Prabowo akan Temui Xi Jinping, Analis Sebut China Dahului Amerika untuk Dekati Calon Pemimpin Baru
Dengan mengundang Prabowo, China disebut lebih dahulu melangkahi Amerika dalam merayu calon pemimpin Indonesia masa depan.
Penulis: Tiara Shelavie
Editor: Bobby Wiratama
TRIBUNNEWS.COM - Presiden terpilih Republik Indonesia, Prabowo Subianto, tiba di Beijing pada Minggu untuk kunjungan yang akan berlangsung hingga 2 April 2024.
Prabowo dijadwalkan akan bertemu Presiden Xi Jinping dan Perdana Menteri Li Qiang selama kunjungannya ke China.
Ini menjadi kunjungan luar negeri pertama Prabowo setelah dinyatakan memenangkan Pilpres 2024 bulan lalu.
Dengan mengundang Prabowo, yang saat ini menjabat sebagai Menteri Pertahanan Indonesia, China berusaha mendapatkan keunggulan atas Amerika dan menjadi negara yang pertama dalam mendekati pemimpin masa depan negara dengan perekonomian terbesar di Asia Tenggara tersebut, kata para analis seperti dilansir Radio Free Asia.
Selama kunjungan tiga hari Prabowo yang dimulai pada hari Minggu, Xi Jinping akan mengadakan pembicaraan mengenai hubungan bilateral dan isu-isu yang menjadi kepentingan bersama, kata Lin Jian, juru bicara Kementerian Luar Negeri China, pada konferensi pers harian reguler di Beijing pada hari Jumat (29/3/2024).
“Atas undangan Presiden Xi Jinping, Presiden terpilih Indonesia Prabowo Subianto akan mengunjungi Tiongkok mulai 31 Maret hingga 2 April,” kata Lin, menurut transkrip yang diposting di situs kementerian.
"Kunjungan Prabowo ke Tiongkok akan menjadi kunjungan luar negeri pertamanya sebagai presiden terpilih."
"Hal ini sepenuhnya menunjukkan kuatnya hubungan Tiongkok-Indonesia.”
Juru bicara Kementerian Pertahanan Indonesia juga mengatakan tujuan kedatangan Prabowo adalah untuk memperkuat hubungan bilateral dan meningkatkan kerja sama di sektor pertahanan.
“Kunjungan ini merupakan bagian dari upaya berkelanjutan kedua negara untuk memperkuat dialog dan kerja sama strategis, yang sangat penting bagi keamanan dan stabilitas kawasan,” ujar Brigjen Jenderal Edwin Adrian Sumantha kepada BenarNews, layanan berita yang berafiliasi dengan RFA.
Indonesia di Antara Persaingan China-AS
Pengamat politik regional melihat kunjungan Prabowo ke China sebagian besar sebagai persaingan antara China dan Amerika Serikat untuk mendapatkan pengaruh di Asia Tenggara.
Baca juga: Tiba di China, Prabowo Subianto Akan Temui Presiden Xi Jinping hingga Menhan Dong Jun
Selama hampir satu dekade kepemimpinan Presiden Joko Widodo, Indonesia dan China semakin dekat, kata banyak analis.
Analis Pertahanan Universitas Al Azhar Raden Mokhamad Luthfi mencontohkan proyek besar China di Indonesia.
“Salah satu contohnya adalah proyek Belt and Road Initiative berupa Kereta Cepat Jakarta-Bandung dan industri hilirisasi nikel,” kata Raden kepada BenarNews.
Raden merujuk pada proyek Inisiatif Sabuk dan Jalan andalan China, kereta cepat Jakarta-Bandung, yang mulai beroperasi komersial pada Oktober 2023.
Hilirisasi nikel mengacu pada pengolahan bijih nikel di dalam negeri, yaitu pemurnian komoditas di dalam negeri agar ekspor lebih bernilai.
