Anak -anak Gaza di Kamp Jabalia Antre demi Ubi Rebus dan Wortel untuk Menu Berbuka Puasa
Dapur amal Palestina dan relawan di Gaza Utara mengolah bahan pangan sisa menjadi hidangan sederhana untuk sahur maupun buka puasa warga Gaza.
Penulis: Namira Yunia Lestanti
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com Namira Yunia Lestanti
TRIBUNNEWS.COM, GAZA – Krisis pangan membuat dapur amal Palestina dan relawan di Gaza Utara harus memutar otak mengolah bahan pangan sisa menjadi hidangan sederhana untuk sahur maupun buka puasa warga Gaza, terutama anak-anak.
Dalam cuplikan video viral yang diunggah di sosial media tampak sebagian besar pengungsi di kamp Jabaliya Gaza Utara yang didominasi anak – anak tengah mengantre untuk mendapatkan kudapan sup dari olahan wortel dan ubi jalar untuk berbuka puasa.
Meski tak ada daging ataupun ayam, namun hidangan sup wortel ubi itu dianggap sebagai menu makanan spesial bagi pengungsi Gaza yang beberapa bulan terakhir kesulitan untuk mendapatkan bahan pangan akibat krisis.
Mengutip dari Associated Press krisis mulai melanda Gaza pasca Israel memblokade akses bantuan pangan di wilayah Rafah, dari ratusan truk bantuan kemanusiaan yang mengantri hanya 19 persen yang diperbolehkan masuk ke wilayah Gaza.
Hal tersebut juga diperparah dengan adanya penangguhan bantuan yang dilakukan Program Pangan Dunia atau World Food Programme (WFP) PBB ke pengungsi Palestina.
Serangkaian masalah ini yang membuat stok bahan pangan tak bisa masuk ke wilayah pengungsian Gaza, hingga ratusan anak mengalami stunting dan malnutrisi akut.
Sementara puluhan lainnya dinyatakan meninggal akibat kelaparan akut.
Warga Gaza di Pengungsian Hanya Makan Sehari Sekali
Salah satu pengungsi Gaza bernama Hanaa al-Masry menceritakan kondisi memprihatinkan yang harus dihadapi keluarganya saat hari pertama Ramadhan.
Akibat krisis pangan yang terjadi di sejumlah kamp-kamp pengungsian, ia kini tak bisa menyiapkan hidangan makanan untuk sahur maupun buka puasa.
Baca juga: Atasi Krisis Pangan di Gaza, Mesir Distribusikan Paket Sembako ke Pengungsi di Perbatasan
Ia mengungkap teka memiliki apa-apa untuk dimakan, bahkan demi bisa bertahan hidup ia dan pengungsi lainnya membatasi jumlah konsumsi pangan harian, yakni satu orang hanya boleh makan paling banyak sekali sehari.
“Anak-anak kami tidak dapat menemukan apa pun untuk dimakan,” jelas Masry.
Warga Gaza Selatan Konsumsi Pakan Ternak
Kondisi yang memprihatinkan juga terjadi di Gaza Selatan, untuk mencegah meluasnya krisis pangan yang terjadi disana para warga mulai putar otak mengubah pakan biji burung sebagai tepung untuk membuat roti.
Baca juga: 2.000 Tenaga Medis di Gaza Utara Jalani Puasa Ramadhan Tanpa Sahur dan Buka
Selain itu, pengungsi juga terpaksa mengkonsumsi rumput liar dan olahan dari pakan ternak demi bisa bertahan hidup ditengah gempuran perang.
Meski sejumlah negara telah menghujani kota Gaza dengan beberapa paket bantuan.
Namun apabila blokade terus dilakukan Israel maka hal tersebut akan membuat setengah juta warga Palestina akan menjadi mangsa kematian karena dilanda kelaparan dan kehausan akut setelah mereka hampir tidak menerima bantuan sama sekali selama berminggu-minggu.
Baca juga: Pilunya Ramadhan di Gaza, Warga Tak Punya Makanan untuk Disantap Saat Buka Puasa dan Sahur
Badan pemantau hak asasi manusia euro-med bahkan menggambarkan situasi yang tengah terjadi di gaza sebagai "perang kelaparan".
"Kami tahu ada risiko kelaparan yang sangat serius di Gaza. Sebelum 7 Oktober, sebanyak 33 persen penduduk menghadapi kerawanan pangan."
"Sekarang dapat kami pastikan bahwa 100 persen penduduk sudah menghadapinya,” kata direktur Jenderal FAO Qu Dongyu, sebagaimana dikutip dari Anadolu.