Yordania Pilih Damai dengan Israel Ketimbang Perang Berlanjut di Gaza, Trauma Tragedi Nakba?
Perdana Menteri Yordania Bisher al Khasawneh lebih memilih berdamai dengan Israel ketimbang membiarkan perang Hamas-Israel terus berlanjut.
Penulis: Mikael Dafit Adi Prasetyo
Editor: Choirul Arifin
“Satu-satunya solusi untuk menghindari konflik yang lebih dalam dan ketidakstabilan regional adalah dengan menerapkan proses politik dengan kerangka waktu yang mengarah pada solusi dua negara di mana Palestina akan muncul bersama Israel,” kata Bisher al Khasawneh.
Yordania dan Peristiwa Nakba
Yordania bersama beberapa negara Arab lainnya seperti Mesir, Lebanon dan Suriah pernah terlibat perang melawan Israel di tahun 1948 yang berakhir dengan kemenangan Israel yang didukung Amerika Serikat dan Inggris.
Hari Nakba merupakan tragedi pengusiran warga Palestina dari Tanah Air mereka sendiri pada 15 Mei 1948.
Milisi Zionis yang didukung AS dan Inggris menggunakan pemerkosaan dan pembantaian sebagai alat untuk mengusir 750.000 warga Palestina dari rumah mereka dan menjadikan mereka pengungsi di negara tetangga, Tepi Barat dan Gaza.
Milisi Zionis saat itu berambisi menaklukkan wilayah yang dibutuhkan untuk mendirikan negara baru, Israel, dengan mayoritas penduduk Yahudi.
Presiden Mesir Abdul Fattah As Sisi mengatakan negaranya menentang pengusiran warga Palestina ke wilayah Sinai yang sebagian besar merupakan gurun pasir di Mesir.
Abdul Fattah al-Sisi menambahkan kalau satu-satunya solusi adalah negara Palestina merdeka.
Yordania, yang menjadi rumah bagi banyak pengungsi Palestina dan keturunan mereka yang diusir selama dan pasca-tragedi Nakba, juga khawatir Israel akan menggunakan konflik dengan Hamas untuk mengusir warga Palestina secara massal dari Tepi Barat yang diduduki.
Raja Abdullah mengatakan pemindahan paksa adalah kejahatan perang.
"Pemindahan paksa (penduduk) adalah kejahatan perangmenurut hukum internasional, dan merupakan garis merah bagi kita semua,” kata dia memperingatkan.
Dalam bahasa Arab, Nakba berarti malapetaka atau bencana.
Kata ini mengacu pada konflik Israel-Palestina, merujuk pada kejadian di mana orang-orang Palestina kehilangan tanah airnya selama dan setelah perang Arab-Israel tahun 1948.
Diperkirakan sekitar 700.000 orang di wilayah yang sekarang menjadi wilayah Israel melarikan diri atau terpaksa meninggalkan rumah mereka.
Banyak pengungsi Palestina di luar negeri yang tidak memiliki kewarganegaraan hingga saat ini.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.