Pengamat Militer: Skenario Terburuk Konflik Iran-Israel Adalah Terjadinya Perang Adidaya
Menurutnya, jika gelar persenjataan dua negara berkonflik itu sudah berlangsung, maka itu dapat menjadi indikator potensi terjadinya perang terbuka.
Penulis: Ibriza Fasti Ifhami
Editor: Acos Abdul Qodir
Laporan wartawan Tribunnews, Ibriza Fasti Ifhami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat militer Jaleswari Pramodhawardani menyebut, konflik antara Israel-Iran dapat terus bereskalasi.
Dani membagi kemungkinan-kemungkinan eskalasi terjadi menjadi beberapa skenario, dari skala terkecil hingga terbesar.
Pertama, katanya, konflik proxy akan terjadi jika hanya ada aksi offensive (menyerang) dari kelompok proxy Iran dan instabilitas di Laut Merah, tetapi tidak ada indikasi bahwa terdapat indikator lainnya untuk situasi konflik bereskalasi terjadi, misalnya gelar persenjataan Iran dan Israel.
Menurutnya, jika gelar persenjataan dua negara berkonflik itu sudah berlangsung, maka itu dapat menjadi indikator potensi terjadinya perang terbuka.
"Apabila sudah terdeteksi adanya gelar persenjataan Iran dan Israel, maka situasi akan mengarah ke skenario ke dua, yakni perang terbuka," kata Dani, dalam diskusi bertajuk "Setelah Iran Menyerang Israel: Dampak Geopolitik & Ekonomi", secara daring, pada Rabu (24/4/2024).
Baca juga: VIDEO Potensi Perang Dunia III setelah Iran serang Israel, Pengamat Singgung Peran Rusia & Korut
Ia menilai, eskalasi situasi konflik akan terus berlangsung atau perang kawasan akan terjadi jika negara-negara arab sudah mulai menggelar persenjataannya hingga memilih untuk memihak Iran atau Israel.
Bahkan, Dani mengatakan, bukan tidak mungkin konflik Iran-Israel akan melibatkan negara adidaya, yakni Amerika Serikat dan Rusia. Hal ini dinilai akan menjadi skenario terburuk.
"Situasi dapat terus bereskalasi hingga melibatkan dukungan negara adidaya, yakni Amerika Serikat maupun Rusia. Sehingga membawa pada skenario terburuk atau perang adidaya," kata Dani.
Dalam skenario-skenario tersebut, ia menjelaskan, kemungkinannya akan selalu ada intervensi internasional.
"Namun, makin mengikat dan berdampak intervensi internasional, maka makin menunjukkan adanya eskalasi pada konflik Iran-Israel," tuturnya.
Baca juga: Houthi Naik Darah Lihat Arab Diam Saat Israel Koleksi Kuburan Massal di Gaza, Serangan Diperluas
Sebagai informasi, hubungan Israel dan Iran memburuk setelah revolusi Iran pada tahun 1979 yang dipimpin oleh Ayatollah Ruhollah Khomeini.
Revolusi tersebut menumbangkan kekuasaan Syah (Raja) Iran, Mohammad Reza Pahlavi, yang merupakan sekutu Amerika Serikat (AS), Inggris, dan mitra Israel.
Setelah revolusi Iran, Israel menuduh Iran yang menerapkan kebijakan anti-Israel, telah mendanai front perlawanan seperti Hamas, Jihad Islam Palestina (PIJ), Hizbullah, Houthi di Yaman, kelompok perlawanan Irak, Lebanon, dan Suriah untuk melawan Israel, sebuah tuduhan yang dibantah Iran.
Ketegangan Iran dan Israel baru-baru ini terjadi di tengah perang Israel dan Hamas di Jalur Gaza.
Saat ini, Israel masih melancarkan agresinya di Jalur Gaza setelah operasi Banjir Al-Aqsa yang diluncurkan Hamas, pada 7 Oktober 2023.