Gara-gara Salah Ketik, Kantor PM Israel Bikin Blunder Memalukan, Akhirnya Pesan Dihapus
Kantor Perdana Menteri Israel membuat blunder saat menyampaikan pengumuman tentang sandera di Jalur Gaza.
Penulis: Febri Prasetyo
Editor: Suci BangunDS
TRIBUNNEWS.COM - Kantor Perdana Menteri (PM) Israel membuat blunder saat menyampaikan pengumuman tentang sandera di Jalur Gaza pada hari Jumat, (17/5/2024).
Dalam pengumuman itu Kantor PM Israel menyebut akan berkomitmen menyelamatkan sandera "yang meninggal dan yang meninggal".
Padahal, menurut media Israel bernama Walla, seharusnya adalah "sandera yang hidup dan meninggal".
Pengumuman itu disampaikan setelah ada tindakan evakuasi terhadap jasad tiga sandera dari Gaza.
"Kami akan memulangkan semua sandera, yang meninggal dan yang meninggal," demikian pernyataan dalam pesan dukacita itu.
Walla menyebut pesan pengumuman itu dihapus enam menit setelah diunggah. Kemudian, kantor tersebut mengunggah pesan yang sudah dikoreksi.
"Kami akan mengembalikan semua sandera, yang hidup dan yang meninggal."
Meski demikian, Walla menganggap kesalahan sebelumnya sebagai hal yang "memalukan".
Adapun pada Jumat sore Pasukan Pertahanan Israel (IDF) dilaporkan menemukan lokasi jasad tiga sandera bernama Shani Lock, Amit Buskila, dan Yitzhak Gelranter.
Ketiganya dibawa ke Gaza setelah serangan Hamas tanggal 7 Oktober 2023 lalu.
"Tiga jasad sandera itu ditemukan saat operasi gabungan oleh IDF dan satuan operasi Shin Bet berdasarkan informasi yang juga muncul dalam penyelidikan oleh Shin Beth," kata Daniel Hagari selaku juru bicara IDF.
Baca juga: Ganasnya Serangan Udara Pertama Hizbullah, Luncurkan Drone Kamikaze ke Pemukiman Israel di Metula
Fokus pembebasan sandera
Seorang diplomat Al Jazair bernama Ahmed Sahraoui menyebut, Israel melakukan pembunuhan dengan dalih pembebasan sandera.
"Sayangnya, di wilayah Palestina yang diduduki, kita melihat mesin pembunuh yang barbar miliki pasukan pendudukan Israel yang menghancurkan Gaza dengan dalih memastikan pembebasan sandera," kata Sahraoui dikutip dari Reuters.
Saat ini sudah ada lebih dari 35.000 warga Palestina yang dibunuh oleh Israel sejak perang meletus bulan Oktober tahun lalu.
Sahraoui menyebut persoalan pembebasan sandera menjadi "perkara yang amat penting". Dia juga mengkritik Israel yang menahan warga Palestina.
Menurut Perkumpulan Tahanan Palestina, setidaknya ada 9.100 warga Palestina yang saat ini ditahan oleh Israel.
Jumlah itu belum termasuk warga Palestina di Gaza yang ditahan sejak 7 Oktober 2023.
Militer Israel mengklaim bertindak seusai dengan hukum internasional dan hukum Israel dalam penahanan itu.
Israel menyebut, para tahanan mendapatkan makanan, air, obat-obatan, dan pakaian yang pantas.
Sementara itu, Duta Besar Israel untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Gilad Erdan, menyebut masih ada 132 warga Israel yang ditahan di Gaza.
"Ini rapat pertama yang diselenggarakan oleh badan PBB yang berfokus pada penderitaan mereka dan cara untuk membebaskan mereka," kata Erdan dalam rapat itu.
Baca juga: Seruan Serangan Besar ke Mesir Menggema di Israel: Tolak Hamastan dan Fathistan di Gaza Pasca-Perang
"Sandera adalah persoalan paling penting dan utama yang harus difokusikan oleh dewan ini," ujarnya.
Sementara itu, Perdana Menteri Israel Netanyahu masih bersikeras akan melenyapkan Hamas dan memulangkan kembali semua sandera.
Akan tetapi, hingga saat ini dia belum membuat banyak perkembangan perihal pembebasan sandera.
Netanyahu bahkan didesak untuk mundur. Di samping itu, AS mengancam akan mengurangi dukungannya kepada Israel yang saat ini menyerang Rafah.
Associated Press memberitakan bahwa di Israel kini ada dua pihak yang berbeda pendapat perihal sandera.
Pihak pertama adalah mereka yang ingin pemerintah menghentikan perang dan membebaskan sandera.
Pihak kedua adalah mereka adalah sandera harga yang harus dibayar demi melenyapkan Hamas.
Perundingan gencatan senjata antara Hamas dan Israel yang ditengahi oleh Qatar, Amerika Serikat (AS), dan Mesir belum menunjukkan perkembangan besar.
(Tribunnews/Febri)