NATO Mengingatkan, Pasukan Putin di Garis Depan Terus Meningkat, Kini Berjumlah 470.000 Personel
Peperangan melawan Ukraina, membuat NATO ketar-ketir jika ingin mengerahkan tentaranya ke garis depan.
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM -- Peperangan melawan Ukraina, membuat NATO ketar-ketir jika ingin mengerahkan tentaranya ke garis depan.
Pasalnya, bukannya berkurang, pasukan Vladimir Putin kini terus meningkat bak jamur di musim hujan.
Panglima Tertinggi Sekutu NATO di Eropa, Christopher Cavoli, dalam sidang di Kongres NATO mengatakan, jumlah pasukan Rusia di garis depan justru meningkat hingga 15 persen dibanding saat invasi dimulai pada Februari 2024.
Baca juga: Jenderal Ukraina: Jangan Harap Bisa Lolos dari Wajib Militer
“Selama setahun terakhir, Rusia telah meningkatkan jumlah pasukan garis depannya dari 360.000 menjadi 470.000,” kata Cavoli dikutip dari Business Insider.
Ia menjelaskan bahwa program mobilisasi Rusia telah berjalan sejak tahun 2023 lalu, dimana Presiden Putin menaikkan usia wajib militer dari 27 tahun menjadi 30 tahun.
Cavoli memprediksi, keberhasilan Rusia dalam melakukan mobilisasi ini bakalan meningkatkan jumlah tentara cadangan yang bisa dikirimkan ke garis depan setiap saat.
Bahkan sang jenderal memprediksi jumlah wajib militer yang dilakukan Moskow bakalan terus melonjak pada tahun-tahun mendatang. Ia mengatakan, pasukan Rusia bisa meningkat hingga 2 juta personel melalui wajib militer.
Russia Today memberitakan Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan pada bulan Desember negaranya memiliki 617.000 anggota militer yang berpartisipasi dalam konflik Ukraina, 250.000 di antaranya dipanggil dari cadangan pada musim gugur tahun 2022.
Para pejabat Rusia, termasuk Putin, telah berulang kali menegaskan bahwa tidak ada rencana untuk mengumumkan mobilisasi gelombang kedua karena warganya sudah banyak yang secara sukarela mendaftarkan diri.
Hal ini tentunya bakal menjadi masalah bagi Ukraina yang baru mengesahkan UU Wajib Militernya. Aturan baru wajib militer tersebut mewajibkan warga Ukraina berusia 25-60 tahun untuk ikut mobilisasi militer.
Akan tetapi UU tersebut masih dipertanyakan, karena tidak menyebut wanita atau pria. Banyak yang menentang para wanita harus ikut dalam wajib militer tersebut.
Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky sempat mengutarakan akan merekrut sebanyak 450.000 hingga 500.000 tentara dalam program wajib militer.
Namun Panglima militernya, Jenderal Oleksandr Syrsky pesimis dengan angka tersebut. Ia menyebutkan perekrutan melalui mobilisasi militer Kiev tidak akan mencapai angka yang disebutkan Zelensky.
Baca juga: Rusia Serukan Seluruh Negara Dukung Palestina Jadi Anggota PBB
Cavoli mengatakan, secara keseluruhan, Rusia berada di jalur yang tepat untuk memimpin pasukan terbesar di benua ini.
"Terlepas dari hasil perang di Ukraina, Rusia akan menjadi lebih besar, lebih mematikan dan lebih marah terhadap Barat dibandingkan saat invasi,” kata Cavoli dalam pernyataan pembukaannya.