Organisasi Medis di Gaza Sebut Semua Pasien yang Mereka Tangani 24 Jam Terakhir adalah Anak-anak
Organisasi kemanusiaan medis di Gaza, Doctors Without Borders, mengatakan 100% pasien yang mereka rawat dalam 24 jam terakhir adalah anak-anak.
Penulis: Tiara Shelavie
Editor: Endra Kurniawan
TRIBUNNEWS.COM - Dua hari setelah Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant mendeklarasikan "pengepungan total" terhadap Gaza, para dokter dan organisasi bantuan di wilayah Palestina mengatakan mayoritas pasien mereka adalah anak-anak dalam 24 jam terakhir.
Organisasi kemanusiaan medis independen Doctors Without Borders mengatakan kepada Insider bahwa, pada hari Rabu (11/10/2023), 100 persen pasien mereka adalah anak-anak.
“Hari ini, semua pasien yang kami terima di klinik kami di Kota Gaza adalah anak-anak berusia antara 10 dan 14 tahun,” kata Ayman Al-Djaroucha, wakil koordinator proyek Doctors Without Borders di Gaza, pada hari Rabu.
“Hal ini karena mayoritas korban luka di Gaza adalah perempuan dan anak-anak."
"Karena merekalah yang paling sering berada di rumah-rumah yang hancur yang terkena serangan udara.”
Israel melancarkan serangan balasan di Jalur Gaza setelah Hamas, kelompok militan Palestina, melancarkan serangan mendadak ke Israel selatan, Sabtu (7/10/2023).
Baca juga: Pasien Membludak, Rumah Sakit Palestina Alami Krisis saat Israel Bombardir Gaza
Serangan itu juga mengejutkan sebagian besar warga Palestina di Jalur Gaza.
Serangan udara Israel meratakan blok pemukiman, termasuk gedung apartemen, sekolah, dan rumah sakit.
Israel juga dilaporkan bersiap untuk melakukan invasi darat dalam waktu dekat.
Gaza adalah daerah padat penduduk di mana sekitar 2,3 juta warga Palestina tinggal.
Sejak Hamas mengalahkan partai sekuler Fatah Palestina dalam pemilihan lokal pada tahun 2006, Israel dan Mesir melakukan blokade, yakni membatasi pergerakan barang dan juga orang-orang.
Jalur Gaza dikelilingi oleh tembok dan kawat berduri serta dijaga oleh Mesir dan Israel.
Setelah serangan Hamas pada hari Sabtu, Israel mengatakan pihaknya menghentikan sepenuhnya pengiriman makanan, air, listrik, dan bahan bakar.
Blokade tersebut adalah salah satu kekhawatiran terbesar bagi staf Doctors Without Borders, kata Brienne Prusak, juru bicara organisasi tersebut, kepada Insider.