Israel Sebut Hamas Sudah Tercerai-berai di Gaza Utara, Perlawanan Lain Bakal Muncul Menggantikannya
IDF Israel seperti memakan buah simalakama saat fokus memerangi Hamas di Gaza Selatan dan Tengah.
Penulis: Hasiolan Eko P Gultom
Pihak lain menyuarakan kekhawatiran, Israel mungkin mengulangi kesalahan AS setelah invasi ke Irak pada tahun 2003.
Kesalahan itu adalah kegagalan membuat rencana pasca-konflik yang solid, yang menyebabkan serangkaian konsekuensi seperti perluasan kekuatan Iran di wilayah tersebut dan pemberontakan yang berkepanjangan.
Dalam sebuah dokumen yang dirilis pekan lalu, Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant menguraikan visinya untuk transisi peralihan fase perang tersebut.
Gaza Utara, tulisnya, akan menghadapi “pendekatan tempur baru” yang mencakup aksi penyerbuan, serangan udara dan darat yang mendadak, operasi khusus, dan penghancuran jaringan luas terowongan Hamas yang selama ini dipakai gerakan milisi untuk mendukung taktik hit and run.
Gallant mengatakan upaya di wilayah selatan akan fokus pada 'pemenggalan' kepemimpinan Hamas, yang masih buron di Gaza dan sekitarnya, dan memulangkan lebih dari 100 sandera yang masih disandera oleh milisi pembebasan Palestina.
"Ini adalah upaya lintas tahap. Ini akan terus berlanjut selama dianggap perlu," tulisnya, seraya menambahkan kalau perang akan terus berlanjut sampai Israel mencapai tujuannya.
Apa tujuan Israel dalam fase ketiga perang Gaza ini?
"Memulangkan semua sandera, melenyapkan kemampuan militer dan pemerintahan Hamas, dan demiliterisasi Gaza," tambahnya.
Fase Keempat: IDF Bebas Beroperasi di Gaza
Dalam dokumen Gallant yang menguraikan rencana Israel pasca-perang itu, ada fase keempat yang dijuluki “The day After", atau "hari setelahnya”.
Rencana fase keempat ini dipecah menjadi visi keamanan dan kehidupan sipil: Hamas tidak akan menjadi ancaman bagi Israel, Gaza akan sepenuhnya diperintah oleh warga sipil Palestina tanpa hubungan dengan kelompok militan, dan IDF akan memiliki kebebasan operasional untuk bertindak di sana.
Di antara rincian lainnya, Gallant juga menginginkan satuan tugas multinasional yang bertugas melakukan “rehabilitasi” dan “restorasi” aktif di daerah kantong tersebut.
Rencana Gallant dilaporkan mendapat ketidaksetujuan dari beberapa anggota parlemen sayap kanan Israel, beberapa di antaranya telah menerima kecaman internasional atas rencana mereka sendiri.
"Namun hal ini menyentuh sebagian – meski tidak semua – harapan pemerintahan AS di bawah Joe Biden di wilayah tersebut ketika perang usai," tulis ulasan Insider.
Berbicara kepada wartawan pada hari Senin di tengah perjalanan terakhirnya untuk bertemu dengan para pemimpin Timur Tengah, Menteri Luar Negeri Antony Blinken mengatakan ada “kesepakatan luas” mengenai beberapa tujuan untuk masa depan kawasan.