Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Hamas Bersedia Gabung PLO, Mau Akhiri Perang, Dirikan Negara Palestina di Gaza-Tepi Barat-Yerusalem

Hamas bersedia bergabung dengan PLO dan mendukung perundingan untuk Negara Palestina tanpa mengakui Israel.

Penulis: Hasiolan Eko P Gultom
zoom-in Hamas Bersedia Gabung PLO, Mau Akhiri Perang, Dirikan Negara Palestina di Gaza-Tepi Barat-Yerusalem
KOMPAS/LUCKY PRANSISKA
Sayap militer Hamas (Brigade Izzuddin Alqasam) longmarch dari Jalan Jala menuju Lababidi, Jabalia, Palestina, Minggu (2/12)/2012. Aktivitas ini sebagai persiapan peringatan hari jadi ke-25 Hamas pada 8 Desember. KOMPAS/LUCKY PRANSISKA 

Hamas Mau Gabung PLO, Siap Akhiri Perang dan Dirikan Negara Palestina di Gaza, Tepi Barat dan Yerusalem

TRIBUNNEWS.COM - Para pemimpin politik Hamas dilaporkan melakukan pembicaraan dengan Otoritas Palestina (PA) mengenai cara memerintah Gaza dan Tepi Barat setelah perang dengan Israel berakhir.

Laporan The Wall Street Journal (WSJ) pada Rabu (20/12/2023), menyebut, pembicaraan antara politbiro Hamas dan PA itu bertujuan mendirikan negara Palestina.

Hamas dilaporkan, kini lebih kompromistis terhadap gerakan lain terkait pembebasan, termasuk PA yang didominasi oleh kelompok Fatah.

Baca juga: Kepala Mossad, Bos CIA, dan PM Qatar Bertemu di Warsawa: Sandera Hamas Tinggal Tentara Israel

 “Kami tidak bertarung hanya karena kami ingin bertarung. Kami bukan pendukung permainan zero-sum (kemenangan di satu pihak dan kekalahan di pihak lain),” kata Husam Badran, anggota biro politik Hamas yang berbasis di Doha.

“Kami ingin perang berakhir,” tambahnya dilansir WSJ.

Pernyataan pemimpin Hamas ini menandai perubahan sikap milisi pembebasan Palestina itu sejak sayap bersenjata kelompok tersebut memimpin serangan terhadap pangkalan militer dan permukiman Israel pada 7 Oktober 2023.

BERITA REKOMENDASI

Serangan Hamas bertajuk Banjir Al-Aqsa itu menewaskan lebih dari 1.200 warga Israel, baik oleh Hamas maupun pasukan Israel sendiri akibat Hannibal Directive.

Baca juga: Tentara Israel Bantai Warganya Sendiri dengan Helikopter Apache karena Terapkan Protokol Hannibal?

Sejumlah roket ditembakkan Hamas dari Kota Gaza menuju Israel pada 7 Oktober 2023. Lusinan roket ditembakkan dari Jalur Gaza yang diblokade menuju Israel pada 7 Oktober 2023, kata seorang jurnalis AFP di wilayah Palestina, saat sirene peringatan akan adanya tembakan berkobar di Israel. (SAID Khatib/AFP)
Sejumlah roket ditembakkan Hamas dari Kota Gaza menuju Israel pada 7 Oktober 2023. Lusinan roket ditembakkan dari Jalur Gaza yang diblokade menuju Israel pada 7 Oktober 2023, kata seorang jurnalis AFP di wilayah Palestina, saat sirene peringatan akan adanya tembakan berkobar di Israel. (SAID Khatib/AFP) (AFP/SAID KHATIB)

Tujuan Operasi Banjir Al-Aqsa

Laporan itu menyebut, lewat Operasi Banjir Al-Aqsa, Hamas ingin mengakhiri pengepungan selama 17 tahun atas Gaza dan mengembalikan masalah Palestina ke meja perundingan internasional.

Selama serangan itu, Hamas menawan lebih dari 200 tentara Israel dan warga sipil dengan harapan dapat menukar mereka dengan kebebasan ribuan warga Palestina yang telah lama ditahan di penjara-penjara Israel.

Kini, setelah Israel membunuh lebih dari 20.000 warga Palestina di Gaza, sayap politik Hamas berupaya mengakhiri konflik tersebut.

“Kami ingin mendirikan negara Palestina di Gaza, Tepi Barat dan Yerusalem,” kata Badran.


Badran juga menyatakan Hamas bersedia bergabung dengan Organisasi Pembebasan Palestina (PLO), yang mewakili Palestina di PBB dan forum internasional lainnya.

“Ini akan menjadi dialog nasional,” kata Badran.

“Kami selalu mengatakan PLO harus menampung faksi Palestina mana pun,” katanya.

Sebagai informasi, Otoritas Palestina (PA) adalah badan pemerintahan yang mengawasi wilayah Tepi Barat yang diduduki Israel sejak pertengahan tahun 90-an.

