Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Kematian Raisi, Poros Nuklir Saudi-Iran-Turki dan Embargo Senjata AS ke Israel

Sebelum Raisi meninggal banyak runutan kejadian yang apabila dirangkai bisa menjadi kaitan atau benang merah.

Editor: willy Widianto
zoom-in Kematian Raisi, Poros Nuklir Saudi-Iran-Turki dan Embargo Senjata AS ke Israel
tangkap layar PT
Presiden Iran, Ebrahim Raisi dan rombongan yang tewas dalam kecelakaan udara saat helikopter yang mereka tumpangi jatuh Minggu (19/5/2024) 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pejabat dan media Pemerintah Iran pada Senin (20/5) menyatakan, Presiden Iran Ebrahim Raisi meninggal dunia dalam kecelakaan helikopter di daerah pegunungan wilayah Azerbaijan. Helikopter yang membawa Raisi dan Menteri Luar Negeri Iran Hossein Amirabdollahian itu jatuh pada Minggu (19/5). Puing-puing helikopter telah ditemukan pada Senin pagi, setelah dilakukan pencarian semalaman dalam kondisi badai salju.

Baca juga: Siapa Sosok Pilot yang Ikut Tewas dalam Kecelakaan Helikopter Presiden Iran?

Jauh sebelum Ebrahim Raisi dinyatakan meninggal dunia dalam sebuah kecelakaan helikopter banyak runutan kejadian yang apabila dirangkai bisa menjadi kaitan atau benang merah.

Salah satunya adalah kesepakatan antara Iran dan Arab Saudi untuk melanjutkan hubungan diplomatik berdampak luas ke seluruh Timur Tengah dan sekitarnya. Kesepakatan tersebut juga mengurangi kemungkinan konflik bersenjata di kawasan regional.

Baca juga: Presiden Iran Tewas dalam Kecelakaan Helikopter, Analis Prediksi Pemerintahan akan Kacau

Iran dan Arab Saudi memang sedang mesra-mesranya belakangan ini. Bahkan Kepala Atom Iran menyatakan kesiapan negaranya untuk bekerja sama dengan Arab Saudi dalam pengembangan teknologi nuklir untuk tujuan damai, menurut kantor berita Iran IRIB beberapa waktu lalu. Pernyataan tersebut disampaikan Presiden Organisasi Energi Atom Iran (AEOI) Mohammad Eslami dalam pertemuan dengan Duta Besar Saudi untuk Iran Abdullah bin Saud Al Anazi.

Mesranya hubungan antara Iran dan Arab Saudi tersebut membuat alergi banyak pihak, salah satunya Israel. Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu ingin menormalkan hubungan dengan Arab Saudi. Namun, upaya itu tampaknya akan tersandung kesepakatan antara Arab Saudi dan Iran musuh bebuyutan Israel.

Baca juga: Ebrahim Raisi Meninggal Dunia, Presiden Erdogan: Kami Selalu Bersama Iran di Masa Sulit 

Kerja sama dua negara itu juga bisa membuat Israel makin merasa ditinggal sendirian jika memutuskan untuk melakukan serangan militer terhadap program nuklir Iran yang makin mendekati tingkat senjata. Uni Emirat Arab, yang telah menormalisasi hubungan dengan Israel dan telah lama mencurigai Teheran, berupaya meredakan ketegangan dengan Iran.

Situasi di Palestina menjadi salah satu penyebab hubungan diplomatik antara Arab Saudi dan Israel renggang. Pemerintah Arab Saudi bahkan menegaskan kepada Washington bahwa mereka tidak akan menjalin hubungan diplomatik dengan Israel sampai kemerdekaan negara Palestina “diakui”.

Berita Rekomendasi

Arab Saudi, tempat bagi situs-situs paling suci umat Islam, tidak pernah mengakui Israel dan tidak bergabung dengan Perjanjian Abraham 2020 yang ditengahi AS. Traktat tersebut membuat negara tetangganya di Teluk, Bahrain dan Uni Emirat Arab, serta Maroko, menjalin hubungan formal dengan Israel.

Hal serupa juga dikatakan pemerintah Amerika Serikat(AS) yang menyebut bakal menghentikan pengiriman senjata jika terjadi invasi besar-besaran ke Rafah di Gaza. Invasi besar-besaran ke Rafah di Gaza agaknya menjadi salah satu poin penting mengapa AS dan banyak negara di Timur Tengah yang tadinya menjalin hubungan diplomatik dengan Israel kini tidak lagi mesra.

Baca juga: Dicari 13 Jam, Lokasi Pasti Jatuhnya Helikopter Presiden Iran Diketahui Lewat Cara Ini

Presiden AS Joe Biden mengatakan dia akan menahan sejumlah senjata termasuk peluru artileri jika Rafah diserang. AS telah menghentikan pengiriman bom karena kekhawatiran akan kematian warga sipil.

Namun Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu pada Kamis lalu mengenang perang tahun 1948 untuk mengabaikan peringatan dari AS, sekutu terdekat Israel. “Kami tidak memiliki senjata. Ada embargo senjata terhadap Israel, namun dengan kekuatan semangat, kepahlawanan dan persatuan yang besar di antara kami, kami menang," kata Netanyahu.

Dia mengatakan Israel memiliki lebih dari sekedar tanggung jawab jika Biden menghentikan pengiriman senjata. Komentar tersebut muncul beberapa jam setelah PBB mengatakan lebih dari 80.000 orang telah meninggalkan Rafah sejak Senin di tengah pemboman terus-menerus dan ketika tank-tank Israel berkumpul di dekat kawasan pembangunan.

Baca juga: Awan dan Suhu Rendah Disertai Kabut Terjadi saat Helikopter Presiden Iran Jatuh

PBB juga memperingatkan makanan dan bahan bakar hampir habis bagi lebih dari satu juta orang yang masih berlindung di kota tersebut, karena mereka tidak menerima bantuan melalui penyeberangan terdekat.

Pasukan Israel mengambil kendali dan menutup penyeberangan Rafah dengan Mesir pada awal operasi mereka. Sementara PBB mengatakan terlalu berbahaya bagi staf dan truk untuk mencapai penyeberangan Kerem Shalom dengan Israel yang dibuka kembali.

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas