Imbas Gelombang Panas, Panen Durian di Chanthaburi, Thailand Tahun Ini Menurun Drastis
Tak hanya uang yang ia terima dari panen durian yang berkurang, biaya operasional para petani juga telah meningkat karena gelombang panas
Penulis: Bobby W
Editor: Tiara Shelavie
TRIBUNNEWS.COM - Gelombang panas di sejumlah daerah di Asia Tenggara terus memberikan dampak negatif bagi perekonomian warganya.
Setelah beberapa waktu viral kabar ribuan ekor ikan mati di Vietnam karena gelombang panas, kini nestapa juga dirasakan oleh para petani durian di Thailand.
Gelombang panas yang juga melanda di Thailand tersebut telah mengakibatkan hasil panen durian yang lebih kecil dan biaya operasional yang membengkak.
"(Panen) tahun ini krisis," kata seorang petani durian di Thailand, Busaba Nakpipat seperti yang dikutip Tribunnews dari AFP.
Keluhan tersebut disampaikan oleh wanita berusia 54 tahun yang telah menekuni bisnis durian sejak tiga dekade yang lalu saat dirinya mengambil alih pertanian orang tuanya.
"Jika cuaca panas terus meningkat di masa depan, maka bisnis durian itu akan berakhir, karena petani tidak akan bisa menghasilkan durian lagi."" katanya pengusaha durian asal provinsi Chanthaburi timur yang juga jadi pusat pertanian raja buah tersebut.
Ia mengaku musim durian biasanya berlangsung dari Maret hingga Juni.
Akan tetapi, karena suhu yang melonjak tinggi hingga sekitar 40 derajat Celsius di Chanthaburi selama beberapa minggu pun membuat kekeringan yang kemudian mempersingkat masa panen.
Busaba mengatakan gelombang panas menyebabkan durian, yang diukur berdasarkan berat dan ukuran, menjadi matang lebih cepat sehingga tidak tumbuh sebesar mungkin sehingga ukurannya tidak memenuhi standar.
Tak hanya uang yang ia terima dari panen yang berkurang, biaya operasional Busaba juga telah meningkat.
Sejak Maret kekeringan telah terjadi di Chanthaburi dan menyebabkan sumur-sumur mulai kehabisan air,
Baca juga: Fenomena Gelombang Panas Berefek Positif ke Produksi Industri Hasil Tembakau
Guna menjaga agar pohon durian yang berharga tetap hidup, Busaba terpaksa membawa ribuan liter air dengan truk.
"Kami harus membeli 10 truk air untuk 120.000 liter air untuk menyiram seluruh lahan pertanian seluas 10 rai (1,6 hektar) kami satu kali," katanya, mengulangi proses tersebut setiap hari lainnya, dengan biaya ribuan dolar.
"Kami telah berdoa agar hujan turun," katanya. "Tapi tidak ada hujan."