Pembentukannya seharusnya membuka jalan menuju negara Palestina yang merdeka, namun saat ini mereka dianggap tidak mempunyai kekuatan nyata dan beroperasi di bawah kendali militer Israel.

PA didominasi oleh Fatah, sebuah partai politik sekuler yang didirikan oleh warga diaspora Palestina setelah Nakba tahun 1948, atau “Bencana”.

 Fatah juga merupakan kekuatan pendorong Organisasi Pembebasan Palestina (PLO), sebuah organisasi payung yang terdiri dari beberapa partai politik, yang mengklaim mewakili rakyat Palestina di seluruh dunia.

Tentara Israel berkumpul di sisi Israel di sepanjang wilayah perbatasan Gaza Israel di Israel selatan pada 12 Desember 2023 di tengah pertempuran yang sedang berlangsung dengan gerakan Hamas Palestina.
Tentara Israel berkumpul di sisi Israel di sepanjang wilayah perbatasan Gaza Israel di Israel selatan pada 12 Desember 2023 di tengah pertempuran yang sedang berlangsung dengan gerakan Hamas Palestina. (JACK GUEZ / AFP)

Tetap Ogah Akui Israel

Badran dan pejabat Hamas lainnya mengatakan pembicaraan tersebut juga melibatkan Mohammed Dahlan, mantan kepala keamanan Gaza yang mendapat dukungan dekat dari Uni Emirat Arab dan Mesir, serta mantan Perdana Menteri Palestina Salam Fayyad.

“Saya bukan teman Hamas,” kata Dahlan.

“Tetapi apakah menurut Anda ada orang yang bisa berdamai tanpa Hamas?”

Para pemimpin politik Hamas mengindikasikan kalau mereka bersedia bergabung dengan PLO dan mendukung negosiasi untuk negara Palestina di dalam perbatasan tahun 1967.

Namun Badran mengatakan kalau  Hamas tidak memiliki rencana untuk mengakui Israel selama aksi pendudukan terus berlanjut.

“Dunia tidak punya hak untuk bertanya kapan orang dibunuh,” katanya.

“Tidaklah logis untuk menanyakan pertanyaan ini pada saat ini,” kata dia.

Badran membantah rumor perpecahan antara Hamas cabang Gaza dan kepemimpinan politiknya di Doha.

“Kepemimpinan Hamas, baik di dalam maupun di luar Gaza, sepenuhnya sepakat mengenai strategi dan posisi politik dalam berbagai masalah,” katanya.

Badran mengatakan Hamas mengupayakan gencatan senjata skala penuh dan pertukaran tawanan secara penuh dari kedua belah pihak.

“Jika ada gencatan senjata, pendirian kami sangat jelas: Kami menginginkan pertukaran yang saling menguntungkan,” katanya.

Hamas Adalah Bumerang Bagi Israel, Tel Aviv Berselisih dengan AS

Israel sudah bertahun-tahun berusaha mendorong perpecahan antara Hamas dan Otoritas Palestina, yang dipimpin oleh Partai Fatah pimpinan Mahmoud Abbas, untuk mencegah pembentukan negara Palestina.

Perdana Menteri Benjamin Netanyahu bahkan pernah menegaskan kalau selama bertahun-tahun dia telah menyetujui pembiayaan Qatar kepada Hamas di Gaza.

Persetujuan Netanyahu dibarengi upaya-upaya lain untuk memastikan Otoritas Palestina tetap lemah dan tidak mampu memenangkan pembentukan negara Palestina melalui cara-cara diplomatik yang damai.

Israel juga berupaya menggunakan pasukan keamanan Otoritas Palestina untuk membubarkan kelompok perlawanan Palestina di Tepi Barat.

Adapun di sisi Tel Aviv, sekutu abadi Israel, AS tampaknya tidak sepakat mengenai solusi akhir Netannyahu untuk Gaza.

AS menginginkan pasukan keamanan Otoritas Palestina untuk menindak Hamas setelah perang dan mengelola Gaza, kata Diana Buttu, mantan perunding perdamaian Palestina.

“Mereka pada dasarnya ingin peran PA sebagai subkontraktor keamanan Israel di Tepi Barat diperluas ke Gaza,” katanya.

Buttu mengatakan AS bersedia memberikan dukungan finansial dan politik baru kepada Otoritas Palestina untuk mempertahankan apa yang disebut oleh jurnalis New York Times Thomas Friedman pada musim panas ini sebagai “fiksi bersama” tentang negara Palestina.

“Ada janji palsu yang sudah lama dan terus berlanjut mengenai negara Palestina,” tambah Buttu.

Namun, Israel telah berjanji tidak akan membiarkan Otoritas Palestina mengambil kendali di Gaza.

Sejumlah tokoh politik dan militer Israel menyerukan penghancuran Gaza, memaksa 2,3 juta penduduknya mengungsi ke Mesir atau Eropa sebagai pengungsi, dan membangun kembali pemukiman Yahudi di Gush Katif di pantai Gaza yang dievakuasi pada tahun 2005.

(oln/*/WSJ/TC)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas