Penasihat Presiden Palestina Siap Khotbah, Jamaah Sholat Jumat Pilih Pergi, Ada Apa?
Jamaah sholat Jumat di Tepi Barat memilih pergi saat pejabat PA, Mahmoud Al-Habbash akan berkhotbah. Ia sebelumnya menunjukkan sikap menentang Hamas.
Penulis: Yunita Rahmayanti
Editor: Nanda Lusiana Saputri
TRIBUNNEWS.COM - Sejumlah jamaah sholat Jumat di Masjid Ain Munjid di kota Ramallah, Tepi Barat tengah, memilih untuk keluar saat khatib naik ke mimbar pada Jumat (22/12/2023).
Khatib pada hari itu adalah Penasihat Presiden Otoritas Palestina untuk Urusan Agama, Mahmoud Al-Habbash, yang naik mimbar untuk menyampaikan khutbah Jumat.
Keluarnya para jamaah terekam dalam sebuah video yang viral di media sosial.
Politisi dan aktivis Palestina menekankan keluarnya jamaah dari sebuah masjid setelah Mahmoud Al-Habbash, naik mimbar adalah bentuk protes terhadap pernyataan sebelumnya.
Sebelumnya, Mahmoud Al-Habbash menunjukkan sikap menentang kelompok perlawanan, termasuk Hamas, dan berniat meminta pertanggungjawaban Hamas setelah perang di Gaza selesai.
Baca juga: Hamas Ledek Penarikan Batalyon Brigade Golani Israel dari Gaza, Biar Bisa Istirahat 48 Jam
Komentar Pejabat Palestina
Wakil Presiden Dewan Legislatif Palestina, Hassan Khraisha, mengapresiasi jamaah yang keluar, setelah Al-Habbash naik mimbar.
“Rakyat kami tahu cara yang benar untuk meminta pertanggungjawaban mereka (Otoritas Palestina atau PA) yang mengucapkan apa yang haram. Inilah pesannya kepada para imam jika ada di antara kalian yang berani menindas para pembuat kemenangan," kata Hassan Khraisha, Jumat (22/12/2023).
"Gerakan besar-besaran saat ini, tidak akan ragu untuk mempertahankannya dengan berbagai cara, dan keluarnya jamaah hari ini tidak lain hanyalah pertanggungjawaban serius bagi orang-orang seperti mereka," lanjutnya, dikutip dari Al Jazeera.
Baca juga: RSF Ajukan Lagi Gugatan Kejahatan Perang Israel Terhadap Jurnalis di Gaza
Sementara itu, aktivis politik Palestina, Arab Mansour, percaya apa yang dilakukan jamaah sholat Jumat itu hanyalah protes kecil.
"Ini adalah hal yang paling kecil dan merupakan pesan kepada Al-Habbash dan orang lain seperti dia, bahwa perlawanan adalah garis merah, dan Anda tidak boleh mendekatinya," kata Arab Mansour, Jumat (22/12/2023).
“Tidak peduli seberapa keras Al-Habash, dan sebelumnya anggota pusat Fatah Hussein Al-Sheikh; mencoba memanipulasi kata-kata, menarik pernyataan mereka, dan mengatakan mereka keliru berbicara. Rakyat Palestina telah menyadari niat jahat mereka dan menanggapinya setiap hari dan setiap jam," lanjutnya.
Ia kemudian menyinggung PA yang berupaya mengkoordinasikan keamanan dengan Israel dan Amerika Serikat untuk masa depan Jalur Gaza.
“Masyarakat saat ini membandingkan dan memihak mereka yang membela mereka dan menimbulkan kerugian besar pada musuh, bukan mereka yang mengoordinasikan keamanan dengan pendudukan dan mengirim pesan ke Amerika dan Israel untuk mengadopsi alternatif yang siap untuk melakukan perlawanan," katanya.
Baca juga: Israel Ancam akan Bunuh Yahya Sinwar, Hamas: Tong Kosong, IDF Pamer Prestasi Palsu
Al-Habash: Hamas Mempertaruhkan Kepentingan Rakyat
Sebelumnya, pada Senin (18/12/2023), Al-Habash menuduh Hamas mempertaruhkan kepentingan dan persatuan rakyat.
"Akan ada pertanggungjawaban yang keras setelah perang,” menurut klaimnya, dikutip dari The Times of Israel.
Al-Habash mengatakan Presiden Palestina Mahmoud Abbas telah mengutuk Hamas secara diam-diam.
“Abbas telah mengutuk gerakan Hamas dalam setiap panggilan telepon dan pertemuan yang dia adakan dengan para pemimpin dunia sejak operasi banjir Al-Aqsa pada tanggal 7 Oktober, namun dia tidak akan melakukannya secara terbuka sementara perang terus berlanjut di Gaza," katanya.
“Otoritas Palestina (PA) siap memikul tanggung jawab penuh di Gaza, asalkan mereka (Hamas) berdampingan dengan Tepi Barat, dan bukan sebagai kontraktor untuk Israel,” lanjutnya.
Ia mengklaim PA mampu mengendalikan situasi di Gaza seperti Tepi Barat, namun membutuhkan masa transisi setidaknya 6 bulan sebelum dapat kembali memerintah Jalur Gaza.
Hamas Palestina vs Israel
Sebelumnya, Israel melakukan pengeboman besar-besaran untuk menanggapi Hamas yang memulai Operasi Banjir Al-Aqsa dengan menerobos perbatasan Israel dan Jalur Gaza pada Sabtu (7/10/2023) pagi.
Hamas mengatakan serangan itu adalah tanggapan atas kekerasan yang dilakukan Israel terhadap Palestina selama ini, terutama kekerasan di kompleks Masjid Al Aqsa, seperti diberitakan Al Arabiya.
Kelompok tersebut menculik 240 orang dari wilayah Israel dan meluncurkan ratusan roket, yang menewaskan lebih dari 1.200 orang di wilayah Israel, yang direvisi menjadi 1.147.
Sementara itu pembalasan Israel di Jalur Gaza menewaskan lebih dari 20.000 warga Palestina sejak Sabtu (7/10/2023) hingga perhitungan korban pada Sabtu (23/12/2023), lebih dari 2,2 juta warga Palestina menjadi pengungsi, dikutip dari Al Jazeera.
Kekerasan juga meningkat di Tepi Barat, terutama setelah Israel melakukan penyerbuan besar-besaran ke wilayah yang dikuasai Otoritas Pembebasan Palestina (PLO) tersebut.
(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)
Berita lain terkait Konflik Palestina vs Israel