8 Pejabat Ditangkap Terkait Banjir Libya yang Tewaskan Ribuan Orang
8 pejabat ditangkap terkait bencana banjir Libya yang tewaskan ribuan orang. Wali Kota Derna Abdulmenam al-Ghaithi juga dimintai keterangan.
Penulis: Andari Wulan Nugrahani
Editor: Garudea Prabawati
TRIBUNNEWS.COM - Delapan pejabat dan mantan pejabat ditangkap terkait bencana banjir Libya yang menewaskan ribuan orang, Senin (25/9/2023) lapor Ap News.
Dalam sebuah pernyataan, Kantor Jaksa Agung Al-Siddiq Al-Sour mengatakan bahwa pada Minggu (24/9/2023), jaksa telah menginterogasi tujuh mantan dan pejabat di Otoritas Sumber Daya Air dan Otoritas Pengelolaan Bendungan atas tuduhan bahwa salah urus, kelalaian dan kesalahan berkontribusi terhadap bencana tersebut.
Wali Kota Derna Abdulmenam al-Ghaithi, yang dipecat setelah bencana tersebut, juga ditanyai, kata pernyataan itu.
Para pejabat yang diinterogasi tidak memberikan bukti yang dapat menghindarkan mereka dari kemungkinan dakwaan.
Jaksa memerintahkan mereka dipenjara sambil menunggu penyelidikan selesai.
Ada delapan pejabat lainnya akan dipanggil untuk dimintai keterangan.
Baca juga: Banjir Libya, Rumah Wali Kota Derna Dibakar Pengunjuk Rasa
Perserikatan Bangsa-Bangsa menyatakan bahwa sedikitnya 3.958 orang tewas di seluruh Libya akibat banjir.
Bulan lalu, dua bendungan di dekat kota Derna, Libya hancur akibat hujan lebat saat negara itu dilanda Badai Daniel pada Senin (11/9/2023)
Saat satu bendungan jebol, bendungan kedua pasti kewalahan menampung beban air.
Bendungan pertama memiliki tinggi sekira 70 meter, lapor Al Jazeera.
Minggu lalu, Al-Sour mengatakan dua bendungan di hulu Derna telah retak sejak tahun 1998.
Perbaikan dimulai oleh sebuah perusahaan Turki pada tahun 2010.
Tapi perbaikan terhenti setelah beberapa bulan karena ada pemberontakan di Libya.
Perbaikan itu pun tidak pernah dilanjutkan lagi.
Jaksa penuntut berjanji untuk mengambil tindakan tegas terhadap mereka yang bertanggung jawab.
Menurut kantor jaksa, penyelidikan difokuskan pada kontrak pemeliharaan bendungan yang dicapai antara perusahaan Turki dan departemen air Libya.
Negara kaya minyak di Afrika Utara ini berada dalam kekacauan sejak tahun 2011.
Penyelidikan ini mungkin menghadapi tantangan besar karena perpecahan politik di Libya.
Baca juga: Mesir Siapkan Kapal Induk untuk Bantu Korban Banjir di Libya
Rumah Wali Kota Derna Dibakar Pengunjuk Rasa
Diberitakan sebelumnya, rumah wali kota di kota Derna, Libya telah terbakar habis oleh pengunjuk rasa.
"Rumah Wali Kota Derna, Abdulmenam al-Ghaithi, telah menjadi pusat kemarahan masyarakat," lapor BBC.
Ratusan orang menuntut jawaban atas bencana banjir yang terjadi pekan lalu.
Demonstran berkumpul pada Senin (18/9/2023) malam di Masjid Sahaba.
Mereka menuntut agar pejabat tinggi di pemerintahan timur Libya diberhentikan.
Kini, seluruh dewan kota Derna pun telah dibubarkan.
Unjuk rasa ini adalah yang terbesar sejak banjir melanda, dan ada dugaan bahwa aksi ini mendapat dukungan institusional.
“Lokasi protes, Masjid Sahaba, biasanya ditutup sebagai bagian dari area pengungsian," Claudia Gazzini dari International Crisis Group di Libya mengatakan kepada BBC Newsday.
"Tiba-tiba semua masyarakat ke sana," imbuhnya.
Koresponden BBC menyebut, bisa saja aksi protes ini bukan ledakan kemarahan yang spontan.
Warga mengaku pejabat tidak menyampaikan peringatan terkait bencana ini dan mengklaim mereka pasti sudah mengetahui akan terjadi curah hujan dalam jumlah besar.
Bahkan warga diperingatkan untuk tinggal di rumah, tetapi tidak disuruh mengungsi.
Para pejabat menyangkal hal ini.
Baca juga: PBB Peringatkan Wabah Penyakit Menjadi Krisis Lanjutan setelah Banjir di Libya
Dua Pemerintahan di Libya
Sejak tergulingnya pemimpin lama Muammar Gaddafi, Libya terpecah oleh perebutan kekuasaan.
Saat ini Libya memiliki dua pemerintahan.
Satu pemerintahan yang diakui PBB yang berbasis di Tripoli.
Satunya lagi berada di timur negara itu yang didukung oleh panglima perang Jenderal Khalifa Haftar.
(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani)