Puluhan Profesor Jurnalisme Desak NYT untuk Revisi Laporan Kekerasan Seksual Hamas 7 Oktober
Surat dari 50 profesor jurnalisme menyerukan peninjauan independen atas artikel NYT yang belum diverifikasi tentang kekerasan seksual pada 7 Oktober.
Penulis: Tiara Shelavie
Editor: Suci BangunDS
![Puluhan Profesor Jurnalisme Desak NYT untuk Revisi Laporan Kekerasan Seksual Hamas 7 Oktober](https://asset-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/gedung-the-new-york-times-srfsaf.jpg)
TRIBUNNEWS.COM - Lebih dari 50 profesor jurnalisme menulis surat tuntutan kepada New York Times (NYT).
Dilansir New Arab, mereka mendesak dilakukannya peninjauan independen atas artikel kontroversial soal tuduhan kekeran seksual yang dilakukan Hamas pada 7 Oktober 2023 lalu.
Para profesor, yang sebagian besar adalah jurnalis sebelum pindah ke dunia akademis, menyerukan peninjauan menyeluruh terhadap artikel 'Jeritan Tanpa Kata: Kekerasan Seksual pada 7 Oktober'.
Artikel itu memuat tuduhan yang belum diverifikasi mengenai kekerasan seksual terhadap perempuan Israel selama serangan 7 Oktober yang dipimpin Hamas.
Para jurnalis tersebut menyampaikan surat kepada penerbit NYT, A.G. Sulzberger, editor eksekutif Joe Kahn, dan editor internasional Philip Pan.
Mereka menyerukan pembentukan komisi pakar jurnalisme untuk memeriksa proses pelaporan, penyuntingan, dan penerbitan berita tersebut.
Artikel tersebut mendapat sorotan tak lama setelah diterbitkan pada bulan Desember.
Artikel itu ditulis oleh 2 jurnalis lepas "tidak berpengalaman" yang berbasis di Israel.
Salah satunya adalah Anat Schwartz, yang disebut-sebut sebagai "mantan pejabat intelijen Angkatan Udara".
![Anat Schwartz](https://asset-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/anat-schwartz-saf.jpg)
Schwartz memutuskan hubungan dengan New York Times setelah terungkap bahwa dia "menyukai" postingan media sosial yang menyerukan agar Gaza diubah menjadi rumah jagal.
“Tampaknya kepercayaan luar biasa ditanamkan pada individu-individu ini dan Times harus menjelaskan kepada publik tentang keadaan yang membenarkan ketergantungan yang tidak biasa pada pekerja lepas untuk berita penting seperti itu,” tulis para profesor, termasuk Mohamad Bazzi dari Universitas New York, Shahan Mufti dari Universitas Richmond, dan Jeff Cohen, yang pensiun dari Ithaca College.
NYT menerbitkan laporan panjang pada akhir tahun lalu, yang merinci berbagai laporan kekerasan seksual yang diduga dilakukan oleh anggota Hamas.
Laporan itu disebut dikumpulkan dari wawancara dengan para saksi, keluarga korban, pekerja darurat dan pejabat.
Namun, beberapa tuduhan dengan cepat dibantah oleh video resmi yang dirilis oleh militer Israel dan akun terverifikasi oleh penduduk Kibbutz Be'eri, yang diserang pada tanggal 7 Oktober.
Baca juga: New York Times: Realitas Timur Tengah Tak Dapat Disangkal, Bentrokan Makin Sulit Dibendung
Saudari korban utama laporan tersebut, Gal Abdush, juga secara terbuka menyangkal bahwa saudara perempuannya dirudapaksa.
Abdush berkata NYT memanipulasi keluarganya untuk berita tersebut.
Laporan PBB baru-baru ini mengenai kekerasan seksual terhadap perempuan Israel dan Palestina pada tanggal 7 Oktober dan setelahnya, menemukan bahwa terdapat “alasan yang masuk akal” untuk meyakini bahwa kekerasan seksual terjadi di beberapa lokasi pada tanggal 7 Oktober.
Namun laporan tersebut menekankan bahwa tim ahli yang terdiri dari ahli patologi forensik dan analis sumber digital dan informasi, tidak mampu memverifikasi berbagai tuduhan kekerasan seksual pada 7 Oktober, termasuk terkait Kibbutz Be'eri.
“Setidaknya dua tuduhan kekerasan seksual yang diulang-ulang secara luas di media tidak berdasar, baik karena adanya informasi baru yang menggantikan atau adanya ketidakkonsistenan dalam fakta yang dikumpulkan,” kata laporan PBB.
Tim juga menghadapi tantangan terkait beberapa kesaksian, karena ada pernyataan yang dicabut, atau sumber yang meragukan ingatan mereka atau pernyataan sebelumnya yang muncul di media.
Sepanjang perang di Gaza, informasi yang salah tersebar secara luas.
Ada berbagai contoh di mana outlet berita internasional mainstream melaporkan informasi yang tidak terverifikasi yang kemudian ternyata palsu.
Misalnya, laporan mengenai kepala bayi yang dimutilasi yang ternyata terbukti tidak benar.
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.