Israel Manfaatkan Ramadan untuk Negosiasi, Hilal Ramadan Jadi Deadline untuk Menyerang Rafah
Israel memanfaatkan berbagai cara untuk mencapai tujuannya. Termasuk memanfaatkan Bulan Suci Ramadan untuk daya tawar mereka dalam negosiasi.
Penulis: Muhammad Barir
Israel Manfaatkan Ramadan untuk Negosiasi, Hilal Ramadan Jadi Deadline untuk Menyerang Rafah
TRIBUNNEWS.COM- Israel memanfaatkan berbagai cara untuk mencapai tujuannya. Termasuk memanfaatkan Bulan Suci Ramadan untuk daya tawar mereka dalam negosiasi.
Mereka mengancam akan menjadikan awal Ramadan sebagai awal penyerangan mereka ke Rafah. Kabinet Perang Israel akan menjadikan Ramadan sebagai batas waktu bagi mereka untuk melakukan serangan ke Kamp pengungsi Rafah.
Mereka berkilah, serangan itu tidak akan terjadi jika para sandera yang ditahan Hamas telah dibebaskan semua.
Israel akan melancarkan serangan darat di kota Rafah di Gaza, kecuali para tawanan yang masih ditahan oleh Hamas dibebaskan pada awal bulan suci Ramadhan bulan depan, klaim anggota kabinet perang Israel Benny Gantz pada 18 Februari.
Israel secara terbuka mengumumkan persiapan serangan terhadap kota perbatasan di Gaza selatan, di mana sekitar 1,3 juta warga Palestina telah berlindung di sana, mencari keselamatan dari pemboman Israel di Kota Gaza dan Khan Yunis di Gaza utara dan tengah.
Baca juga: Israel Cemas Yahya Sinwar Sudah Melarikan Diri dari Rafah ke Mesir Bersama Sandera Hamas
Israel berada di bawah tekanan internasional yang kuat untuk menahan diri dari menginvasi Rafah, yang akan menciptakan “pertumpahan darah” karena banyaknya warga sipil di sana, kelompok bantuan telah memperingatkan.
“Bagi mereka yang mengatakan harga yang harus dibayar terlalu tinggi, saya mengatakan ini dengan sangat jelas: Hamas punya pilihan,” kata Gantz dalam pidatonya hari Minggu di hadapan para pemimpin Yahudi Amerika di Yerusalem.
“Mereka bisa menyerah, melepaskan sandera, dan dengan cara ini, warga Gaza bisa merayakan hari raya suci Ramadhan.”
Gantz adalah pemimpin oposisi dan mantan panglima tentara Israel. Ia bergabung dengan kabinet perang ketika dibentuk setelah dimulainya perang pada 7 Oktober.
Pembicaraan di Kairo, yang dihadiri delegasi Israel, AS, dan Qatar, bertujuan untuk mencapai gencatan senjata dan pertukaran tawanan.
Namun pembicaraan terhenti dalam beberapa hari terakhir. Tidak ada delegasi yang mewakili Hamas atau faksi perlawanan Palestina lainnya yang hadir di ibu kota Mesir.
Wakil Sekretaris Jenderal Jihad Islam Palestina (PIJ), Dr. Mohammad Al-Hindi, menyatakan pada tanggal 18 Februari bahwa delegasi Israel tidak memiliki wewenang untuk membuat kesepakatan apa pun dan bahwa Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengeksploitasi pembicaraan Kairo untuk menangkis kritik domestik dan internasional.
Komunitas internasional marah atas pembunuhan massal yang dilakukan Israel terhadap warga Palestina dan potensi invasi ke Rafah.