Klaim Israel Dirusak, Intelijen AS Sebut Pemimpin Hamas Yahya Sinwar Tak Ada di Rafah
Sumber intelijen AS mengatakan pemimpin Hamas Yahya Sinwar tak ada di Rafah. Israel sebelumnya serang Rafah untuk menargetkan para petinggi Hamas.
Penulis: Yunita Rahmayanti
Editor: Pravitri Retno W
TRIBUNNEWS.COM - Informasi intelijen Amerika Serikat (AS) melaporkan Yahya Sinwar, pemimpin gerakan Palestina, Hamas, tidak berada di Rafah, Jalur Gaza selatan.
Pernyataan para pejabat AS tersebut menyangkal klaim Israel tentang serangan darat di Rafah yang dimulai minggu lalu.
Israel mengklaim bahwa menghilangkan Yahya Sinwar adalah langkah pertama untuk memusnahkan Hamas, yang disebut berada di Rafah.
Mengutip laporan para pejabat AS kepada The New York Times, Yahya Sinwar tidak pernah pergi dari Khan Yunis.
Baru-baru ini Yahya Sinwar dilaporkan muncul di lapangan dan memeriksa para pejuang Hamas.
Hal ini memicu ketidakpuasan yang meluas di publik Israel karena kegagalan mencapai tujuan perang di Jalur Gaza untuk menghancurkan Hamas.
"Badan intelijen Israel setuju dengan penilaian Amerika bahwa Yahya Sinwar dan para pemimpin lainnya tidak berada di Rafah," kata pejabat AS yang dirahasiakan identitasnya, kepada The New York Times, Senin (13/5/2024).
"Agen mata-mata di AS dan Israel percaya bahwa Yahya Sinwar tidak pernah meninggalkan jaringan terowongan di bawah Khan Yunis di Jalur Gaza utara, yang terletak di kedalaman 15 lantai di bawah tanah," lanjutnya.
Para pejabat AS percaya bahwa badan-badan intelijen Israel memiliki informasi yang lebih baik tentang lokasi Yahya Sinwar.
Ia menyangkal bahwa AS membantu Israel dengan membagikan informasi yang mereka ketahui tentang Yahya Sinwar kepada Israel.
Laporan lainnya mengatakan komandan Brigade Al-Qassam, Muhammad Deif, masih berada di luar jangkauan.
Baca juga: Hamas Hilang Kontak dengan Brigade Al-Qassam yang Jaga 4 Sandera Israel
Sementara itu, AS diam-diam memberikan informasi intelijen kepada Israel informasi intelijen kepada Israel tentang pejabat Hamas, termasuk Yahya Sinwar dan Muhammad Deif.
Di sisi lain, pemerintah AS memberi tahu Israel bahwa mengejar Yahya Sinwar tidak boleh dijadikan pembenaran atas serangan Israel di Rafah.
Sementara, Israel bersikeras untuk menyerang Rafah yang dianggapnya sebagai benteng terakhir Hamas setelah Israel meratakan bangunan di Jalur Gaza utara dan tengah, dikutip dari The New Arab.
Jumlah Korban
Israel masih melancarkan agresinya di Jalur Gaza, jumlah kematian warga Palestina meningkat menjadi lebih dari 35.091 jiwa dan 78.827 lainnya terluka sejak Sabtu (7/10/2023) hingga Selasa (14/5/2024), dan 1.147 kematian di wilayah Israel, seperti dilaporkan Anadolu.
Sebelumnya, Israel mulai membombardir Jalur Gaza setelah gerakan perlawanan Palestina, Hamas, meluncurkan Operasi Banjir Al-Aqsa untuk melawan pendudukan Israel dan kekerasan di Al-Aqsa pada Sabtu (7/10/2023).
Israel memperkirakan, kurang lebih ada 136 sandera yang masih ditahan Hamas di Jalur Gaza, setelah pertukaran 105 sandera dengan 240 tahanan Palestina pada akhir November 2023.
Sementara itu, lebih dari 8.000 warga Palestina yang masih berada di penjara-penjara Israel, menurut laporan The Guardian pada Desember 2023 lalu.
(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)
Berita lain terkait Konflik Palestina vs Israel