan penjaga perdamaian di Nagorno-Karabakh pada tahun 2020.
(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)
Berita lain terkait Armenia dan Azerbaijan