Gantikan Mohammad Shtayyeh, Presiden Palestina Tunjuk Mohammad Mustafa Jadi PM Baru
Perdana Menteri Palestina yang baru telah ditunjuk Mahmud Abbas. Ia adalah Mohammad Mustafa yang juga pernah menjadi Wakil PM Palestina.
Penulis: Yohanes Liestyo Poerwoto
Editor: Whiesa Daniswara
TRIBUNNEWS.COM - Perdana Menteri (PM) Palestina yang baru telah ditunjuk oleh Presiden Palestina Mahmud Abbas untuk menggantikan Mohammad Shtayyeh.
Ia adalah Mohammad Mustafa.
Dikutip dari Reuters, Mustafa ditunjuk setelah beberapa minggu yang lalu Shtayyeh memutuskan untuk mengundurkan diri di tengah agresi Israel di Palestina.
Sosok yang merupakan lulusan Universitas George Washington di Washington itu merupakan anggota komite eksekutif independen Organisasi Pembebasan Palestina yang didominasi gerakan dari organisasi Fatah.
Mustafa merupakan penasihat ekonomi senior bagi Abbas dan sempat menjadi Ketua Dewan Dana Investasi Palestina (PIF) di tahun 2006 dan 2013, dikutip dari Britannica.
Selain itu, dirinya juga sempat menjabat sebagai Wakil Perdana Menteri Palestina pada tahun 2013-2014 dan Menteri Ekonomi Palestina di tahun 2014.
Mustafa merupakan pakar di bidang ekonomi terkemuka.
Tak hanya di Palestina, Mustafa juga sempat menjadi penasihat ekonomi di Pemerintah Kuwait dan Arab Saudi.
Mustafa juga dikenal sebagai pebisnis dengan memimpin beberapa perusahaan mentereng di Palestina seperti Wataniya Mobile, perusahaan investasi Real Estat Amaar dan Real Estat Al Reehan.
Lalu, dia juga memimpin perusahaan pembangkit listrik di Palestina hingga Dana Sharakat untuk Usaha Kecil.
Mustafa juga sempat dipercaya menjadi pimpinan dari BUMN bidang telekomunikasi Palestina PalTel.
Baca juga: Suku-Suku di Gaza Tolak Jadi Antek Israel, Hamas Justru Ditikam Bos Intelijen Otoritas Palestina?
Dia pun sempat pula bekerja di Bank Dunia dengan memegang jabatan penting seperti membidangi sektor pembangunan dan reformasi ekonomi, pembiayaan proyek, hingga pembangunan infrastruktur.
Sebelumnya, Mohammad Shtayyeh secara mendadak mengumumkan pengunduran dirinya pada 26 Februari 2024 lalu.
Dikutip dari Aljazeera, diduga mundurnya Shtayyeh lantaran adanya intervensi dari pihak asing dengan mengintervensi pemerintah di Gaza.
Pada saat itu, Shtayyeh mengatakan bahwa keputusan dirinya mundur lantaran 'eskalasi yang belum pernah terjadi sebelumnya' di Tepi Barat dan Yerusalem yang diduduki hingga perang di Gaza.
"Saya melihat tahap selanjutnya dan tantangan-tantangannya memerlukan pengaturan pemerintahan dan politik baru yang mempertimbangkan realitas baru di Gaza dan perlunya konteks Palestina-Palestina berdasarkan persatuan Palestina," kata Shtayyeh.
Di sisi lain, sejak perang meletus sejak 7 Oktober 2023, korban tewas di Gaza mencapai 31.341 orang per Kamis (14/3/2024).
Korban tersebut di antaranya sebanyak 12.300 anak-anak meninggal dunia dan lebih dari 8.000 lainnya masih hilang.
Selain itu, korban luka mencapai 73.134 orang termasuk 8.663 anak-anak.
Sedangkan di Tepi Barat, ada 433 orang tewas termasuk 116 anak-anak.
Sementara korban luka mencapai 4.650 orang.
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto)
Artikel lain terkait Konflik Palestina vs Israel