Hamas Ubah Jalan-Jalan di Gaza Jadi Labirin Mematikan Bagi Pasukan Israel
IDF lebih memilih menghancurkan gedung untuk pergerakan pasukan ketimbang melintasi jalan-jalan di Gaza demi menghindari ranjau Hamas
Penulis: Hasiolan Eko P Gultom
Hamas Ubah Jalan-Jalan di Gaza Jadi Labirin Mematikan Bagi Pasukan Israel
TRIBUNNEWS.COM - Sebuah laporan di Reuters menyebut, korban tewas tentara Israel (IDF) di Perang Gaza sejak 7 Oktober 2023 sudah hampir dua kali lebih tinggi dibanding serangan darat pada tahun 2014.
Dalam ulasannya, Reuters menggambarkan hal itu sebagai cerminan seberapa jauh dan besar IDF telah berhasil memasuki Gaza dan efektivitas penggunaan taktik gerilya dan perluasan persenjataan oleh Hamas.
Dalam laporannya, kantor berita berbasis di London itu merangkum penjelasan Pakar militer Israel, seorang komandan Israel, dan sumber Hamas.
Baca juga: Terpaksa Masuk Terowongan Hamas, Insinyur Israel: Saya Kira Primitif, Ternyata Kokoh dan Canggih
Laporan itu menggambarkan bagaimana kelompok pembebasan Palestina menggunakan persediaan senjata dalam jumlah besar, pengetahuan mereka tentang medan dan jaringan terowongan yang luas untuk mengubah jalan-jalan di Gaza menjadi labirin yang mematikan.
"Mereka (Hamas dan milisi perlawanan Palestina di Gaza) memiliki senjata mulai dari drone yang dilengkapi granat hingga senjata anti-tank dengan muatan ganda yang kuat."
Sejak operasi militer darat Israel dimulai pada akhir Oktober, sekitar 110 tentara Israel telah terbunuh, ketika tank dan infanteri menyerbu kota-kota dan kamp-kamp pengungsi, berdasarkan angka resmi Israel. Sekitar seperempatnya adalah awak tank," tulis Reuters.
Ulasan itu membandingkan jumlah korban saat ini dengan 66 korban IDF pada konflik tahun 2014, ketika Israel melancarkan serangan darat yang lebih terbatas selama tiga minggu.
Saat itu tujuan operasi IDF bukan untuk melenyapkan Hamas.
“Tidak ada yang bisa membandingkan cakupan perang ini dengan tahun 2014, ketika sebagian besar pasukan kami beroperasi tidak lebih dari satu kilometer di dalam Gaza,” kata Yaacov Amidror, pensiunan mayor jenderal Israel dan mantan penasihat keamanan nasional, yang sekarang bekerja di Institut Yahudi untuk Keamanan Nasional Amerika (JINSA).
Dia mengatakan tentara “belum menemukan solusi yang baik untuk terowongan tersebut,” sebuah jaringan yang berkembang pesat dalam dekade terakhir.
Baca juga: Mesir Sudah Duluan, Aksi Israel Banjiri Terowongan Hamas di Gaza adalah Upaya Putus Asa yang Sia-sia
Serangan Israel dilancarkan setelah amukan orang-orang bersenjata Hamas pada tanggal 7 Oktober yang, menurut Israel, menewaskan 1.200 orang dan menyandera lebih dari 200 orang – beberapa dari mereka kini telah dibebaskan.
Israel membalas lebih ganas dan sejak itu perang dimulai.
Lebih dari 18.000 orang telah terbunuh di Gaza, memicu tuntutan publik internasional untuk melakukan gencatan senjata dan bahkan seruan dari sekutu setia Israel, Amerika Serikat (AS), agar Tel Aviv melakukan perubahan strategi dan serangan yang lebih tepat.
Perdana Menteri Benjamin Netanyahu mengatakan pada Kamis bahwa Israel akan melancarkan perang “sampai kemenangan mutlak”.
Para pejabat Israel mengatakan operasi militer IDF kali ini akan memakan waktu berbulan-bulan sebelum selesai.
“Ini merupakan tantangan sejak hari pertama,” ujar Ophir Falk, Penasihat Kebijakan Luar Negeri Netanyahu, mengatakan kepada Reuters.
Dia menambahkan operasi serangan darat itu harus dibayar dengan “harga yang sangat besar” bagi tentara Israel.
“Kami tahu bahwa kami mungkin harus membayar harga tambahan untuk menyelesaikan misi ini,” kata dia soal tujuan utama operasi militer, melenyapkan Hamas.
Pertarungan Sengit
'Harga Mahal' bagi IDF itu sejauh ini terpampang dalam beragam video yang diunggah milisi Hamas di saluran Telegramnya bulan ini.
Video-video itu menunjukkan para pejuang mereka, dengan kamera tubuh, bergerak melintasi gedung-gedung untuk meluncurkan roket yang digendong ke arah kendaraan lapis baja IDF.
Satu di antaranya yang diposting pada tanggal 7 Desember, berasal dari Shejaiya (Shujaiya), sebelah timur Kota Gaza, sebuah wilayah di mana kedua belah pihak melaporkan adanya pertempuran sengit.
Baca juga: Kronik Shejaiya, Lingkungan Gagah Berani Gaza yang Tidak Dapat Dihancurkan Israel
Dalam postingan lain pada tanggal 5 Desember, sebuah kamera muncul dari sebuah terowongan, seperti periskop, untuk memindai kamp Israel tempat tentara beristirahat.
