17.000 Anak di Gaza Jadi Yatim Piatu, Alami Trauma Berat, Curhat Ingin Perang Cepat Berakhir
17.000 anak-anak yang berada di Jalur Gaza kini hidup tanpa didampingi salah satu atau kedua orang tua (Yatim piatu) imbas gempuran rudal Israel.
Penulis: Namira Yunia Lestanti
Editor: Bobby Wiratama
TRIBUNNEWS.COM - Menurut laporan Direktur Jenderal Kantor Media Gaza Ismail al-Thawabteh sekitar 17.000 anak-anak yang berada di Jalur Gaza kini hidup tanpa didampingi salah satu atau kedua orang tua (Yatim piatu).
Angka ini setara dengan 1 persen dari keseluruhan populasi pengungsi 1,7 juta orang, sebagaimana dikutip dari Anadolu Ajansı.
“17.000 anak-anak Palestina di Jalur Gaza hidup tanpa orang tua mereka sejak genosida dimulai, dan beberapa dari mereka kehilangan kedua orang tuanya. orang tua mereka karena mati syahid, ditangkap, atau dihilangkan,” jelas Kantor Media Gaza Ismail al-Thawabteh pada konferensi pers di Rumah Sakit Martir Al-Aqsa.
Meskipun Israel mengklaim berusaha menghindari korban sipil dengan mengeluarkan perintah evakuasi.
Namun hal tersebut tak dapat menekan jumlah korban tewas. Otoritas Kesehatan Palestina menyebut lebih dari 27.000 warga negaranya kini dinyatakan meninggal dunia akibat rudal Israel.
Salah satu korban serangan rudal Israel, Ibrahim Abu Mouss, yang baru berusia 10 tahun menceritakaan telah kehilangan ibu, kakek, dan saudara perempuannya.
"Ketika mereka masih hidup, saya bisa tidur. Tetapi setelah mereka terbunuh, saya tidak bisa tidur lagi. Saya biasa tidur," jelas Ibrahim.
Kisah serupa juga dialami Kinza Hussein, bocah asal Gaza yang kedua orang tuanya terbunuh oleh rudal Israel.
“Ayah terbunuh saat pergi membeli tepung untuk membuat roti. Dia tidak memiliki mata, dan lidahnya dipotong," kenang Kinza.
"Kami hanya ingin perang berakhir, Semuanya menyedihkan,” ucap Kinza dikutip dari BBC International.
Baca juga: PBB: Pekerja Bantuan Gaza dan 70 Anggota Keluarga besarnya Tewas akibat Serangan Udara Israel
Anak-Anak Gaza Alami Stres Akibat Perang
Sejak perang pecah pada 7 Oktober lalu, sebuah organisasi nirlaba lokal, SOS Children's Villages, yang bekerja sama dengan UNICEF, mengatakan telah menampung 55 anak-anak yang kehilangan orang tuanya, semuanya berusia di bawah 10 tahun.
Adapun dari puluhan anak yang di tampung, sebagian besar dari anak – anak itu mengidap trauma.
Mereka juga didiagnosis mutisme selektif, dan gangguan kecemasan yang membuatnya tidak dapat membicarakan apa yang terjadi padanya dan keluarganya.
Selain itu banyak anak-anak juga menunjukkan tanda-tanda stres pasca-trauma setelah kehilangan orang tua mereka dan diselamatkan dari reruntuhan setelah berhari-hari terjebak di bawahnya.
UNICEF meyakini hampir semua anak di Gaza sekarang membutuhkan dukungan kesehatan mental.
Untuk mencegah bertambahnya kasus gangguan mental pada anak – anak Gaza, Unit kesehatan mental rumah sakit telah membuat komitmen khusus dengan melakukan kegiatan terapeutik.
620 Ribu Anak Putus Sekolah
Selain menyebabkan efek trauma pada anak – anak Gaza, serangan yang dilakukan Israel juga merusak sistem pendidikan di Palestina
Hingga lebih dari 620.000 anak-anak di Palestina telah kehilangan kesempatan untuk melanjutkan pendidikan sejak awal agresi.
Bahkan imbas meningkat serangan yang dilakukan Israel membuat aktivitas belajar mengajar di Palestina terpaksa diberhentikan sementara selama tahun ajaran 2023/2024.
Meski aktivitas pembelajaran di sekolah ditutup, namun nantinya 55 sekolah yang berlokasi di “zona jahitan” sebuah wilayah yang dipisahkan dari wilayah Tepi Barat yang diduduki oleh tembok apartheid Israel, akan menerapkan metode pembelajaran e-learning.
(Tribunnews.com/ Namira Yunia)