Kondisi Warga Palestina di Pengungsian: Rata-rata 1 Toilet untuk 160 Orang, Wabah Penyakit Meningkat
Warga Palestina menghadapi kondisi menyedihkan di tempat penampungan mereka. Rata-rata hanya ada satu toilet untuk 160 orang.
Penulis: Tiara Shelavie
Editor: Wahyu Gilang Putranto
TRIBUNNEWS.COM - Jumlah warga Palestina di Gaza yang terpaksa mengungsi dari rumah mereka telah meningkat menjadi sekitar 1,7 juta pada 19 November 2023, menurut laporan terbaru dari PBB minggu ini.
Jumlah tersebut mewakili lebih dari tiga perempat penduduk Gaza.
Dilansir truthout.org, tempat penampungan Badan Bantuan dan Pekerjaan PBB (UNRWA), yang menampung 930.000 orang di seluruh Gaza, sangat penuh sesak.
Selain itu, terjadi peningkatan penyakit kulit sebesar 35 persen dan peningkatan kasus diare sebesar 40 persen selama dua minggu terakhir, lapor badan tersebut.
Penyebaran penyakit ini disebabkan oleh kondisi yang tidak sehat, kata UNRWA.
Rata-rata hanya ada satu unit kamar mandi per 700 orang, dan satu toilet untuk setiap 160 orang di tempat penampungan.
Baca juga: Israel Serang Sekolah di Kamp Pengungsi Jabalia, Puluhan Orang Tewas, Termasuk Anak-anak
Jumlah ini sangat bervariasi berdasarkan lokasi.
Di salah satu bekas pangkalan logistik di Rafah, yang kini berubah menjadi tempat penampungan yang menampung lebih dari 8.000 orang, terdapat 400 orang yang berbagi satu toilet.
Sekretaris Jenderal PBB António Guterres mengecam krisis kemanusiaan di kawasan tersebut.
“Kami menyaksikan pembunuhan warga sipil yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam konflik apa pun sejak saya menjabat Sekretaris Jenderal,” kata Guterres pada konferensi pers pada hari Senin.
Organisasi hak asasi manusia dan pakar telah memperingatkan bahwa Israel akan melakukan pembersihan etnis di Gaza.
Jumlah korban tewas warga Palestina di Gaza sudah mencapai setidaknya 14.128 orang, menurut pemerintah Palestina.
Jumlah itu termasuk sedikit 5.600 anak-anak.
Sementara itu, 30.000 orang terluka, karena sistem kesehatan hampir lumpuh total.
Hanya seperempat rumah sakit di wilayah tersebut yang masih berfungsi dan hanya 9 dari 22 pusat kesehatan UNRWA yang masih beroperasi.
Tetapi kapasitas bantuan UNRWA telah berkurang drastis di tengah blokade Israel, kata badan tersebut.
Baca juga: Fakta Tahanan Anak-anak di Israel: Kerap Alami Kekerasan hingga Diadili di Pengadilan Militer
Lebih dari 100 pekerja UNRWA juga telah terbunuh.
Pihak berwenang Israel telah mengizinkan masuknya bahan bakar ke wilayah tersebut yang menurut UNRWA hanya akan memenuhi sebagian kecil dari kebutuhan sehari-hari.
Sementara itu, limbah membanjiri sebagian wilayah Gaza karena tidak dapat dibuang.
Ditambah lagi akses terhadap air minum bersih telah terputus sepertiganya.
Ada juga kekurangan pangan yang parah, dan stok pangan berisiko habis dalam seminggu.
Krisis Air Bersih
Air merupakan kebutuhan yang sangat mendesak.
Menurut laporan organisasi amal Oxfam yang dirilis hari Jumat (17/11/2023), jumlah air yang tersedia bagi orang-orang yang terjebak di Gaza hanya 17 persen dari jumlah sebelum pengepungan.
Bahan bakar yang terbatas membuat pengolahan, pemompaan, dan distribusi air menjadi tidak mungkin dilakukan.
Semua air, bahan bakar dan makanan ke Gaza terputus akibat pengepungan yang dilakukan pemerintah Israel sejak 9 Oktober.
Baca juga: PM Israel Benjamin Netanyahu: Perang di Gaza Setop 4 Hari Saat Hamas Lepas 50 Sandera
Standar internasional untuk air per orang untuk memenuhi kebutuhan dasar adalah 15 liter sehari atau sekitar 4 galon.
Saat ini, Oxfam menemukan bahwa banyak orang di Gaza memiliki akses terhadap air kurang dari satu galon per hari per orang.
Sementara itu jumlah air yang disalurkan oleh truk bantuan ke Gaza melalui penyeberangan Rafah antara tanggal 21 Oktober dan 12 November setara dengan kurang dari setengah galon per orang per hari.
Tidak ada bantuan yang masuk melalui penyeberangan Rafah sejak 14 November, Oxfam melaporkan.
“Airnya menjijikkan, kebanyakan orang harus minum air payau dari sumur,” kata seorang staf Oxfam di Gaza.
“Tidak ada listrik, jadi kami harus mengisi ember dan membawanya ke tangki atap. Seluruh keluarga kami menderita diare.”
Presiden dan CEO Oxfam America Abby Maxman mengatakan bahwa blokade Israel terhadap pasokan seperti makanan, air, listrik dan bahan bakar melanggar hukum internasional.
Ketika warga Palestina di Gaza menghadapi pengungsian massal dan kesulitan ekstrem dalam memenuhi kebutuhan dasar manusia, mereka juga menghadapi pemboman oleh pasukan Israel dan tidak adanya tempat yang aman untuk berlindung dari penembakan.
Pada hari Selasa (21/11/2023), pasukan Israel menembaki Rumah Sakit al-Awda di Jabalia, menewaskan tiga dokter dan melukai parah staf rumah sakit lainnya.
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)