2 RS di Gaza Berhenti Beroperasi, WHO: Seharusnya Tempat Berlindung, Berubah Jadi Tempat Kematian
Rumah Sakit Al-Shifa di Jalur Gaza tidak lagi beroperasi sebagai fasilitas medis.
Penulis: Nuryanti
Editor: Nanda Lusiana Saputri
TRIBUNNEWS.COM - Dua rumah sakit terbesar di Gaza telah berhenti beroperasi dan menerima pasien baru, Minggu (12/11/2023).
Penghentian layanan operasi itu karena pemboman Israel dan kekurangan obat-obatan dan bahan bakar di tengah meningkatnya kematian pasien dan staf medis.
Al-Shifa dan Al-Quds merupakan dua rumah sakit terbesar di Gaza.
Kedua rumah sakit itu menghentikan operasi setelah Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyerukan gencatan senjata segera untuk mencegah meningkatnya kematian.
Seorang ahli bedah saraf yang bekerja di Rumah Sakit Al-Shifa, Dr Nidal Abu Hadrous, mengatakan pasien dan staf menghadapi situasi 'bencana' tanpa listrik atau air dan tidak ada jalan keluar yang aman.
“Ini tidak bisa bertahan lama."
"Diperlukan intervensi segera untuk menyelamatkan staf dan pasien,” ujar Abu Hadrous kepada Al Jazeera, Minggu.
Baca juga: Perbatasan Rafah Dibuka Kembali, Ratusan Orang Tinggalkan Gaza
Terpisah, Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus, mengatakan situasi di Rumah Sakit Al-Shifa mengerikan dan berbahaya.
“Dunia tidak bisa berdiam diri sementara rumah sakit, yang seharusnya menjadi tempat berlindung yang aman, berubah menjadi tempat kematian, kehancuran, dan keputusasaan,” ungkapnya dalam sebuah unggahan di X.
Tedros Adhanom Ghebreyesus menyebut Rumah Sakit Al-Shifa tidak berfungsi sebagai rumah sakit lagi.
Menurutnya, Rumah Sakit Al-Shifa di Jalur Gaza tidak lagi beroperasi sebagai fasilitas medis, dengan alasan meningkatnya jumlah kematian pasien.
Diberitakan Anadolu Agency, WHO menyoroti selama tiga hari terakhir, fasilitas tersebut kekurangan listrik dan air serta konektivitas internet yang buruk.
Sehingga, hal itu sangat menghambat kemampuan rumah sakit memberikan perawatan penting.
Baca juga: Erdogan Sebut DK PBB Tak Berguna, Buta saat Israel Bunuh 11.100 Warga Palestina di Gaza
WHO mengungkapkan, jumlah pasien yang meninggal telah meningkat secara signifikan.