PM Mohammad Shtayyeh Mengundurkan Diri, Palestina Lakukan Reshuffle Kepemimpinan Pekan Depan
Di tengah memanasnya serangan tentara Israel di Gaza, Perdana Menteri Palestina Mohammad Shtayyeh dilaporkan mengundurkan diri
Penulis: Namira Yunia Lestanti
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com Namira Yunia Lestanti
TRIBUNNEWS.COM, GAZA – Di tengah memanasnya serangan tentara Israel di Gaza, Perdana Menteri Palestina Mohammad Shtayyeh dilaporkan mengundurkan diri usai 5 tahun menjabat tepatnya sejak 2019 silam.
Informasi tersebut mencuat setelah beberapa sumber-sumber di dalam kepemimpinan Palestina menyerahkan surat pengunduran diri ke Presiden Mahmoud Abba, usai menggelar pertemuan pemerintah di Ramallah, Tepi Barat, pada Senin (26/2/2024).
"Saya menyampaikan pengunduran diri pemerintah kepada Bapak Presiden (Mahmoud Abbas)," ucap Shtayyeh dalam pengumumannya.
Baca juga: Kecam Perang di Gaza, Anggota Militer Amerika Bakar Diri di Depan Kantor Kedutaan Besar Israel
"Saya melihat bahwa tahap selanjutnya dan tantangan-tantangannya memerlukan pengaturan pemerintahan dan politik baru yang mempertimbangkan realitas dan konsensus berdasarkan persatuan
Belum ada tanggapan dari kantor Presiden Palestina yang berkedudukan di Ramallah, Tepi Barat, terkait pengumuman yang disampaikan Shtayyeh.
Namun menurut informasi yang beredar, setelah pengunduran diri secara resmi akan dilakukan dua hari ke depan.
Sementara reshuffle atau pergantian kepemimpinan akan digelar pekan depan sebagai upaya untuk menjadikan Palestina sebagai otoritas pemerintahan baru.
Selain itu langkah ini diharapkan dapat menghentikan perang di Jalur Gaza dan mencapai konsensus nasional untuk semua faksi Palestina, termasuk Hamas.
“Langkah ini diperkirakan akan memfasilitasi pembentukan pemerintahan teknokratis profesional baru dengan begitu kedua belah pihak bisa segera menghentikan perang di Jalur Gaza,” jelas sumber kepercayaan Palestina, dikutip dari 124 news.
Lebih lanjut, pernyataan Shtayyeh muncul ketika pemerintah Palestina terus terus mengalami tekanan dan ancaman dari Amerika dan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu terkait rencana pendudukan Gaza setelah serangan brutal yang dilakukan militer Israel.
Baca juga: Yoav Gallant: Jika Ada Gencatan Senjata di Gaza, Israel Tetap Gempur Hizbullah
AS dan Israel menilai perubahan pemerintahan dan politik baru perlu dilakukan konsensus Palestina guna menjaga persatuan dan perluasan kesatuan otoritas atas tanah Palestina.
Akan tetapi rencana tersebut ditolak mentah – mentah oleh Otoritas Palestina, mereka menilai usulan yang diajukan Netanyahu tak ada bedanya dengan penjajahan baru.
"Saya melihat bahwa tahap selanjutnya dan tantangan-tantangannya memerlukan pengaturan pemerintahan dan politik baru yang mempertimbangkan realitas terbaru di Gaza dan perlunya konsensus Palestina-Palestina berdasarkan persatuan Palestina dan perluasan kesatuan otoritas atas tanah Palestina," cetus Shtayyeh.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.