Cerita Jurnalis Palestina di Israel yang Diintimidasi dan Diancam, Ada yang Ditodong Senjata
Jurnalis dari setidaknya tiga outlet berita mengatakan mereka diinterogasi polisi Israel, sementara yang lain menghadapi tekanan dan penolakan.
Penulis: Tiara Shelavie
Editor: Nuryanti
TRIBUNNEWS.COM - Jurnalis Palestina di Israel mengaku mendapat intimidasi dan gangguan sejak perang meletus pada 7 Oktober 2023.
Dilaporkan NBC News, pihak berwenang Israel telah menindak siaran, laporan, dan postingan media sosial yang mereka anggap sebagai ancaman terhadap keamanan nasional.
Kelompok kebebasan pers dan hak asasi manusia mengatakan tindakan otoritas Israel ini menghambat kebebasan berbicara.
Dalia Nammari, jurnalis Russia Today, mengatakan dia didatangi oleh polisi bersenjata saat sedang meliput laporan langsung di Israel selatan pada 16 Oktober.
Nammari dan kru kameranya berhenti di pinggir jalan di kawasan pertanian.
“Satu mobil polisi berhenti, mengambil kartu identitas kami,” katanya kepada NBC News.
Baca juga: Israel Tuduh 4 Media Barat, Sebut Jurnalis Menyusup di antara Hamas
"Pasukan polisi militer lainnya langsung berdatangan, enam atau tujuh pria bersenjata dengan senapan, peluru tajam dan amunisi."
"Mereka mengepung saya dan juru kamera."
Nammari mengatakan dia mencoba menelepon juru bicara polisi tetapi disuruh memasukkan handphone-nya lagi.
“Seorang tentara menekan pelatuk senjatanya dan meminta saya untuk tidak berbicara."
"Untuk pertama kalinya dalam 14 tahun saya bekerja sebagai jurnalis, saya merasakan ancaman langsung terhadap hidup saya,” katanya.
Polisi itu pergi setelah memeriksa identitas mereka, yang memakan waktu sekitar 10 menit.
Polisi memperingatkan Nammari dan juru kameranya akan ditangkap jika mereka terlihat lagi di daerah tersebut, katanya.
Jurnalis Lainnya
Jurnalis Palestina dari beberapa media lain, termasuk Sky News Arabia dan BBC, juga melaporkan menghadapi tekanan dari pejabat Israel.
Menurut BBC, salah satu kru outlet tersebut yang berbahasa Arab diserang dan ditodong senjata oleh polisi Israel pada 12 Oktober.
Baca juga: Jurnalis Palestina Mohammad Abu Hasira Tewas dalam Serangan Israel di Gaza
Polisi Israel mengatakan kepada BBC dalam sebuah pernyataan bahwa petugas itu ditugaskan untk menghentikan dan menggeledah kendaraan mencurigakan dan penumpangnya.
Beberapa pemimpin Israel juga secara terbuka menunjukkan dukungannya terhadap penindasan jurnalis Palestina.
Dalam sebuah postingan di X pada hari Kamis, anggota Knesset Danny Danon mengatakan Israel akan “memburu” jurnalis foto Palestina yang datang ke Israel bersama dengan para militan pada 7 Oktober lalu.
Pernyataan itu muncul setelah kelompok advokasi media pro-Israel, Honest Reporting, mempertanyakan apakah ada beberapa fotografer yang mendapatkan informasi sebelumnya tentang serangan itu dan mengoordinasikan liputan dengan Hamas.
Namun, media yang mempekerjakan jurnalis foto tersebut menolak keras klaim tersebut.
Associated Press dan Reuters masing-masing mengatakan foto-foto yang mereka beli dari para pekerja lepas diambil jauh setelah dimulainya serangan Hamas.
The New York Times mengatakan tuduhan Honest Reporting tidak benar, keterlaluan dan menempatkan jurnalis di Israel dan Gaza dalam bahaya.
Direktur eksekutif Honest Reporting kemudian mengatakan kepada Reuters bahwa pihaknya hanya bertanya, dan tanggapan mereka cukup melegakan.
Associated Press dan CNN telah memutuskan hubungan dengan salah satu jurnalis foto itu.
Sementara itu Honest Reporting memposting foto fotografer tersebut yang menerima kecupan dari seorang pemimpin Hamas.
Baca juga: Rumah Sakit di Gaza Gelap Gulita akibat Serangan Israel, Netanyahu Masih Menolak Gencatan Senjata
Pada awal perang, media Israel melaporkan bahwa pemerintahnya menyetujui undang-undang yang mengizinkan penutupan sementara saluran berita asing yang dianggap mengancam keamanan nasional.
Bulan lalu, laporan dari Reuters, Times of Israel dan lainnya menyatakan bahwa menteri komunikasi Israel, Shlomo Karhi, berencana untuk menargetkan jaringan berita Al Jazeera.
Namun belum ada keputusan yang diambil mengenai apakah akan menutup operasi outlet tersebut di Israel.
Federasi Jurnalis Internasional, sebuah konfederasi serikat pekerja jurnalisme yang berbasis di Belgia yang mengadvokasi kebebasan pers dan hak-hak jurnalis, telah menyerukan penyelidikan terhadap kekerasan terhadap jurnalis di Israel.
“Kami memperingatkan mengenai iklim intimidasi yang dihadapi oleh jurnalis dan pekerja media di Israel, yang semakin memburuk sejak perang di Gaza dimulai,” kata Anthony Bellanger, sekretaris jenderal kelompok tersebut, dalam sebuah pernyataan.
Tantangan bagi jurnalis Palestina di Israel muncul di tengah ancaman yang lebih mengerikan, seiring dengan terus meningkatnya jumlah korban tewas di kalangan jurnalis di wilayah tersebut.
Menurut pengawas kebebasan pers yang berbasis di Paris, Reporters Without Borders, setidaknya 41 jurnalis telah terbunuh pada bulan pertama perang.
36 jurnalis terbunuh di Gaza akibat serangan udara Israel, 4 di Israel ketika Hamas menyerang pada 7 Oktober, dan satu jurnalis video di Lebanon selatan.
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)