ICC Peringatkan Israel akan Hadapi Tuntutan Kejahatan Perang Jika Lanjutkan Invasi di Rafah
Israel dapat menghadapi tuduhan kejahatan perang di Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) jika terus melakukan invasi ke Rafah.
Penulis: Tiara Shelavie
Editor: Bobby Wiratama
TRIBUNNEWS.COM - Kepala jaksa Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) memperingatkan Israel bahwa mereka dapat menghadapi tuduhan kejahatan perang jika terus melakukan invasi ke Rafah.
Dilansir NZ Herald, Karim Khan, seorang pengacara asal Inggris, mengatakan ia sangat prihatin tentang potensi serangan besar-besaran di kota Gaza selatan itu.
Terdapat 1,4 juta warga Palestina berlindung di sana.
Karim Khan menegaskan kembali bahwa mereka yang melakukan kejahatan perang akan dimintai pertanggungjawaban.
Tekanan internasional semakin meningkat terhadap rencana serangan Israel terhadap Rafah, wilayah terakhir Gaza yang tersisa.
Menteri Luar Negeri Inggris David Cameron mendesak Israel untuk berhenti dan berpikir serius sebelum mengambil tindakan lebih lanjut.
"Inggris sangat prihatin melihat Israel memerintahkan pasukannya bersiaga untuk mendekati kota tersebut," katanya.
Cameron kembali menyerukan gencatan senjata yang berkelanjutan.
Sementara itu, Volker Türk, kepala hak asasi manusia PBB, mengatakan operasi militer di mana banyak pengungsi telah melarikan diri dari bom adalah hal yang mengerikan.
“Potensi serangan militer besar-besaran ke Rafah, di mana sekitar 1,5 juta warga Palestina berkumpul di perbatasan Mesir tanpa punya tempat untuk melarikan diri lagi adalah hal yang menakutkan."
"Mengingat kemungkinan besar jumlah warga sipil, yang sebagian besar adalah anak-anak dan perempuan, akan menjadi korban terbunuh dan terluka.”
Baca juga: Makin Dongkol, Joe Biden Dilaporkan Panggil Nama PM Israel Netanyahu dengan Kata Umpatan
Joe Biden telah memperingatkan Israel agar tidak melancarkan operasi di wilayah tersebut tanpa rencana evakuasi yang luas.
Biden bahkan dikatakan menyebut PM Israel Benjamin Netanyahu sebagai “a**hole”, orang yang tidak mungkin diajak bekerja sama dan melihatnya sebagai penghalang utama bagi perdamaian, menurut NBC News.
Namun hal itu dibantah oleh juru bicara Biden.