Imbas Kasus Mata-mata Israel, Pakar Keamanan Minta Malaysia Perketat Penggunaan Uang Kripto
Mizan mengatakan insiden tersebut menunjukkan perlunya peningkatan kesadaran Pemerintah Malaysia untuk memantau ancaman dari luar negeri
Penulis: Bobby W
Editor: Sri Juliati
TRIBUNNEWS.COM - Penangkapan sosok terduga mata-mata asal Israel, Shalom Avitan di Kuala Lumpur pada minggu lalu, menyisakan sejumlah problematika di pemerintahan Malaysia.
Tak hanya masalah keimigrasian yang terkesan 'kecolongan' dengan masuknya Shalom ke Malaysia, problem terkait mata uang kripto pun ikut menjadi sorotan dalam kasus ini.
Hal ini terjadi dikarenakan Shalom bisa mendapatkan 6 pucuk senjata api dan 200 butir peluru melalui transaksi menggunakan uang kripto di Malaysia.
Masalah pemakaian uang kripto untuk aktivitas ilegal inilah yang ikut menjadi sorotan bagi Pakar keamanan dari Universitas Pertahanan Nasional Malaysia (UPNM), Prof. Mizan Aslam.
Dikutip Tribunnews dari wawancaranya bersama Astro Awani, Mizan menilai pemerintah Malaysia harus memberikan perhatian khusus untuk memantau situs dark web dan arus mata uang kripto sebagai langkah untuk melawan ancaman keamanan terhadap negara.
Mizan mengatakan insiden penangkapan warga Israel dengan senjata api tersebut menunjukkan perlunya peningkatan kesadaran dari pemerintah Malaysia untuk memantau ancaman dari luar negeri dalam berbagai bentuk.
"Pemantauan semua elemen jaringan tersembunyi termasuk situs dark web , arus uang digital, dan kriptokurensi harus dilakukan secara terus-menerus."
"Hal ini perlu dilakukan sehingga kita sebagai negara dapat memiliki kontrol lebih, meskipun kita tidak bisa menghilangkan ancaman ini sepenuhnya," kata dia.
Dalam wawancara yang digelar Selasa (2/4/2024) tersebut, Mizan menyarankan agar kesiagaan di perbatasan negara juga harus ditingkatkan.
Menurutnya, meskipun Malaysia tidak mengakui status negara Israel dan tak memiliki hubungan diplomasi yang legal, hal itu bukan berarti bahwa negara-negara Asia Tenggara lainnya memiliki sikap yang sama.
Dia tidak menutup kemungkinan aktivitas spionase yang dilakukan oleh warga negara lokal dari negara-negara tetangga yang bersahabat dengan rezim Israel.
Baca juga: Mendagri Malaysia Sebut Paspor yang Dipakai Terduga Mata-mata Israel Asli Buatan Pemerintah Prancis
"Jika operasi ini dilakukan oleh Israel melalui warga negara negara tetangga kita, maka ini akan menjadi ancaman yang tidak kita sadari," lanjutnya.
"Banyak yang bisa berbicara dalam bahasa Melayu di negara-negara tetangga kita. Banyak yang memiliki wajah dan penampilan fisik seperti orang Malaysia. Jadi sulit bagi kita untuk memperhatikan dan mencurigai kemungkinan adanya mata-mata," terang Mizan.
Kecolongan Soal Warga Negara Ganda
Sebelumnya, penangkapan pria asing yang diduga mata-mata Israel dengan enam pistol di bawah kepemilikannya ini membuat warga Malaysia meradang dan menuding pihak imigrasi mengalami "kecolongan".
Ditemui di tempat dan waktu yang berbeda, pemerintah Malaysia melalui Menteri Dalam Negeri, Datuk Seri Saifuddin Nasution Ismail membantah pihaknya kecolongan dengan masuknya Shalom Avitan.
Dikutip dari Bernama, Saifuddin mengaku pemerintah sudah menjalankan prosedur yang ketat dan benar mengingat pria Israel tersebut masuk ke Malaysia menggunakan paspor Prancis yang sah.
Pernyataan tersebut sekaligus menepis rumor yang sebelumnya menyebut mata-mata Israel dengan identitas Shalom Avitan tersebut masuk dengan paspor palsu.
Saifuddin menyebut paspor yang dipakai Shalom untuk masuk ke Malaysia terkonfirmasi dikeluarkan secara legal oleh kedutaan Prancis di Tel Aviv, Israel.
Terlebih lagi, pria asal Israel tersebut juga memberikan dokumen perjalanan yang autentik saat pemeriksaan keamanan di Malaysia.
Menurut Undang-Undang Imigrasi Malaysia, setiap individu bisa masuk ke negara tersebut jika mereka memiliki dokumen perjalanan yang sah, dan pihaknya tidak memiliki masalah dengan negara yang mengeluarkan dokumen tersebut.
"Di dalam hal sistem dan Undang-Undang Imigrasi, jika dokumen perjalanan valid dan kami tidak memiliki masalah diplomatik dengan negara yang mengeluarkan dokumen tersebut, kami akan mengizinkan masuk," katanya dalam konferensi pers setelah memeriksa Operasi Pagar Laut di atas kapal Agensi Penguatkuasaan Maritim Malaysia (APMM) Tun Fatimah di perairan Selangor Senin (1/4/2024) ini.
Saifuddin Nasution juga menegaskan otoritas pemerintah Malaysia memiliki daftar dan profil lengkap individu yang masuk blacklist dan kebijakan ini diterapkan di semua titik masuk ke Malaysia.
Saifuddin juga menilai penemuan itu membuktikan bahwa tidak ada kelemahan dalam penegakan hukum di titik masuk Malaysia seperti yang dituduhkan banyak pihak.
Baca juga: Terduga Mata-mata Israel yang Ditangkap oleh Polisi Malaysia Diidentifikasi Sebagai Shalom Avitan
"Sekarang ada upaya untuk memutar topik ini, mencoba mensinyalir bahwa penegakan hukum kita kurang, ada celah yang memungkinkan individu masuk ke negara."
Dengan demikian, Saifuddin menilai kesalahan bukan terjadi pada pihak keimigrasian Malaysia.
Ia menilai masalah tersebut terjadi karena faktor kewarganegaraan atau paspor ganda yang bisa menjadi celah untuk masuk.
Perlu diketahui sebelumnya, tidak ada satu undang-undang pun di Israel yang membatasi warga negaranya untuk memiliki kewarganegaraan kedua, ketiga, atau bahkan kelima.
Sedangkan hukum di Prancis mengizinkan kewarganegaraan ganda dan tidak mewajibkan orang asing yang memperolehnya untuk melepaskan kewarganegaraan aslinya.
Saifuddin menekankan bahwa insiden ini menunjukkan pentingnya pembaruan Konstitusi Federal mengenai kewarganegaraan yang sedang dilakukan oleh pemerintah Malaysia saat ini yang bertujuan untuk memastikan keamanan nasional.
(Tribunnews.com/Bobby Wiratama)