Netral Ala Arab Saudi-UEA: Larang AS-Israel Pakai Wilayah Udara, Berbagi Info Intelijen Soal Iran
Arab Saudi dan Uni Emirat Arab menolak membuka wilayah udara mereka untuk pesawat Israel dan Amerika Serikat terkait serangan Iran
Penulis: Hasiolan Eko P Gultom
Tetap Netral Ala Arab Saudi dan UEA: Larang AS Pakai Wilayah Udara, Bagi Info Intelijen Soal Iran ke Israel
TRIBUNNEWS.COM - Dua negara pentlan di kawasan Teluk, Arab Saudi dan Uni Emirta Arab (UEA) dilaporkan menolak membuka wilayah udara mereka untuk pesawat Israel dan Amerika Serikat (AS) saat Iran menyerbu negara pendudukan tersebut dengan ratusan drone dan rudal, Sabtu dan Minggu kemarin.
AS dan Israel dilaporkan mau menggunakan wilayah Arab Saudi dan UEA karena mereka berusaha mencegat rudal dan drone yang diluncurkan oleh Iran terhadap negara pendudukan.
Baca juga: Israel Sudah Memutuskan Cara Membalas Iran, Bakal Ada Lagi Petinggi IRGC yang Tewas?
Meski melarang menggunakan wilayah udara mereka, menurut Wall Street Journal (WSJ), para pejabat Arab mencatat kalau kedua negara Teluk tersebut, bagaimana pun, masih mau bertukar informasi intelijen dengan AS dan Israel terkait serangan Iran.
"Sharing informasi intelijen ini berkontribusi terhadap keberhasilan mereka (AS-Israel) dalam menangkis serangan Iran," tulis WSJ .
Baca juga: Iran Disebut Sengaja Bikin Serangan ke Israel Gampang Digagalkan, AS: Omong Kosong!
Dua manuver kontradiktif Riyadh dan Abu Dhabi ini, melarang penggunaan wilayah udara dan berbagi informasi intelijen soal serangan Iran, disebut-sebut sebagai bentuk netralitas Arab Saudi dan UEA dalam konflik Israel dan Iran yang melibatkan sekutu militer strategis mereka di Barat.
"Arab Saudi dan UEA telah berusaha untuk tetap netral sehubungan dengan konflik yang berkecamuk di Timur Tengah," klaim surat kabar tersebut.
Aksi Yordania Bukan untuk Bantu Israel
Sementara itu, Yordania mengumumkan, angkatan bersenjatanya mencegat “benda terbang” yang memasuki wilayah udara negaranya pada Sabtu malam bukan bentuk bantuan bagi Israel namun untuk memastikan keselamatan warga dan wilayah pemukimannya.
Dalam sidangnya pada hari Minggu, kabinet Yordania menegaskan kembali dan menetapkan kalau segala sesuatu yang merupakan ancaman terhadap keamanan kerajaan akan dicegat, baik melalui udara atau darat.
Iran melancarkan serangannya terhadap Israel sebagai tanggapan atas serangan rudal negara pendudukan terhadap Konsulat Iran di Damaskus pada tanggal 1 April yang menewaskan sejumlah penasihat militer senior.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu telah meyakinkan rekan-rekannya di Partai Likud yang berkuasa bahwa negaranya akan menanggapi serangan Iran yang belum pernah terjadi sebelumnya dengan bijaksana, dan tidak hanya berdasarkan emosi.
Dilema Yordania, Tuai Protes Rakyatnya
Yordania yang membuka wilayah udaranya bagi pesawat Israel dan AS, tampaknya juga menembak jatuh pesawat tak berawak dari Iran.
Menurut kantor berita Reuters, penduduk Yordania mendengar aktivitas udara yang hebat.
Foto-foto sisa-sisa pesawat tak berawak yang jatuh di selatan Amman, ibu kota Yordania, beredar di media sosial.
Beberapa komentator di internet seperti penulis Haaretz Anshel Pfeffer dan Mairav Zonszein dari International Crisis Group, merasa senang karena negara Arab ikut terlibat membantu.
Mereka mengatakan hal ini membuktikan negara-negara Arab dan Israel dapat bekerja sama dan bahwa Israel tidak sendirian di Timur Tengah.
Yordania, misalnya, sangat kritis terhadap serangan militer Israel di Gaza, yang masih terus berlanjut hingga saat ini.
Baca juga: Ditelepon Presiden AS Soal Eskalasi Iran-Israel, Raja Yordania: Negara Kami Bukan Arena Perang
Satu dari lima orang di Yordania adalah keturunan Palestina, termasuk ratu negara tersebut.
Selama beberapa minggu terakhir terjadi protes yang semakin agresif di Yordania terhadap Israel.
Namun, pada saat yang sama, Yordania berbatasan dengan Israel, yang merupakan penjaga Masjid Al-Aqsa di Yerusalem.
Masjid Al-Aqsa adalah sebuah tempat yang sangat penting bagi umat Islam, Kristen, dan Yahudi.
