FSB Wajibkan Puluhan Ribu Warga Ukraina di Wilayah Pendudukan Perang Lawan Negara Mereka Sendiri
Dinas Keamanan Rusia (FSB) mewajibkan seorang pelajar Ukraina, Yevhen Kalashnikov dari wilayah pendudukan untuk berperang melawan negaranya sendiri.
Penulis: Andari Wulan Nugrahani
Editor: Tiara Shelavie
TRIBUNNEWS.COM - Dinas Keamanan Rusia (FSB) mewajibkan warga Ukraina dari wilayah pendudukan untuk berperang melawan negaranya sendiri.
Rusia dilaporkan mewajibkan puluhan ribu warga Ukraina di wilayah pendudukan, seperti Donetsk dan Luhansk untuk berperang melawan negara mereka sendiri.
Banyak dari mereka diyakini tewas dalam aksi tersebut.
Moskow diklaim menggunakan orang-orang ini sebagai umpan meriam untuk mengungkap posisi artileri Ukraina dan untuk melindungi unit yang direkrut di Rusia.
Salah satu warga Ukraina yang mengaku dipaksa wajib militer yakni Yevhen Kalashnikov.
Kalashnikov masih menyandang status sebagai pelajar di Ukraina.
Pemuda itu berasal dari Novoazovsk di Oblast Donetsk, sebuah kota di bawah kendali Moskow sejak 2014.
Baca juga: Sikap Calon Panglima TNI Agus Subiyanto soal Konflik Rusia-Ukraina dan Palestina vs Israel
Menurut ceritanya, Kalashnikov dikerahkan ke garis depan pada Desember 2022 kemarin.
"Saya tidak pernah berencana untuk berperang melawan Ukraina. Ini adalah negara saya," kata Kalashnikov.
"Ketika saya terlibat dengan ini (perang), saya sudah menyusun rencana untuk menyerah dan membuktikan bahwa saya tidak bersalah," ungkapnya kepada Kyiv Independent.
Saat ini, ia masih menjadi tawanan perang di Ukraina barat dan belum jelas kapan Kalashnikov akan dibebaskan.
Kalashnikov menyerah kepada pasukan Ukraina pada April 2023 kemarin, kemudian ditempatkan di tahanan perang.
Di kamp itu, ia tidak sendiri.
Ada warga Ukraina lainnya dari Luhansk yang telah dipaksa wajib militer dan berada di kamp itu selama lebih dari setahun.
Sebenarnya, tawanan perang Rusia punya kesempatan untuk ditukar.
Tapi berdasarkan hukum Ukraina, warga Ukraina yang menjalani wajib militer untuk Rusia dan ditangkap, dapat menghadapai hukuman penjara dan dituntut pengkhianatan tingkat tinggi.
Bahkan membuktikan mereka menjalani wajib militer secara terpaksa pun bisa saja mustahil.
"Sulit menyatakan seseorang akan (dipaksa) wajib militer jika mereka aktif terlibat dalam pertempuran selama berbulan-bulan tanpa berusaha kabur atau menyerah," kata Direktur Advokasi di Pusat Hak Asasi Manusia ZMINA Ukraina, Alyona Lunova kepada Kyiv Independent.
Baca juga: Update Perang Rusia-Ukraina Hari ke-628: Pasukan Rusia Coba Rebut Kembali Wilayah di Sekitar Bakhmut
Hukuman Penjara Puluhan Tahun
Beberapa tawanan perang di Ukraina barat itu dijatuhi hukuman 10 hingga 12 tahun penjara.
Banyak yang didakwa melakukan pengkhianatan dan sedang menunggu persidangan untuk menentukan nasib mereka.
Tepat sebelum invasi skala penuh pada 24 Februari 2022, Rusia telah mendirikan pos-pos pendaftaran wajib militer di wilayah pendudukan.
Ada cerita lain dari tawanan perang bernama Oleksandr, ia menolak menyebutkan nama belakangnya.
Pada akhir Februari 2022, Oleksandr menerima panggilan telepon yang berisi pemberitahuan untuk mendaftar militer Rusia di sebuah univesitas lokal yang dikuasai Rusia.
Meski tidak berpengalaman dengan senjata api, guru bahasa Inggris itu nekat menandatangani dokumen yang mengirimnya ke garis depan tanpa pelatihan dan peralatan yang memadai.
Ia berada di medan perang sebulan kemudian.
"Saya tidak punya pilihan lain," kata Oleksandr kepada Kyiv Independent di salah satu kantor kamp tawanan perang, berbicara dalam bahasa Inggris.
Pada awal musim panas 2022, Oleksandr kembali dikerahkan bersama unit Rusianya ke Oblast Kharkiv.
Saat bertugas di sana, ia ditangkp pada hari ketiga serangan balasan Ukraina yang akhirnya membebaskan wilayah tersebut pada September.
Baca juga: NATO: Kemenangan Rusia di Perang Ukraina adalah Tragedi bagi Kami
Setelah dilakukan penyelidikan, pengadilan Ukraina menjatuhkan hukuman 12 tahun penjara kepada Oleksandr dengan penyitaan aset atas tuduhan makar.
Ketika ditanya apakah dia mencoba menghubungi hotline penyerahan diri, Oleksandr menyebut tindakan tersebut sebagai "pengkhianatan".
"Jika saya setuju menjadi tentara (di tentara Rusia), saya harus melanjutkan," katanya sambil menambahkan bahwa dia ingin ditukar.
Hotline penyerahan diri Ukraina
Ukraina selangkah lebih cepat dengan membangun hotline penyerahan diri ketika Rusia mendeklarasikan mobilisasi parsial pada September lalu.
Sejak hari ketiga invasi besar-besaran, gagasan mekanisme penyerahan diri mulai berlaku.
Para pembela hak asasi manusia menyarankan opsi penyerahan diri bagi rekan senegaranya yang wajib militer secara paksa.
Ketika seorang tentara, perwira, atau warga sipil yang akan direkrut oleh tentara Rusia menghubungi hotline Ukraina di WhatsApp, Telegram, atau chatbot, hotline penyerahan diri akan melakukan registrasi cepat.
Sejak hotline diluncurkan, setiap dua hari, satu prajurit menyerah melalui hotline tersebut.
Baca juga: Ukraina Rilis Video Detik-detik Kapal Pendarat Rusia di Krimea Dihantam Drone
Sejauh ini 215 permintaan telah diproses dan lebih dari 800 permintaan sedang diproses.
Cara terbaik bagi tentara untuk menyerah adalah dengan memberitahukan lokasi di mana mereka akan ditempatkan di Ukraina sebelum ditempatkan.
Begitu mereka tiba, mereka menghubungi hotline untuk mengonfirmasi lokasi mereka.
Setelah verifikasi, militer Ukraina mengirimkan rencana pelarian kepada prajurit tersebut untuk menyerah.
*) Disclaimer:
Kyiv Independent mengunjungi sebuah kamp tawanan perang yang lokasinya dirahasiaan dengan alasan keamanan.
Media lokal Ukraina telah mendapat persetujuan rekaman suara dari para tawanan perang untuk diwawancara dan dimuat dalam berita.
(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani)