Kebijakan AS Dinilai Tingkatkan Konflik Timur Tengah, Gedung Putih Beri Bantahan
Gedung Putih mengatakan Amerika Serikat tidak ingin konflik di Timur Tengah meluas.
Penulis: Nuryanti
Editor: Tiara Shelavie
TRIBUNNEWS.COM - Juru bicara keamanan nasional Gedung Putih, John Kirby, mengatakan Amerika Serikat (AS) tidak ingin konflik di Timur Tengah meluas.
Hal itu disampaikan John Kirby kepada koresponden Al Jazeera, Kimberly Halkett.
John Kirby lalu ditanya apakah dukungan AS terhadap Israel untuk menantang Houthi di Yaman menyebabkan eskalasi.
Mengenai hal ini, John Kirby pun membantahnya.
“Saya tetap pada jawaban saya. Tidak," tegasnya.
Diberitakan The New York Times, sejauh ini Amerika Serikat menahan diri untuk tidak membalas serangan terhadap basis Houthi di Yaman.
Sebagian besar karena mereka tidak ingin merusak gencatan senjata yang rapuh dalam perang saudara di Yaman.
Baca juga: Cerita di Balik Misi Israel Bunuh Tokoh Hamas Saleh al-Arouri, Tembakkan 6 Rudal, 4 Meledak
Namun, kini para pejabat pemerintahan Joe Biden memberi isyarat bahwa kesabaran mereka sudah habis.
“Biarlah pesan kami menjadi jelas. Kami menyerukan diakhirinya segera serangan ilegal ini dan pembebasan kapal dan awak kapal yang ditahan secara tidak sah,” kata pejabat Gedung Putih dalam sebuah pernyataan, Rabu (3/1/2024).
Pejabat itu memberi pernyataan sehari setelah raksasa pelayaran Maersk mengumumkan akan menghentikan sementara serangan tersebut di Laut Merah.
“Houthi akan memikul tanggung jawab atas konsekuensinya jika mereka terus mengancam kehidupan, perekonomian global, dan arus bebas perdagangan di perairan penting di kawasan ini," tegas pejabat itu.
Tindakan AS di Timur Tengah Disebut Tingkatkan Konflik
Sebelumnya, Juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia, Maria Zakharova, mengklaim semua tindakan AS di Timur Tengah meningkatkan konflik antara Palestina dan Israel.
Rusia juga memperingatkan hal ini dapat menimbulkan akibat yang fatal.
Baca juga: Siapkan Serangan Balasan, Hizbullah Tantang Israel dan Tak Gentar Hadapi Perang Besar
Zakharova mengatakan, posisi kepemimpinan AS saat ini dapat digambarkan sebagai 'antisemit'.