Cegah Kekerasan Israel-Palestina Terus Berulang, PM Spanyol Desak Resolusi 2 Negara
Perdana Menteri Spanyol Pedro Sanchez mendesak penerapan solusi 2 negara untuk Israel dan Palestina sesuai mandat PBB tahun 1947.
Penulis: Yunita Rahmayanti
Editor: Nanda Lusiana Saputri
TRIBUNNEWS.COM - Perdana Menteri Spanyol, Pedro Sanchez, menyerukan pembentukan negara Palestina yang layak saat bertemu dengan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, di Yerusalem pada Kamis (23/11/2023).
Pedro Sanchez mengusulkan diadakannya konferensi perdamaian internasional untuk mengakhiri kekerasan antara Israel dan Palestina.
Menurutnya, kekerasan tersebut dapat menjadi siklus berulang jika tidak dilakukan upaya perdamaian.
"Saat ini, lebih dari sebelumnya, kita perlu mengembalikan prospek perdamaian yang serius dan kredibel," kata Pedro Sanchez dalam konferensi pers setelah bertemu Netanyahu.
"Tanpa penyelesaian politik, kita akan kembali mengalami siklus kekerasan yang tidak pernah berakhir," tambahnya, dikutip dari Al Jazeera.
Meski Pedro Sanchez mendukung Israel untuk menyerang Hamas, ia mengatakan jumlah kematian warga Palestina di Jalur Gaza akibat pemboman Israel benar-benar mengejutkan.
Baca juga: 12 Fakta Gencatan Senjata Israel-Hamas, Tukar Tawanan hingga Larangan Rayakan Pembebasan
Untuk mewujudkan upayanya, Pedro Sanchez mengajak rekan-rekan yang tidak disebutkan namanya untuk mengadakan konferensi perdamaian internasional.
Pedro Sanchez mengatakan Uni Eropa, Liga Arab dan Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) semuanya mendukung gagasannya.
"Adalah kepentingan Israel untuk mengupayakan perdamaian dan saat ini perdamaian berarti pembentukan negara Palestina yang mencakup Tepi Barat, Jalur Gaza dan Yerusalem Timur, sesuai resolusi PBB," katanya.
Selain bertemu Netanyahu, Perdana Menteri Spanyol tersebut juga bertemu Presiden Otoritas Pembebasan Palestina (PLO), Mahmoud Abbas.
Namun, para pejabat Amerika Serikat (AS) mengatakan ini bukan saat yang tepat untuk mencoba melanjutkan perundingan perdamaian mengingat sikap keras kepala yang berkepanjangan dari kedua belah pihak.
Solusi 2 Negara menurut Mandat PBB 181
Baca juga: Hari Ini Pukul 7, Gencatan Senjata 4 Hari Israel-Hamas Diterapkan di Gaza
Upaya penerapan solusi dua negara ini pertama kali diusulkan pada November 1947, PBB mengadopsi prinsip solusi dua negara.
PBB berencana untuk membagi Palestina, yang telah berada di bawah kendali Inggris selama 25 tahun, menjadi negara Yahudi dan negara Arab, dengan wilayah Yerusalem-Betlehem sebagai enclave di bawah administrasi internasional.
Pemimpin Zionis saat itu setuju untuk mendapatkan 55 persen wilayah Palestina kepada negara Yahudi adalah kemenangan yang tidak diharapkan, meski populasi Yahudi hanya berjumlah sepertiga dari total populasi.
Pihak Arab menentang ini dan mengecam perampasan hak penduduk mayoritas pribumi demi kepentingan imigran Yahudi yang baru menetap dan prihatin dengan keturunannya yang akan terus hidup di negara Yahudi di masa depan, seperti dijelaskan Le Monde.
Hamas Palestina vs Israel
Baca juga: Jelang Gencatan Senjata, Israel Luncurkan Serangan ke Sekolah dan Rumah Sakit di Gaza
Israel membombardir Jalur Gaza sebagai tanggapan terhadap Hamas Palestina yang memulai Operasi Banjir Al-Aqsa dengan menerobos perbatasan Israel dan Jalur Gaza pada Sabtu (7/10/2023) pagi.
Hamas mengatakan, serangan itu adalah tanggapan atas kekerasan yang dilakukan Israel terhadap Palestina selama ini, terutama kekerasan di kompleks Masjid Al Aqsa, seperti diberitakan Al Arabiya.
Kelompok tersebut, juga meluncurkan ratusan roket, yang menewaskan lebih dari 1.200 orang di wilayah Israel.
Pemboman Israel di Jalur Gaza menewaskan lebih dari 14.758 warga Palestina sejak Sabtu (7/10/2023) hingga perhitungan korban pada Jumat (24/11/2023), dikutip dari Al Jazeera.
Selain itu, kekerasan yang dilakukan Israel terhadap warga Palestina juga terjadi di Tepi Barat, wilayah yang dipimpin Otoritas Pembebasan Palestina (PLO).
(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)
Berita lain terkait Konflik Palestina vs Israel