Pertama Kalinya Resolusi DK PBB Tuntut Gencatan Senjata, Kemenlu: Momentum Salurkan Bantuan ke Gaza
Pemerintah Indonesia sambut baik adopsi Resolusi Dewan Kehormatan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) 2728 (2024).
Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Hasanudin Aco
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) RI menyambut baik adopsi Resolusi Dewan Kehormatan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) 2728 (2024) yang pertama kalinya menuntut gencatan senjata di Gaza, Palestina.
“Indonesia menyambut baik adopsi Resolusi DK PBB 2728 (2024) yang menuntut gencatan senjata segera di Gaza,” kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Lalu Muhammad Iqbal kepada wartawan, Selasa (26/3/2024).
Pemerintah Indonesia pun menyerukan kepada semua pihak agar resolusi yang mengikat secara hukum ini dapat diimplementasikan sesegera mungkin.
Resolusi DK PBB ini dapat dimanfaatkan sebagai momentum bagi penyaluran besar-besaran bantuan kemanusiaan sekaligus pelindungan warga sipil yang ada di Gaza.
“Indonesia menyerukan agar Resolusi yang mengikat secara hukum ini segera diimplementasikan oleh seluruh pihak. Ini saatnya untuk pastikan penyaluran bantuan kemanusiaan besar-besaran dan pelindungan warga sipil di Gaza,” kata Iqbal.
Baca juga: Israel Ngeyel, Tolak Patuhi Resolusi DK PBB: Tak Ada Gencatan Senjata di Gaza
Seperti diketahui, Dewan Keamanan PBB untuk kali pertama pada Senin (25/3/2024) menuntut gencatan senjata segera di Gaza.
Itu terjadi setelah Amerika Serikat, sekutu Israel yang memveto rancangan sebelumnya, memilih abstain.
Mendapat tepuk tangan meriah di Dewan Keamanan yang biasanya tenang, ke-14 anggota lainnya memberikan suara mendukung resolusi yang "menuntut gencatan senjata segera" untuk bulan suci Ramadhan yang sedang berlangsung.
Resolusi tersebut menyerukan agar gencatan senjata mengarah pada "gencatan senjata yang langgeng dan berkelanjutan" dan menuntut agar Hamas dan kelompok lainnya membebaskan para sandera yang diculik dalam serangan 7 Oktober.
"Pertumpahan darah telah berlangsung terlalu lama," kata Amar Bendjama, Utusan Aljazair, anggota Dewan Keamanan blok Arab saat ini.
Aljazair merupakan sponsor resolusi tersebut bersama dengan berbagai kelompok yang mencakup Slovenia, Swiss, Jepang, dan Korea Selatan.