Israel Krisis Pasukan Usai Batalyon Tentara Cadangan Tolak Perintah Perang di Gaza
Posisi Israel di Gaza kini semakin terdesak usai para tentara cadangan dari batalion perang menolak perintah Perdana Menteri Netanyahu Benyamin
Penulis: Namira Yunia Lestanti
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com Namira Yunia Lestanti
TRIBUNNEWS.COM, TEL AVIV – Posisi Israel di Gaza kini semakin terdesak usai para tentara cadangan dari batalion perang menolak perintah Perdana Menteri Netanyahu Benyamin untuk melanjutkan invasi melawan Hamas di jalur Gaza.
Menurut laporan yang disiarkan radio lokal Qatar, Kan Reshet Bet, brigade baru Israel terancam bubar lantaran sebagian pasukan cadangan menolak panggilan perang Netanyahu. Tak sampai disitu, sejumlah pasukan dilaporkan kabur dari batalyon demi terhindar dari tugas perang melawan Hamas di jalur Gaza.
Adapun fenomena ini terjadi sejak awal November lalu. Awalnya para prajurit ditarik ke batalyon pusat untuk menerima pelatihan dengan tugas melaksanakan perlindungan di daerah sekitar Gaza dan Tepi Barat. Namun pemerintah mengubah misi mereka untuk melakukan serangan tempur ke Gaza.
Baca juga: Israel Ledakkan Universitas Al-Israa di Gaza, AS Minta Klarifikasi setelah Videonya Viral
“Ada orang yang berlatih tanpa seragam militer. Ada tentara yang awalnya tidak diberi baju atau sandal. Sarana yang tersedia tidak sesuai untuk pelatihan. Tidak dapat dimengerti bagaimana mereka ingin memasukkan kekuatan yang sepenuhnya tapi tidak memenuhi syarat ke Jalur Gaza,” ujar salah satu tentara.
“Pejuang cadangan yang dipanggil mengkritik keras kesenjangan serius dalam peralatan, profesionalisme, kurangnya tenaga kerja,” imbuh tentara itu.
Pemerintah Israel berdalih penarikan tentara cadangan adalah bagian dari transisi yang direncanakan dari tahap manuver intensif kampanye militernya di Gaza ke fase yang lebih bertarget hingga akhir tahun ini.
Namun beberapa pihak berspekulasi bahwa Israel terpaksa menarik sebagian pasukannya karena kerugian besar yang ditimbulkan oleh pejuang sayap militer Hamas, Brigade Ezzedine al-Qassam.
Terlebih belakangan ini Israel tengah menghadapi kesulitan ekonomi, karena pemerintah harus membayar gaji ratusan ribu tentara cadangan yang dipecat dari pekerjaan sipil mereka.
Kondisi tersebut kian diperparah lantaran beberapa pekan terakhir pengeluaran militer Israel mengalami pembengkakan tembus mencapai 582 miliar shekels atau sekitar Rp2.397 triliun.
Ekonomi Israel yang kian boncos bahkan memaksa Kementerian Keuangan Israel untuk merilis aturan baru yang memperbolehkan pemerintah Tel Aviv menerima sumbangan dari masyarakat guna mendukung biaya operasional perang.
Baca juga: Israel Akui Bongkar Kuburan Massal Warga Gaza yang Jadi Korban Perang, Berdalih Cari Sandera
“Pemerintah merilis pedoman baru agar diperbolehkan menerima sumbangan dari masyarakat untuk mendukung perang, kebijakan tersebut juga mengizinkan pemerintah untuk memperpanjang masa berlakunya," ujar Kementerian Keuangan Israel.
Israel Telantarkan Warga Miskin
Lebih lanjut, badan amal Alternative Poverty Report mengungkap dampak pembengkakan biaya perang telah mendorong pemerintahan Tel Aviv untuk melakukan pemotongan gaji para pejabat dan pemangkasan bantuan ekonomi- sosial pada sejumlah lembaga amal.
Israel bahkan mulai menelantarkan warganya yang biasa mendapatkan santunan untuk menekan pembengkakan negara di tengah situasi perang di jalur Gaza. Akibatnya 81,6 penerima bantuan lanjut usia hidup dalam kemiskinan dan 31,5 persen warga Israel menghadapi kerawanan pangan yang parah.
“Dampak perang, badan amal yang didedikasikan untuk mendukung masyarakat miskin kini tak lagi menerima bantuan dari pemerintah Israel sejak dimulainya invasi, Padahal saat ini terjadi peningkatan jumlah permintaan bantuan,” jelas Alternative Poverty Report dikutip dari Middle East Monitor.