Yordania kerap bekerja sama dengan pemerintah Israel, meskipun seringkali berada di belakang layar, menurut DW.
Yordania dan Arab Saudi Berusaha Seimbang
Pihak berwenang Yordania, yang juga menganggap AS sebagai sekutu penting, harus menyeimbangkan semua kepentingan, stabilitas politik, dan pertahanan diri.
Ditudung membela Israel, Yordania dengan cepat mengatakan bahwa mereka sebenarnya membela diri sendiri.
“Beberapa benda yang memasuki wilayah udara kami tadi malam dicegat karena merupakan ancaman bagi masyarakat dan wilayah berpenduduk kami,” kata pemerintah Yordania dalam sebuah pernyataan.
“Beberapa pecahan jatuh di wilayah negara tersebut tanpa menyebabkan kerusakan berarti.”
Emile Hokayem, dari Institut Internasional untuk Studi Strategis, mengatakan keterlibatan Yordania adalah bagian dari bukti bahwa Yordania adalah mitra yang baik bagi AS.
Arab Saudi adalah negara lainnya yang harus menyeimbangkan kepentingannya sendiri, aliansi internasional dan realpolitik dengan munculnya konflik di Gaza.
Negara Teluk yang kaya itu siap untuk menormalisasi hubungan dengan Israel sebelum serangan pada 7 Oktober.
Namun setelah Israel melancarkan kampanye militernya di Gaza, di mana lebih dari 33.000 orang telah terbunuh selama enam bulan terakhir, rencana tersebut ditunda.
Pemerintah Saudi menyambut baik seruan gencatan senjata di Gaza dan mengkritik tindakan Israel di sana.
Namun orang dalam sering mengakui bahwa secara pribadi, Saudi masih tertarik untuk meningkatkan hubungan dengan Israel.
Baca juga: Israel Mau Serang Balik Iran, Rusia Turun Tangan Bekali Teheran Arhanud Canggih dan Jet Sukhoi-35
Konflik berkepanjangan antara Iran dan Teluk
Entah kedua negara itu melakukan intervensi atas nama Israel atau tidak, Arab Saudi punya alasan lain untuk bersedia menjatuhkan rudal Iran.
Timur Tengah telah terpecah berdasarkan garis agama-sektarian selama beberapa dekade.
Negara-negara Teluk Arab dan populasi mayoritas Muslim Sunni, berlawanan dengan Iran, yang memiliki populasi mayoritas Muslim Syiah di Persia.
Pada dasarnya, permusuhan ini dapat dilihat serupa dengan konflik-konflik sebelumnya di Eropa, ketika dua sekte utama Kristen – Protestan dan Katolik – saling bermusuhan.
Negara-negara Timur Tengah Tengah seperti Irak, Suriah dan Lebanon, yang populasinya merupakan campuran Muslim Syiah dan Sunni, serta agama dan etnis lain, terjebak di tengah-tengah karena Iran dan negara-negara Teluk berusaha membangun pengaruh di sana.
Di sinilah kelompok yang dikenal sebagai “proksi” Iran berperan.
Kelompok ini mencakup organisasi-organisasi Muslim Syiah yang didukung Iran secara finansial, militer, logistik dan bahkan spiritual, sampai tingkat tertentu.
Gerakan Houthi di Yaman, milisi yang dikenal sebagai Pasukan Mobilisasi Populer di Irak, dan kelompok politik dan militer Hizbullah di Lebanon semuanya adalah anggota aliansi yang disponsori Iran.
Kelompok Hamas juga didukung oleh Iran tetapi merupakan pengecualian, karena mereka sebenarnya adalah Muslim Sunni, bersama sebagian besar warga Palestina.
Kelompok-kelompok proksi Iran ini menembakkan roket ke arah Israel dari Yaman, Suriah dan Irak Sabtu malam, sebagai bagian dari serangan Iran.
Di Irak, laporan menunjukkan bahwa militer AS yang berbasis di sana menembak jatuh beberapa roket tersebut.
Tidak jelas apakah Saudi berhasil mencegat serangan yang datang dari Yaman, tetapi Saudi pernah melakukannya sebelumnya, tepatnya pada akhir tahun lalu.
“Bagi pemain regional, khususnya Arab Saudi dan Yordania, argumennya adalah bahwa mereka berhak menjaga wilayah udara kedaulatan mereka,” ujar Masoud Mostajabi, wakil direktur Program Timur Tengah di Atlantic Council yang berbasis di AS, dalam sebuah analisisnya yang diterbitkan Sabtu malam.
“Namun, jika serangan malam ini meningkat menjadi konflik Israel-Iran yang lebih luas, aktor-aktor regional yang dianggap sebagai pembela Israel mungkin akan menjadi sasaran dan terseret ke dalam konflik regional."
"Mengingat insentif yang ada, kemungkinan besar para pemimpin regional akan termotivasi untuk melakukan hal yang sama, bertindak antara kedua belah pihak untuk mengakhiri konfrontasi ini,” tutupnya.
(oln/wsj/memo/*)