Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

IDF di Pos Pantau Banyak yang Tewas, Wanita Tentara Israel yang Ogah Dinas Dijebloskan ke Penjara

lusinan perempuan tentara Israel menolak dipindahkan ke posisi yang telah ditentukan di pos pengamatan.

Penulis: Hasiolan Eko P Gultom
zoom-in IDF di Pos Pantau Banyak yang Tewas, Wanita Tentara Israel yang Ogah Dinas Dijebloskan ke Penjara
tangkap layar/AP
MENANGIS - Wanita tentara Israel (IDF) menangis saat mengetahui rekannya tewas oleh serangan seorang anggota kepolisian Mesir, Mohammad Salah di pinggiran Tel Aviv, Juni 2023. 

IDF di Pos Pengawasan Banyak yang Tewas, Wanita Tentara Israel yang Ogah Dinas Dijebloskan Penjara

TRIBUNNEWS.COM - Sebuah laporan media Israel, Ynet menyoroti masalah mendasar mengenai penolakan perempuan tentara Israel (IDF) untuk bertugas di pos-pos pengawasan vital.

Laporan itu, mengutip juru bicara pasukan pendudukan Israel (IDF), Daniel Hagari, menyebut kalau lusinan perempuan tentara Israel menolak dipindahkan ke posisi yang telah ditentukan di pos pengamatan.

Hagari mengatakan IDF bahkan harus “meyakinkan” dan “menjelaskan” kepada tentara mereka mengenai pentingnya posisi tersebut.

Baca juga: Brigade Al-Qassam Terbitkan Video yang Bikin Kaget Israel: Sekali Sergap Puluhan IDF Tewas

Gelombang keengganan di pihak tentara perempuan Israel terjadi setelah sejumlah tentara IDF yang bertugas di pos-pos tersebut ditawan atau dibunuh oleh milisi Perlawanan Palestina pada 7 Oktober 2023.

Menurut Ynet, sekitar 50 tentara yang dimobilisasi minggu ini menolak dipindahkan dari kamp pelatihan dan menjalankan tugas yang diberikan.

Situs berita tersebut mengatakan tindakan mereka mengabaikan beberapa peringatan dan ketentuan wajib militer mereka di bawah pangkat kemiliteran IDF.

Berita Rekomendasi

“Kami mempunyai kewajiban moral dan etika untuk memperbaiki apa yang terjadi pada hari itu ketika kami gagal melindungi pos terdepan [Nahal Oz],” kata Hagari kepada Ynet, merujuk pada pos terdepan kolonial yang dikuasai oleh Perlawanan Palestina pada hari pertama serangan Banjir Al-Aqsa oleh Hamas.

Seperti dijelaskan oleh Ynet, terdapat “banyak bukti” kalau para komandan senior Israel mengabaikan “peringatan” yang diberikan berulang kali oleh wanita tentara IDF yang ditugaskan di pos-pos observasi, mengenai adanya serangan yang akan datang.

Pengabaian ini memicu kekhawatiran untuk melakukan tugas-tugas tersebut.

Baca juga: Laut Merah Makin Menyala, Milisi Irak Gabung Houthi Yaman: Adang Hingga Pelabuhan Israel Mati Total

IDF Menahan Wanita Tentara Mereka

Menariknya, Ynet mengatakan beberapa perempuan wajib militer yang menolak bertugas dibawa ke “penahanan atau penjara.”

Salah satu tentara wanita yang ditahan menggambarkan kejadian yang sedang berlangsung sebagai aib.

”Prajurit tersebut berusaha untuk membebaskan dirinya dari dinas dengan mengajukan dokumen yang merinci bahwa dia menderita beberapa penyakit mental, termasuk gangguan kecemasan" dan gangguan fokus," tulis laporan tersebut.

Anggota wajib militer tersebut mengatakan kepada keluarganya, "Sejak tanggal 7 Oktober, saya tidak dapat menjalankan tugas sama sekali. Sayangnya, tentara tidak mau memeriksa dokumen saya selama sebulan terakhir dan saat ini mereka tidak mendengarkan saya sama sekali dan tidak bersedia membiarkan saya bertemu dengan seorang perwira militer dan menjebloskan saya ke penjara."

Otoritas militer Israel mengklaim bahwa insiden semacam itu termasuk dalam “persentase penolakan rutin,” dengan 20 persen perempuan tentara IDF unit “Kontrol Perbatasan” menolak untuk dipindahkan ke pos-pos observasi.

Namun, situs berita Israel mengatakan IDF kini mempertimbangkan kebutuhan akan perempuan sebagai petugas pengawas, sebuah “keadaan darurat yang kritis”.

Komando militer Israel untuk “pertama kalinya” memutuskan kalau posisi tersebut akan diawaki oleh anggota pasukan cadangan militer Israel dan tidak akan dibatasi hanya pada staf tetap.

Wanita tentara Israel (IDF) menangis
MENANGIS - Wanita tentara Israel (IDF) menangis saat mengetahui rekannya tewas oleh serangan seorang anggota kepolisian Mesir, Mohammad Salah di pinggiran Tel Aviv, Juni 2023.

Struktur Komando yang Rapuh

Media Israel tersebut juga mengulas seputar serangan pasukan elite Hamas, Brigade al-Qassam, yang menyerbu pos terdepan kolonial dan mengambil kendali di samping beberapa situs dan pangkalan militer Israel lainnya, yang mengelilingi Jalur Gaza.

Serangan Brigade Al-Qassam itu dinilai menguak rapuhnya kemampuan dan struktur komando pasukan Israel untuk mengamankan pagar pemisah dengan Jalur Gaza.

Selain rantai komando yang cenderung berantakan, militer Israel juga mengalami banyak masalah terkait agresi militer mereka ke Gaza dalam kerangka aksi balasan serangan Banjir Al-Aqsa Hamas.

Hal ini mencakup ketakutan pasukan cadangan yang bertugas dalam peran penting, seperti pos pengamatan, serta ketidaksiapan unit tempur lain untuk bergabung dalam invasi darat ke Jalur Gaza.

Pada akhir Desember, komando Israel memanggil tentara cadangan untuk membentuk brigade baru untuk “tugas perlindungan” di sekitar Gaza dan Tepi Barat.

Namun, para prajurit tersebut, yang tidak memiliki organisasi, peralatan, dan rantai komando yang memadai, kemudian diberitahu kalau mereka akan mengambil bagian dalam misi tempur perkotaan di Jalur Gaza.

"Selama pelatihan yang tidak memadai, tentara menghadapi kesenjangan peralatan yang serius dan kurangnya profesionalisme serta sumber daya," ungkap laporan radio Reshen Bet Israel.

Baca juga: Krisis Tentara Israel Kian Parah, Setengah Batalion Brigade Hashomer Tak Mau Masuk Gaza

(oln/ynrt/almydn/*)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas