'Azov', Brigade Penjaga Ukraina yang 'Dikebiri' AS, Dapat Senjata Dari Sumbangan Warga
Anggota Kongres John Conyers Jr, seorang Demokrat dari Michigan, mengusulkan amandemen terhadap RUU Alokasi Departemen Pertahanan
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM -- Batalion Azov sempat membuat gempar dunia ketika pasukan itu setengah mati ditembus oleh pasukan Rusia di sebuah pabrik baja di Mariupol, kota pelabuhan di selatan Ukraina.
Meskipun mereka akhirnya menyerah dalam peperangan brutal pada April 2022 itu, namun saat itu Rusia juga rugi banyak. Ribuan pasukan Vladimir Putin juga banyak yang tewas dalam perebutan kota pertama yang akhirnya jatuh ke Rusia tersebut.
Namun belum banyak yang tahu bahwa pada saat berjuang untuk Ukraina tersebut, para pejuang Azov sama sekali tidak dipersenjatai oleh Amerika Serikat.
Baca juga: Rusia Tegaskan Iran Tak Punya Senjata Nuklir, Sebut Desas-desus Barat hingga Pengalihan Isu Gaza
Ribuan pasukan Azov yang bukan tentara sungguhan itu hanya menggunakan senjata jadul buatan Rusia sumbangan warga. Dan belum banyak yang tahu ternyata sebabnya AS 'mengkebiri' tentara Azov.
Ternyata Azov telah dicap sebagai ekstrimis sayap kanan sejak konfrontasi dengan Rusia pada 2014 lalu.
Saat itu Azov menjadi terkenal karena tuduhan penyiksaan dan kejahatan perang terhadap warga Ukraina keturunan Rusia.
Tak diketahui pasti berapa jumlah laskar Azov sekarang, namun setelah peperangan di Mariupol jumlahnya dikabarkan berkurang drastis dan saat ini diperkirakan tinggal 900 orang.
Mereka juga dikenal sebagai Neo-Nazi karena menggunakan simbol oleh divisi itu, seperti yang terlihat pada logo mereka yang menampilkan Wolfsangel, salah satu simbol yang digunakan oleh Resimen ke-2 Divisi Panzer SS Das Reich.
Karena hal itu, AS pun mencap batalion tersebut sebagai oraganisasi terlarang dan tidak memberikan bantuan.
Baca juga: Pertama Kali, Ukraina Tembak Jatuh Pesawat Pembom Strategis Rusia, 4 Kru Melontarkan Diri
Penutupan bantuan tersebut dilakukan dengan pasal di UU Alokasi Konsolidasi AS yaitu: "Tidak ada dana yang disediakan oleh Undang-undang ini yang boleh digunakan untuk menyediakan senjata, pelatihan, atau bantuan lain kepada Batalyon Azov."
Pada tahun 2015, Anggota Kongres John Conyers Jr, seorang Demokrat dari Michigan, mengusulkan amandemen terhadap RUU Alokasi Departemen Pertahanan untuk tahun fiskal yang berakhir pada 30 September 2016.
Anggota kongres membuat proposal tersebut, dengan menyatakan bahwa Urusan Luar Negeri, serta media terkemuka lainnya, mencirikan Batalyon Azov sebagai "neo-Nazi secara terbuka" dan "fasis".
Namun pada tahun 2017, amandemen tersebut dimasukkan ke dalam naskah RUU Alokasi Dana. Hal ini juga hadir dalam RUU Alokasi Pertahanan tahun ini.
Patut dicatat bahwa Undang-Undang Leahy, yang mengharuskan peninjauan kembali insiden pelanggaran hak asasi manusia berdasarkan fakta spesifik, tidak diterapkan pada Azov, dan keputusan untuk mengadopsi amandemen tersebut terutama didasarkan pada karakterisasi Azov oleh media Barat.