Voting Rencana Resolusi Dewan Keamanan PBB soal Akses Bantuan ke Jalur Gaza Ditunda Lagi, Kenapa?
Voting rencana resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) soal akses bantuan ke Jalur Gaza kembali ditunda lagi.
Penulis: Andari Wulan Nugrahani
Editor: Garudea Prabawati
TRIBUNNEWS.COM - Voting rencana resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) soal akses bantuan ke Jalur Gaza kembali ditunda lagi.
Kali ini penundaan terjadi karena anggota Dewan Keamanan PBB perlu waktu untuk menyelesaikan versi final rancangan resolusi untuk menghentikan perang Israel-Hamas dan akses bantuan kemanusiaan di Gaza.
Uni Emirat Arab (UEA) memperkenalkan resolusi tersebut pada Senin (18/12/2023).
Tapi rancangan resolusi memicu perselisihan mengenai bahasa yang digunakan.
Draf awal menyerukan "penghentian permusuhan yang mendesak dan berkelanjutan".
Baca juga: Voting Rencana Resolusi Dewan Keamanan PBB soal Akses Bantuan ke Jalur Gaza Ditunda
Sedangkan versi terbaru melunakkan bahasa tersebut.
Isinya menggunakan bahasa lebih halus dengan menyebutkan "penangguhan segera permusuhan".
Resolusi-resolusi sebelumnya telah diveto di dewan tersebut oleh AS.
Negosiasi yang sedang berlangsung sekarang, tampaknya bertujuan untuk menemukan bahasa yang lebih cocok bagi Washington.
UEA, yang pada dasarnya merupakan sponsor rancangan resolusi ini, menyetujui hal tersebut.
"Kami yakin, Amerika Serikat menolak hal tersebut," kata UEA.
"Kita memerlukan lebih banyak waktu untuk menegosiasikan hal ini," urai UEA, dilansir Al Jazeera.
Baca juga: Dewan Keamanan PBB Rancang Resolusi yang Akan Izinkan Bantuan Masuk Gaza, Peluang Voting Senin Ini
Kemudian UEA mengubah bahasa rancangan resolusi menjadi "penangguhan mendesak" permusuhan, yang memiliki arti kurang permanen dibandingkan "penghentian berkelanjutan".
Setidaknya diyakini bahwa hal itu adalah sesuatu yang mungkin bisa dipilih oleh AS.
Namun negosiasi masih berlanjut hingga saat ini.
Permainan kata perang
Anggota Dewan Keamanan PBB secara intensif masih merundingkan mengenai resolusi soal akses bantuan ke Jalur Gaza, dengan berupaya menghentikan pertempuran, sambil mencoba menghindari veto dari Amerika Serikat lagi.
Voting, yang sudah tertunda sejak Senin (18/12/2023), diperkirakan akan digelar sore ini di New York, Rabu (20/12/2023).
Alasan diundur sampai sore juga karena AS meminta lebih banyak waktu.
Baca juga: Masa Aksi Bela Palestina Minta PBB Kucilkan AS Buntut Hak Veto Tolak Gencatan Senjata di Jalur Gaza
Jadi, akhirnya Dewan Keamanan menjadwalkan ulang voting, dan disepakati digelar pukul 17.00 waktu setempat.
"Kami masih membahas modalitas resolusi tersebut," kata Juru bicara Dewan Keamanan Nasional AS, John Kirby.
"Penting bagi kami agar seluruh dunia memahami apa yang dipertaruhkan di sini," lanjutnya.
Resolusi dewan memerlukan setidaknya sembilan suara setuju dan tidak ada veto dari AS, Prancis, Tiongkok, Inggris, atau Rusia.
Awal bulan ini, Washington memveto resolusi dewan beranggotakan 15 orang yang menuntut gencatan senjata kemanusiaan segera antara Israel dan militan Palestina di Gaza.
Dikutip dari The Guardian, Majelis Umum PBB yang beranggotakan 193 orang kemudian menuntut gencatan senjata pekan lalu dan 153 negara memberikan suara mendukungnya.
Rancangan terbaru yang disiapkan oleh Uni Emirat Arab mengutuk semua tindakan terorisme, dan menyerukan pembebasan semua sandera tanpa syarat.
Amerika Serikat dan Israel menentang gencatan senjata karena mereka yakin hal itu hanya akan menguntungkan Hamas.
Baca juga: Israel Banjiri Terowongan Gaza dengan Air Laut, PBB: Dampak Buruk Bisa Terjadi dalam Jangka Panjang
Washington malah mendukung jeda dalam pertempuran untuk melindungi warga sipil dan mengizinkan pembebasan sandera yang disandera oleh Hamas dalam serangan mematikan terhadap Israel pada 7 Oktober.
Terhitung sejak 7 Oktober 2023, sejumlah 19.968 warga Palestina telah meregang nyawa akibat serangan Israel tanpa henti di wilayah kantong yang terkepung.
Meski jumlah korban tewas sudah hampir 20.000 nyawa, Pasukan Pertahanan Israel (IDF) terus melanjutkan serangannya di Jalur Gaza.
Rumah sakit dan wilayah selatan yang ditinggali para pengungsi dari utara pun tak luput dari operasi darat yang kian intensif.
(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani)