Dampak Membanjiri Terowongan Gaza dengan Air Laut, Rusak Pasokan Air hingga Pertanian
Memompa air laut ke dalam jaringan terowongan akan merusak pasokan air dan pertanian – dan dapat melanggar hukum internasional, kata para ahli.
Penulis: Tiara Shelavie
Editor: Garudea Prabawati
TRIBUNNEWS.COM - Sebelum Israel memborbardir Gaza tanpa henti sejak 7 Oktober lalu, wilayah yang terkepung itu sudah kesulitan mendapatkan air bersih.
Tetapi kini, situasi mungkin akan menjadi lebih buruk lagi.
Militer Israel mulai memompa air laut ke dalam terowongan yang diduga digunakan oleh Hamas di Gaza, menurut sebuah laporan di Wall Street Journal (WSJ) pada hari Rabu (13/12/2023).
WSJ, mengutip para pejabat AS, melaporkan pekan lalu bahwa Israel telah selesai merakit setidaknya lima pompa air laut besar di dekat kamp pengungsi al-Shati di Gaza utara.
Pompa tersebut dapat mengambil air dari Laut Mediterania dan mengalirkan ribuan meter kubik per jam.
Para pejabat Israel dilaporkan sedang mempertimbangkan rencana untuk membanjiri terowongan selama beberapa minggu.
Baca juga: Israel Banjiri Terowongan Gaza dengan Air Laut, PBB: Dampak Buruk Bisa Terjadi dalam Jangka Panjang
Aksi itu bertujuan membongkar jaringan dan melemahkan kelompok bersenjata Palestina.
Para peneliti yang mengkhususkan diri dalam bidang air, diplomasi dan konflik, mengatakan kepada Middle East Eye bahwa banjir akan berdampak buruk terhadap ekologi, termasuk pencemaran pasokan air di Gaza dan kerusakan pada tanaman pangan.
Dampaknya juga bisa menjadi pelanggaran hukum humaniter internasional, tambah salah satu ahli.
Israel belum secara resmi memberikan rincian mengenai rencana banjir tersebut, karena menganggap informasi tersebut bersifat rahasia.
Oleh karena itu, durasi dan intensitas membanjiri terowongan, tidak diketahui.
“Meskipun cakupan dan besaran dampak secara keseluruhan masih belum jelas, kita dapat memperkirakan bahwa setidaknya sebagian air laut akan merembes ke dalam tanah dari terowongan, terutama di daerah yang sebelumnya terowongannya telah rusak,” ujar Juliane Schillinger, peneliti di University of Twente di Belanda, kepada MEE.
Schillinger, yang berspesialisasi dalam interaksi antara konflik dan pengelolaan air, mengatakan rembesan akan menyebabkan polusi pada tanah dan air tanah dengan air laut.
“Penting untuk diingat bahwa kita tidak hanya berbicara tentang air dengan kandungan garam yang tinggi di sini."