Perusahaan-perusahaan yang terkait dengan China mendominasi industri smelter nikel di Indonesia.
Alasan lain China mengundang Prabowo adalah karena Beijing ingin memastikan bahwa di bawah kepemimpinan Prabowo, Indonesia tidak mendekatkan diri dengan Amerika Serikat dan Barat.
“Saya menduga China ingin memastikan Prabowo melanjutkan kebijakan luar negeri yang sebelumnya diusung Jokowi,” ujarnya.
China berinvestasi pada kepresidenan Prabowo karena ingin proyek-proyeknya di Indonesia tetap berjalan sesuai rencana, kata Raden.
Namun, dia tidak setuju soal waktu kunjungan Prabowo ke China.
“Kunjungan Prabowo ke Tiongkok terlalu dini. Sebaiknya menunggu dulu sampai dilantik, baru berkunjung ke luar negeri,” kata Raden.
“Kunjungan ke luar negeri yang dilakukan presiden Indonesia yang baru dilantik sebaiknya terlebih dahulu ke negara tetangga anggota ASEAN seperti Malaysia, mengingat kepentingan Indonesia di ASEAN jauh lebih besar dibandingkan negara lain,” kata Raden.
Dianggap Melanggar Tradisi
Menurut Zulfikar Rahmat, direktur Pusat Studi Ekonomi dan Hukum Tiongkok-Indonesia (Celios), Prabowo juga telah melanggar tradisi dengan perjalanannya ke luar negeri.
Ini adalah pertama kalinya seorang presiden terpilih – yang belum dilantik – menerima undangan kunjungan pemerintah asing, kata Zulfikar kepada BenarNews.
Baca juga: Penjelasan Kemhan Soal Kunjungan Prabowo ke China, Agenda Pertemuan dan 6 Pejabat yang Mendampingi
Prabowo akan dilantik sebagai presiden pada bulan Oktober mendatang.
“Ada dua alasan untuk ini. Yang pertama tentu saja karena Prabowo memandang Tiongkok sebagai mitra di bidang ekonomi."
"Kita tahu, dalam beberapa tahun terakhir, Tiongkok menjadi mitra dagang nomor satu Indonesia,” ujarnya.
“Kedua, saya melihat Prabowo ingin melanjutkan warisan Jokowi yang dekat dengan Tiongkok.”
Seperti Jokowi, Prabowo mengedepankan perekonomian Indonesia, yang membuatnya lebih dekat dengan Tiongkok, kata Zulfikar.
Mengapa China Dulu?
Muradi, analis politik dan keamanan Universitas Padjadjaran Bandung, berpendapat bahwa Prabowo tertarik melihat bagaimana China melakukan modernisasi pertahanannya, yang diharapkan selesai pada 2027.
"Ini karena China menghabiskan hampir 12 persen PDB untuk anggaran pertahanan mereka. Jadi, China adalah salah satu negara di benua ini yang memiliki kapal modern selain India,” kata Muradi, kepada BenarNews.
“Kenapa Prabowo langsung ke China, bukan ke negara ASEAN dulu? Karena negara-negara Asia Tenggara tidak dipandang strategis oleh Prabowo. Sebaliknya, anggaplah China adalah kekuatan strategis saat ini,” kata Muradi.
“Kenapa Prabowo tidak ke AS dulu? Sebab hingga saat ini belum jelas siapa yang akan memenangkan pemilu November, Joe Biden atau Donald Trump."
"Prabowo tidak mau pergi bertemu Biden, jika Biden kalah. Atau ke Trump kalau ternyata Trump kalah,” ujarnya.
“Mungkin Prabowo baru akan berangkat ke AS pada Januari atau Februari 2025,” kata Muradi.
Muradi meramalkan bahwa setelah China, pemberhentian berikutnya bagi Prabowo di luar negeri adalah di Rusia, karena pemilihan umum di negara tersebut telah berakhir dengan terpilihnya kembali Vladimir Putin.
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)