Mengenal Deir Al-Balah, Lokasi 'Pulau Kemanusiaan' yang Direncanakan Israel untuk Warga Palestina
Israel berencana memindahkan warga Palestina di Kota Rafah ke "pulau kemanusiaan" di Deir Al-Balah.
Penulis: Febri Prasetyo
Editor: Tiara Shelavie
TRIBUNNEWS.COM – Israel berencana memindahkan 1,4 juta warga Palestina di Kota Rafah, Jalur Gaza bagian selatan, ke tempat yang disebut “pulau kemanusiaan”.
Rencana kontroversial itu disebut bakal dilakukan menjelang invasi Israel ke Rafah.
Adapun “pulau kemanusiaan” nantinya berlokasi di Kegubernuran Deir Al-Balah.
Deir Al-Balah berada di Jalur Gaza bagian tengah sehingga kerap disebut sebagai Gaza Tengah.
Dikutip dari ABC, Deir Al-Balah memiliki luas 56 km persegi.
Jika dilihat pada peta, Deir Al-Balah berbatasan dengan wilayah Palestina yang diduduki Israel, di sebelah timur.
Adapun di sebelah barat, Deir Al-Balah berbatasan dengan Laut Mediterania atau Laut Tengah.
Di sebelah utara, Deir Al-Balah berbatasan dengan Kegubernuran Gaza. Di sebelah selatan, wilayah ini berbatasan dengan Kegubernuran Khan Yunis.
Dikutip dari laman PCBS, penduduk Deir Al-Balah pada tahun 2022 diperkirakan mencapai sekitar 310.000 jiwa.
Deir Al-Balah adalah salah satu dari lima kegubernuran atau muhafazah Palestina di Jalur Gaza.
Di Kegubernuran Deir Al-Balah terdapat Kota Deir Al-Balah yang memiliki luas 14,7 km persegi. Kota Deir Al-Balah berjarak 14 km dari Kota Gaza.
Baca juga: Dianggap Hanya Akal Bulus Zionis, Rencana Israel Usir Warga Palestina ke Pulau Kemanusiaan Dikecam
Melansir dari laman resmi UNRWA, Deir Al-Balah secara harfiah berarti ‘Biara Kurma’. Wilayah itu dinamai demikian lantaran ada banyak pohon kurma di sana.
Di Kegubernuran Deir Al-Balah terdapat sejumlah kamp pengungsian yang dioperasikan oleh badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Kamp-kamp itu ialah Bureij, Deir Al-Balah, Maghazi, dan Nuseirat.
Menurut UNRWA, kamp Deir Al-Balah adalah kamp terkecil di Jalur Gaza dan berlokasi barat Kota Deir Al-Balah.
Kamp itu awalnya digunakan untuk tempat berlindung para pengungsi Palestina yang mengevakuasi diri dari wilayah Palestina tengah dan selatan karena Perang 1948.
Para pengungsi awalnya tinggal di tenda. Mereka kemudian menempati bangunan yang terbuat dari bata lumpur dan selanjutnya dari beton.
Menurut catatan UNRWA, pada tahun 2023 terdapat 26.674 orang yang tercatat menempati kamp pengungsian itu.
Rencana Israel dikecam
Rencana Israel memindahkan warga Palestina ke “pulau kemanusiaan” menuai banyak kecaman.
Para aktivis HAM menyebut rencana Israel tersebut adalah upaya negara Zionis untuk memperbaiki citranya setelah membantai ribuan warga Palestina di Gaza.
Di samping itu, ada ketakutan bahwa militer Israel bakal kembali menggunakan strategi brutal yang sebelumnya pernah dilakukan di Gaza.
Strategi itu ialah meminta warga Palestina ke tempat yang diklaim aman. Namun, warga Palestina di tempat itu justru dihujani dengan bom dan peluru.
Baca juga: Sebelum Serang Rafah, Israel Klaim akan Pindahkan Pengungsi Gaza ke Pulau Kemanusiaan
Adapun rencana pemindahan itu diungkapkapkan oleh juru bicara militer Israel, Daniel Hagari, pada hari Rabu, (13/3/2024).
Adapun “pulau kemanusiaan” itu direncanakan berada di wilayah Kegubernuran Deir Balah.
Hagari mengatakan pemindahan itu adalah bagian dari persiapan invasi militer Israel ke Rafah.
Rafah kini menjadi tempat berlindung warga Palestina sehingga jumlah penduduk di kota itu melonjak drastis.
Menurut Hagari, “pulau kemanusiaan” itu akan menjadi tempat perlindungan sementara bagi warga Palestina. Di sana disediakan makanan dan air.
Meski demikian, rencana itu ditentang oleh para aktivis. Mereka mengklaim tujuan rencana itu ialah membuat ilusi bahwa Israel berupaya mengurangi jumlah korban sipil saat melancarkan serangan.
“Jika Israel memang ingin mengamankan situasi kemanusiaan, Israel harus segera berhenti menargetkan warga sipil dan infrastruktur sipil secara sengaja, dan mengizinkan bantuan kemanusiaan masuk ke Gaza tanpa syarat dari beberapa titik perlintasan yang dikuasainya,” ujar Zaid Amali yang menjadi Direktur Advokasi Internasional di LSM Palestina bernama MIFTAH kepada TRT World.
Kini nasib warga Palestina di Rafah menjadi perhatian banyak pihak, termasuk Amerika Serikat (AS) yang menjadi sekutu Israel.
Mereka takut bahwa invasi militer di Rafah akan menimbulkan bencana kemanusiaan. Rafah saat ini menjadi akses utama di Gaza untuk suplai bantuan.
“Jika Israel meningkatkan serangannya, kita akan melihatnya setidaknya 100.000 warga Palestina yang tewas,” ujar Ubai Aboudi yang menjabat sebagai direktur eksekutif pada organisasi HAM bernama Pusat Penelitian dan Pengembangan Bisan.
Dia mengatakan Israel meminta warga Palestina mengevakuasi diri ke area yang diklaim aman oleh Israel. Namun, ironisnya mereka justru dibom oleh Israel di sana.
Baca juga: Israel Kembali Bantai Warga Gaza Saat Sedang Menunggu Bantuan di Bundaran Kuwait
“Rancana pulau kemanusiaan mereka tidak akan mengatasi situasi kemanusiaan di Gaza dan tidak menawarkan perlindungan apa pun bagi warga sipil,” kata Aboudi.
“Pulau kemanusiaan ini seperti apa yang mereka klaim sebagai area aman saat kampanye genosida,” katanya menambahkan.
Adapun Israel belum mengungkapkan kapan rencana evakuasi itu akan dimulai.
(Tribunnews/Febri)