Unggahan tersebut mengatakan, kamp IDF itu kemudian terkena ledakan bawah tanah.
"Reuters tidak dapat memverifikasi video tersebut," tulis ulasan Reuters.
Sumber Hamas, yang berbicara kepada Reuters dari dalam Gaza tanpa menyebut nama, mengatakan para pejuang Hamas bergerak sedekat mungkin untuk melancarkan penyergapan.
"Pergerakan memanfaatkan tanah yang kita tahu tidak dimiliki orang lain”, sering kali bergerak atau keluar dari terowongan."
“Ada perbedaan besar antara kekuatan kita dan kekuatan mereka, kita tidak membodohi diri sendiri,” ujarnya.
Hamas belum mengatakan berapa banyak pejuangnya yang tewas.
Militer Israel mengatakan mereka telah menewaskan sedikitnya 7.000 orang anggota Hamas.
Hamas sebelumnya membantah angka yang diklaim Israel, dan mengatakan kalau mereka yang tewas itu termasuk warga sipil.
"Juru bicara Hamas di luar Gaza tidak segera menanggapi permintaan komentar Reuters mengenai artikel ini," tulis laporan tersebut.
Laporan juga mengutip pengakuan seorang komandan Israel, yang bertempur pada tahun 2014,.
Komandan IDF itu mengatakan perluasan cakupan operasi ini berarti lebih banyak pasukan yang berada di lapangan, sehingga memberikan Hamas “keuntungan bagi pihak bertahan”.
"Sehingga diperkirakan akan ada lebih banyak korban jiwa di pihak pasukan Israel. Dia meminta untuk tidak disebutkan namanya karena dia adalah cadangan aktif dalam perang ini," tulis laporan tersebut.
Militer Israel tidak merilis jumlah tentara yang terlibat atau rincian operasional lainnya.
"Televisi Channel 12 Israel menunjukkan satu unit cadangan tentara, yang waspada terhadap pintu jebakan, mendobrak dinding sebuah bangunan untuk memasuki sebuah ruangan dan menemukan gudang amunisi," tulis Reuters.
Paragraf ini menjelaskan kalau IDF lebih memilih menghancurkan gedung dan bangunan untuk pergerakan pasukan ketimbang melintasi jalan-jalan di Gaza demi menghindari potensi jebakan yang dipasang Hamas.
"Meniru taktik yang digunakan pada tahun 2014, militer Israel telah memposting gambar di media sosial (yang) menunjukkan rute-rute yang sudah dihancurkan dengan buldoser sehingga pasukan dapat menghindari jalan-jalan yang ada yang mungkin memiliki ranjau darat," tambah laporan itu.
Bahkan di beberapa distrik di Gaza utara di mana banyak bangunan hancur menjadi puing-puing, pertempuran sengit masih terus terjadi.
Membangun Pasukan
“Hamas mengambil beberapa langkah besar untuk membangun pasukannya sejak tahun 2014,” kata Eyal Pinko, mantan pejabat senior badan intelijen Israel yang sekarang bekerja di Pusat Studi Strategis Begin-Sadat Universitas Bar Ilan.
Dia mengatakan beberapa senjata canggih, seperti rudal anti-tank Kornet rancangan Rusia, diselundupkan dengan bantuan sekutu Hamas, Iran.
Namun dia mengatakan Hamas telah menguasai pembuatan senjata lain di Gaza, seperti granat berpeluncur roket RPG-7, dan kelompok tersebut kini memiliki cadangan amunisi yang lebih besar.
Ungahan-unggahan Hamas menunjukkan kalau persenjataan kelompok itu termasuk senjata anti-tank “tandem” dengan dua muatan untuk menembus lapis baja, yang menurut Pinko juga ada di gudang senjata IDF.
Video Hamas sering menunjukkan ledakan besar ketika kendaraan dihantam.
Pakar militer Israel mengatakan ledakan tidak berarti sebuah kendaraan hancur karena mereka mengatakan hal itu juga bisa disebabkan oleh sistem pertahanan yang meledak untuk menghentikan proyektil yang masuk.
Ashraf Aboulhoul, Redaktur Pelaksana harian Al-Ahram Mesir, yang sebelumnya bekerja di Gaza dan merupakan spesialis dalam urusan Palestina, mengatakan kalau anggota Hamas bergerak sedekat mungkin ke musuh untuk meluncurkan rudal dan “proyektil buatan lokal”.
Namun dia mengatakan drone Israel dan taktik lainnya mengikis kemampuan anggota Hamas untuk memberikan elemen kejutan, bahkan di daerah perkotaan.
“Pertempuran di kota menjadi lebih sulit bagi kelompok tersebut (Hamas),” katanya.
Militer Israel mengunggah sebuah video bulan ini yang dikatakan menunjukkan para anggotanya muncul dari sebuah terowongan di bawah sebuah bangunan yang dibom, sebelum keduanya terkena serangan rudal.
“Hamas mungkin mengirimkan senjata dan taktik baru mereka, (tetapi) pada prinsipnya, mereka tetap merupakan gerakan perlawanan gerilya,” kata Alexander Grinberg, mantan perwira intelijen militer Israel di Institut Strategi dan Keamanan Yerusalem.
(oln/rtrs/TC/*)