UNHCR Ungkap Data Kaum Rohingya yang Meninggal dan Hilang di Tahun 2023, Rekor Terburuk Nyaris Pecah
"Jumlah yang dilaporkan hilang atau meninggal adalah yang tertinggi sejak tahun 2014, ketika total korban mencapai 730," lanjut UNHCR
Penulis: Bobby W
Editor: Tiara Shelavie
TRIBUNNEWS.COM - Tahun 2023 lalu bisa dibilang masa terberat bagi kaum Rohingya yang mengungsi dari Myanmar untuk menyelamatkan diri dari rezim junta.
Sentimen ini kian menguat setelah Persatuan Bangsa-bangsa (PBB) mengklaim setidaknya 569 orang Rohingya dilaporkan meninggal atau hilang saat mencoba melarikan diri dari Myanmar atau Bangladesh sepanjang tahun lalu.
Jumlah korban meninggal atau hilang pada tahun 2023 ini menjadi catatan kelam bagi mereka mengingat angka tersebut hampir memecahkan rekor angka korban tertinggi pada tahun 2014,
Data ini disampaikan oleh Komisioner Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR) kepada publik pada Selasa (23/1/2024).
UNHCR mencatat kurang lebih hampir 4.500 orang Rohingya melakukan perjalanan beresiko tinggi melintasi Laut Andaman atau Teluk Bengal selama tahun 2023 dan 569 di antaranya meninggal atau hilang.
"Jumlah yang dilaporkan hilang atau meninggal adalah yang tertinggi sejak tahun 2014, ketika total korban mencapai 730," lanjut UNHCR dalam pernyataannya.
Menyedihkannya, mayoritas dari pengungsi yang meninggal adalah kaum perempuan dan anak-anak.
"Sebagian besar yang mencoba perjalanan ini adalah anak-anak dan perempuan, setidaknya mereka adalah 66 persen dari pengungsi yang melakukan perjalanan mematikan ini"
UNHCR juga menjelaskan alur atau rute perjalanan mematikan yang ditempuh oleh para pengungsi tersebut.
"Para pengungsi ini berangkat dari Bangladesh dan sejumlah pengungsi lainya yang lebih kecil berangkat dari Myanmar."
Naas bagi para korban selamat, mereka yang lolos dari maut saat melintasi laut masih saja mengalami banyak hal mengerikan selepas mereka berhasil mencapai daratan.
Baca juga: Sikap PP Muhammadiyah Terhadap Pengungsi Rohingya di Indonesia: Ranah Kemanusiaan
Sebelumnya, diketahui bahwa lebih dari satu juta Muslim Rohingya dari Myanmar kini tinggal di kamp-kamp di distrik perbatasan Bangladesh.
Sebagian besar dari mereka adalah warga Rohingya yang melarikan diri dari serangan militer di Myanmar pada tahun 2017.
Keadaan mereka di tahun 2023 semakin memburuk setelah Myanmar berada di bawah pemerintahan militer sejak kudeta tahun 2021.
Akibat kudeta yang dilakukan junta tersebut, keinginan untuk menerima kembali Rohingya sebagai bagian dari Myanmar semakin mengecil dan mereka dianggap sebagai orang asing oleh Junta Myanmar
Imbas adanya kudeta dari Junta Militer ini, banyak dari warga kaum Rohingya yang kemudian terdorong untuk berlayar mencari kehidupan baru dengan mengungsi ke negara lain.
Menanggapi seluruh data tersebut, UNHCR memanggil pihak berwenang dari pesisir-pesisir kawasan regional Asia Tenggara untuk segera mengambil tindakan guna mencegah tragedi serupa di masa depan.
"Menyelamatkan nyawa dan menolong mereka yang dalam kesulitan di laut adalah suatu kewajiban kemanusiaan dan tugas yang telah lama diatur dalam hukum maritim internasional," demikian disampaikan UNHCR.
(Tribunnews.com/Bobby Wiratama)