Rusia Hubungi Anggota Hamas di Qatar, Lavrov: Bahas Nasib Sandera di Gaza
Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov mengatakan selama ini berhubungan baik dengan anggota politik Hamas dan menanyakan nasib sandera di Gaza.
Penulis: Yunita Rahmayanti
Editor: Nanda Lusiana Saputri
TRIBUNNEWS.COM - Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov, mengatakan pihaknya berkomunikasi dengan perwakilan Gerakan Perlawanan Islam (Hamas) di Doha, Qatar.
Dalam pidato online selama kegiatan Forum Doha 2023, Sergei Lavrov mengatakan Rusia berkomunikasi secara eksklusif dengan sayap politik gerakan Hamas.
"Hamas mempunyai cabang politik yang beroperasi di Doha, dan kami mempunyai hubungan dengan cabang politik ini," kata Sergei Lavrov, Minggu (10/12/2023), dikutip dari laman Kementerian Luar Negeri Rusia.
"Kami segera menghubungi mereka di Doha untuk merundingkan nasib orang-orang yang disandera, warga negara Rusia (tetapi tidak hanya warga negara Rusia), warga negara Israel, warga negara tetangga Rusia, dan beberapa lainnya," lanjutnya.
"Kami berhasil mencapai kesepakatan yang, sejauh yang saya bisa katakan, dipahami dan bahkan dihargai oleh warga Israel sejauh menyangkut warga negaranya," tambahnya.
Sergei Lavrov mengatakan Rusia akan terus memberikan tekanan politik untuk mencapai gencatan senjata kemanusiaan di Jalur Gaza.
Baca juga: Perang di Gaza Bisa Lanjut Tahun 2024, Israel Berniat Lakukan Serangan Rutin
Ia juga menekankan keputusan terkait krisis kemanusiaan di Gaza dan cara mengatasinya memerlukan semacam pengawasan internasional di lapangan.
"Kami menyampaikan pesan kepada Sekretaris Jenderal PBB (Antonio Guterres) dan menyarankan agar dia menggunakan wewenangnya untuk mempertimbangkan semacam pemantauan, namun sejauh ini tidak berhasil," kata Sergei Lavrov, dikutip dari Reuters.
Dalam pernyataan sebelumnya setelah pecahnya perang, Sergei Lavrov menyerukan implementasi resolusi Dewan Keamanan PBB mengenai pembentukan negara Palestina berdasarkan prinsip-prinsip yang disetujui oleh PBB.
Pada hari yang sama, Minggu (10/12/2023), Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, menelepon Presiden Rusia, Vladimir Putin, untuk berterima kasih karena membantu pembebasan sandera warga negara ganda Israel-Rusia.
Baca juga: Netanyahu Telepon Putin, Kritik Sikap Rusia soal Perang Israel-Hamas di Gaza
Sergei Lavrov: Tindakan Hamas Bukan Tanpa Sebab
Dalam pidatonya di Doha, Sergei Lavrov mengatakan apa yang Hamas lakukan pada 7 Oktober 2023 tidak terjadi tanpa sebab, merujuk pada blokade selama berpuluh-puluh tahun dan tidak terpenuhinya janji mewujudkan negara Palestina.
Ia mengatakan Israel tidak seharusnya menggunakan serangan Hamas sebagai pembenaran untuk "menghukum" rakyat Palestina.
“Kami mengutuk keras serangan terhadap Israel pada 7 Oktober 2023,” kata Sergei Lavrov kepada Al Jazeera dalam wawancara yang disiarkan pada Minggu (10/11/2023) di konferensi Forum Doha.
“Pada saat yang sama, kami tidak percaya bahwa peristiwa ini dapat diterima untuk menghukum jutaan rakyat Palestina dengan penembakan tanpa pandang bulu,” lanjutnya.
Baca juga: Israel Buat Tim Rahasia, Rancang Tujuan di Jalur Gaza setelah Perangi Hamas
Hamas Palestina vs Israel
Rusia sebelumnya pernah mengajukan resolusi perdamaian antara Israel dan Hamas dalam pertemuan Dewan Keamanan PBB pada Oktober lalu, namun AS memvetonya karena Rusia tidak mengutuk Hamas.
Sebelumnya, Israel melakukan pengeboman besar-besaran untuk menanggapi Hamas yang memulai Operasi Banjir Al-Aqsa dengan menerobos perbatasan Israel dan Jalur Gaza pada Sabtu (7/10/2023) pagi.
Hamas mengatakan, serangan itu adalah tanggapan atas kekerasan yang dilakukan Israel terhadap Palestina selama ini, terutama kekerasan di kompleks Masjid Al Aqsa, seperti diberitakan Al Arabiya.
Kelompok tersebut menculik 240 orang dari wilayah Israel dan meluncurkan ratusan roket, yang menewaskan lebih dari 1.200 orang di wilayah Israel, yang direvisi menjadi 1.147.
Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, mengumumkan perang melawan Hamas dan meluncurkan pasukan ke Jalur Gaza pada keesokan harinya.
Pemboman Israel di Jalur Gaza menewaskan lebih dari 18.000 warga Palestina sejak Sabtu (7/10/2023) hingga perhitungan korban pada Senin (11/12/2023), lebih dari 2,2 juta warga Palestina menjadi pengungsi, dikutip dari Al Jazeera.
Selain itu, kekerasan yang dilakukan Israel terhadap warga Palestina juga terjadi di Tepi Barat, wilayah yang dipimpin Otoritas Pembebasan Palestina (PLO).
(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)
Berita lain terkait Konflik Palestina vs Israel