Washington Dakwa 4 Tentara Rusia atas Kejahatan Perang, Culik dan Siksa WN AS di Ukraina
Berdasarkan dokumen pengadilan yang diakses oleh The Guardian pada Rabu (6/12/2023), para tentara Rusia diduga telah menculik dan menyiksa warga AS.
Penulis: Andari Wulan Nugrahani
Editor: Pravitri Retno W
TRIBUNNEWS.COM - Amerika Serikat (AS) mendakwa empat tentara Rusia atas kejahatan perang.
Berdasarkan dokumen pengadilan yang diakses oleh The Guardian pada Rabu (6/12/2023), para tentara Rusia diduga telah menculik dan menyiksa seorang warga negara Amerika yang tinggal di Ukraina tahun lalu.
Departemen Kehakiman AS mengatakan tersangka adalah orang Rusia yang menculik warga negara AS pada April 2022 di rumahnya di desa Mylove, Kherson.
Orang AS itu tinggal bersama istrinya yang merupakan warga Ukraina.
Pasukan Rusia menyerbut wilayah tersebut di awal invasi skala penuh yang diperintahkan Presiden Vladimir Putin pada Februari 2022 yang lalu.
Baca juga: ICC Sebut Sengaja Menghalangi Bantuan ke Gaza Dianggap Kejahatan Perang
Tak lama setelah perang, Rusia berhasil merebut kota Kherson dan permukiman di sekitarnya.
Orang AS itu kemudian dibawa ke kompleks militer, ditahan selama 10 hari sambil diinterogasi.
Menurut dakwaan, orang AS itu beberapa kali dipukuli dengan kejam dan ditelanjangi.
Tangannya diikat ke belakang pungung.
Orang AS itu juga mendapat pukulan dengan tangan, kaki, dan popor senjata selama ditahan.
Tentara Rusia juga memotret warga AS itu dalam keadaan telanjang sambil mengancam dengan tindakan pelecehan seksual dan melakukan "eksekusi pura-pura".
Baca juga: Belanda Dituding Terlibat Kejahatan Perang di Gaza, Ekspor Suku Cadang Jet Tempur F-35 ke Israel
Keempat tentara tersebut bernama, Suren Seiranovich Mkrtchyan, Dmitry Budnik, dan dua pria lainnya yang hanya dikenal dengan nama depan mereka, Valerii dan Nazar.
Mereka didakwa dengan empat tuduhan pengurungan yang melanggar hukum, konspirasi untuk melakukan kejahatan perang, perlakuan tidak manusiawi dan penyiksaan.
Jaksa Agung AS, dalam konferensi pers pada Rabu (6/12/2023), Merrick Garland secara blak-blakan menyebut dakwaan itu merupakan langkah penting menuju pertanggung jawaban atas "perang ilegal" di Ukraina, dilansir dari ABC.