Rubel Mulai Ambruk Dihajar Dolar AS, Tembus Angka 100, Rusia Kebanyakan Impor Ketimbang Ekspor
Rubel terus melemah di tengah tanda-tanda bahwa perekonomian negara tersebut menghadapi pertumbuhan yang lebih lambat dan inflasi yang lebih tinggi
Penulis: Hasiolan Eko P Gultom
Rubel Mulai Ambruk Dihajar Dolar AS, Tembus Angka 100, Rusia Kebanyakan Impor Ketimbang Ekspor
TRIBUNNEWS.COM - Mata uang Rusia, Rubel sempat turun melewati angka 100 terhadap dolar pada Selasa (3/10/2023).
Rubel terus melemah di tengah tanda-tanda bahwa perekonomian negara tersebut menghadapi pertumbuhan yang lebih lambat dan inflasi yang lebih tinggi di tengah perang di Ukraina.
Batasan psikologis sebesar 100 terhadap dolar dilaporkan meningkatkan prospek melemahnya daya beli masyarakat Rusia, yang terpaksa membayar lebih untuk barang-barang impor.
Baca juga: Data Forbes: Bisnis Barat Masih Jajah Pasar Rusia di Tengah Perang Ukraina, Tiongkok Berjaya
Rubel sempat jatuh ke level 150 terhadap dolar setelah pecahnya perang tahun lalu.
Rubel akhirnya pulih berkat kontrol modal yang diberlakukan oleh Bank Sentral Rusia untuk mengatasi dampak sanksi Barat.
Namun nilai mata uang tersebut kembali merosot dalam beberapa bulan terakhir, lantaran Rusia mengimpor lebih banyak dan mengekspor lebih sedikit.
Gubernur Bank Sentral Rusia Elvira Nabiullina bulan lalu memperingatkan bahwa pertumbuhan akan melambat pada tahun 2023 ini dan memasuki tahun 2024.
Baca juga: Rusia Bikin Pening Uni Eropa, BP-Shell-Total dan Ratusan Perusahaan Barat Rugi Rp 1.674 Triliun
Pada Agustus, Bank Sentral Rusia menaikkan suku bunga acuannya menjadi 13 persen dalam upaya untuk menopang mata uang Rubel dan melawan inflasi, yang masih di atas target 4 persen.
Rencana peningkatan belanja pertahanan secara besar-besaran yang diumumkan pekan lalu juga telah memicu kekhawatiran mengenai keuangan pemerintah.
Hal itu lantaran pendapatan minyak dan gas terus terkena dampak sanksi.
Presiden Vladimir Putin baru-baru ini memerintahkan pemerintah dan Bank Sentral untuk mengambil langkah-langkah untuk menstabilkan mata uang, dengan mengatakan bahwa kelemahan mata uang adalah penyebab utama kenaikan harga konsumen.
Rusia juga berencana untuk memotong diskon terhadap harga minyak dan gas bumi kepada para pelanggan setia mereka, China dan India untuk meningkatkan pendapatan negara.
Baca juga: NATO Bisa Puyeng, Rusia Galak Soal Minyak, Bidik Rp 1.841 T Saat Kurangi Diskon Minyak per Barel
(oln/tmt/RT)